Jean-Pierre Sauvage (71), Sir J Fraser Stoddart (74), dan Bernard L Feringa (65) terkejut dan sedikit emosional, Rabu (5/10). Kerja mereka di bidang molekuler yang penuh cinta dan ketekunan meneliti selama 17-33 tahun diganjar penghargaan sains paling bergengsi di dunia, Nobel Kimia 2016.
Komite Nobel Kimia 2016 Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia (RSAS) menganugerahkan hadiah itu atas temuan desain dan sintesis mesin molekuler, mesin terkecil di dunia berukuran lebih kecil daripada sehelai rambut dibelah 1.000.
Penelitian di bidang ilmu dasar itu dinilai memicu kemunculan berbagai inovasi baru, mulai dari pengembangan material baru, sensor, sistem penyimpanan energi, cip komputer, hingga robot molekuler yang mampu melepaskan zat aktif obat pada waktu dan tempat yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sukacita langsung menyebar ke sejumlah negara seusai tim RSAS mengumumkan Nobel Kimia 2016 di Stockholm, Swedia, Rabu siang. ”Saya masih terkejut dan terkagum-kagum mendengar kabar ini,” kata Sir J Fraser Stoddart, profesor kimia di Universitas Northwestern, Evanston, Illinois, AS.
Dia langsung menghubungi kedua putrinya untuk berbagi kegembiraan. Namun, tebersit kesedihan dalam dirinya karena tak bisa membagi kebahagiaan itu dengan istrinya yang meninggal akibat kanker payudara 12 tahun silam.
Stoddart akan berbagi hadiah senilai 8 juta krona atau sekitar Rp 12 miliar secara merata dengan dua ilmuwan lain yang sangat ia hargai, Jean-Pierre Sauvage, profesor emeritus di Universitas Strasbourg, Perancis, dan Bernard L Feringa, profesor kimia organik di Universitas Groningen, Belanda. Mereka bekerja bersama sangat erat.
Feringa, yang dihubungi Komite Nobel secara terpisah, mengakui itu. Para pemenang Nobel bersama itu sudah menjadi keluarga ilmiah. Meskipun berasal dari negara berbeda dan saling bersaing, mereka sering menggelar pertemuan bersama, bekerja sama, tukar-menukar mahasiswa, dan tentu saling menantang satu sama lain.
Karena itu, wajar jika kegembiraan dan kebanggaan juga dirasakan keluarga, kolega, dan murid-murid para penerima Nobel itu karena bisa terlibat langsung dalam penelitian ketiganya. ”Saya telah memenangi banyak penghargaan, tetapi Nobel yang istimewa. Ini adalah hadiah paling bergengsi yang para ilmuwan pun tak berani memimpikannya dalam impian terliar mereka,” kata Sauvage.
Gambaran tentang mesin molekuler itu mirip mesin yang kita kenal sehari-hari. Ada penggunaan rantai mekanik, motor, lift, dan robot. Namun, semuanya dalam dimensi molekul yang merupakan kumpulan atom yang terikat secara kimia.
Gagasan tentang mesin molekuler itu dimulai Sauvage pada 1983. Umumnya, molekul saling bergabung melalui ikatan kovalen, yaitu jenis ikatan kimia yang terbentuk melalui penggunaan elektron secara bersama oleh atom-atom yang saling berikatan. Namun, Sauvage dan tim mampu menghubungkan molekul-molekul dalam ikatan mekanik yang lebih bebas sehingga membentuk rantai molekul.
Ikatan mekanik itu membuat gabungan molekul tidak lagi terikat kaku, tetapi memungkinkan setiap bagiannya saling bergerak terhadap lainnya. Dari temuan itulah, konsep mesin molekuler dibangun.
Selanjutnya, konsep itu dikembangkan Stoddart pada 1991. Dia berhasil merangkai cincin molekuler yang miskin elektron pada sebuah gandar atau sumbu molekuler yang kaya elektron. Saat cincin molekuler itu diberi tambahan energi panas, cincin itu mampu bergerak maju mundur sepanjang sumbu.
Desain cincin molekuler yang bisa bergerak sepanjang sumbu molekuler temuan Stoddart itu disebut rotaxane. Desain itu kemudian dikembangkan hingga bisa membuat lift molekuler yang bergerak naik turun atau cip komputer molekuler. Cip komputer molekuler itu diyakini akan menggantikan peran transistor silikon pada cip komputer saat ini sehingga menghasilkan cip komputer sangat kecil pada masa depan.
Berikutnya, pada 1999, Feringa membuat motor mekanik dari molekul. Umumnya, molekul bergerak bolak-balik tak menentu. Namun, ia berhasil menciptakan struktur kimia tertentu dalam motor molekuler yang memungkinkannya berputar terus-menerus dalam satu arah.
Prinsip motor molekuler itu memungkinkan para ilmuwan mengembangkan mesin molekuler yang lebih kompleks, seperti nanocar yang dibuat Feringa pada 2011. Nanocar itu bukanlah mobil dalam artian sebenarnya, tetapi gabungan molekul yang berbentuk mirip mobil, termasuk roda molekulernya.
Inovasi lain yang bisa dikembangkan dari prinsip motor molekuler itu adalah pengembangan obat yang bisa mengirimkan zat aktifnya tepat pada bagian tubuh yang diinginkan dan pada waktu yang diharapkan. Metode pengobatan yang lebih efektif dan efisien itu ke depan diharapkan bisa mengobati kanker yang hanya menyasar sel kankernya.
Temuan itu juga bisa dikembangkan untuk membuat polimer yang otomatis memperbaiki diri saat tergores sehingga bisa membuat lapisan film anti gores. Motor molekuler bisa diterapkan untuk membuat material yang bisa mengembang atau menyusut apabila terkena cahaya hingga memungkinkan pengembangan jenis baterai baru atau sensor peka cahaya.
Seni dan mainan
Kerja Sauvage, Stoddart, dan Feringa dalam bidang kimia molekuler itu berbeda dengan pandangan masyarakat awam tentang kimia. Selama ini, kimia identik dengan pencampuran zat-zat tertentu, perubahan warna dan bau, atau munculnya letupan atau ledakan yang mendebarkan. ”Saat ada kuliah semacam itu, saya memilih duduk di belakang karena itu jauh dari empati saya yang sesungguhnya dengan kimia,” kata Stoddart.
Hal menarik bagi Stoddart tentang kimia adalah interaksinya dengan seni dan budaya. Kimia tak melulu tentang zat-zat yang menyengat baunya, atom, senyawa, rumus-rumus kimia, atau percampuran berbagai zat untuk menghasilkan zat atau reaksi baru. Namun, kimia juga menekankan pentingnya kreativitas dan aspek artistik. ”Satu hal yang mengagumkan saat bisa mengekspresikan diri dalam suatu bentuk seni,” tambahnya.
Inspirasi penelitian mesin molekuler itu memang dari alam. Sistem kerja sel dalam tubuh dan organisme lain, seperti pembelahan sel, gerak otot, dan masuknya bakteri yang terbawa makanan, semua dikendalikan motor molekuler dalam tubuh.
Meski demikian, Feringa juga Sauvage dan Stoddart menganggap molekul ibarat mainan lego yang bisa dibongkar pasang untuk membentuk bangunan atau bentuk benda-benda baru. ”Kami terkadang merasa seperti anak yang bermain dengan molekul untuk membentuk material baru,” katanya.
Temuan motor molekuler itu bisa disejajarkan dengan temuan motor listrik tahun 1830-an. Kini, prinsip motor listrik itu diaplikasikan pada berbagai peralatan, mulai dari kipas angin, mesin cuci, hingga kereta listrik.
Lahir:
Paris, Perancis, 1944
Pekerjaan:
Profesor Emeritus Universitas Strasbourg, Perancis
Direktur Riset Emeritus Pusat Riset Ilmiah Nasional Perancis (CNRS)
————
SIR J FRASER STODDART
Lahir:
Edinburgh, Inggris, 1942
Pekerjaan:
Profesor Kimia Universitas Northwestern, Evanston, Illinois, Amerika Serikat
Direktur Pusat Integrasi Sistem Kimia (CCIS)
———–
BERNARD L FERINGA
Lahir:
Barger-Compascuum, Belanda, 1951
Pekerjaan:
Profesor Kimia Organik Universitas Groningen, Belanda
Anggota Dewan Akademik Akademi Ilmu Pengetahuan dan Seni Kerajaan Belanda
(AP/AFP/REUTERS/NOBELPRIZE.ORG)
M ZAID WAHYUDI
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2016, di halaman 16 dengan judul “Mesin Kecil untuk Perubahan Besar”.