Dompet Rama Prihandana (17) jatuh saat ia mengambil kartu tanda penduduknya untuk ditunjukkan kepada Kompas. Tak ada lembaran uang tercecer dan gemerincing koin dari dompetnya. Hanya ada KTP dan selembar kertas bertuliskan nomor telepon ayahnya.
Nomor ini saya simpan buat jaga-jaga kalau uang bulanan Rp 200.000 dari ayah datang terlambat,” kata Rama di Balai Latihan Kerja (BLK) Kota Tangerang, Banten, Rabu (5/10). BLK yang dikelola Pemerintah Kota Tangerang itu terletak di Jalan Bendung Pintu Air Sepuluh, Kecamatan Neglasari.
Rama adalah satu dari 80 orang yang menjalani latihan keterampilan di BLK itu agar memiliki bekal untuk mencari pekerjaan. Tak seperti teman- temannya yang lulus SMA, Rama hanya tamat SMP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia sempat mengenyam pendidikan di sebuah SMK swasta jurusan teknik otomotif ringan, tetapi hanya bertahan dua tahun. Selain karena ketiadaan biaya, Rama putus sekolah pada 2015 karena tidak nyaman dengan metode pendidikan di SMK itu. Menurut dia, proses belajar-mengajar berlangsung membosankan.
Rama baru delapan hari belajar teknik las di BLK Kota Tangerang. Pelatihan gratis itu akan dijalaninya tiga bulan. Proses pendidikan berlangsung di gedung milik dinas sosial pada pukul 08.00-15.00 setiap Senin sampai Sabtu.
Semua peserta pelatihan harus menggunakan kemeja putih, celana hitam, dan bersepatu. “Baju, tas, dan sepatu yang saya pakai adalah pinjaman dari teman. Saya hanya punya celana,” tutur Rama.
Selepas pulang dari pelatihan, baju putih yang mulai kekuning- kuningan segera dicuci lalu dijemur. Rama tak memiliki baju cadangan untuk esok hari. “Belum punya uang untuk membeli baju,” ujarnya.
Rama hidup sendirian di Sukamandi, Tangerang, sekitar 3 kilometer dari pusat pemerintahan Kota Tangerang. Ibunya meninggal saat Rama masih kecil dan ayahnya sekarang bekerja di Batam. Kakaknya yang sudah berkeluarga tinggal terpisah “Mereka bekerja sebagai buruh cuci dan pengamen,” tuturnya.
Sejak kelas I SMP, Rama bersekolah sambil bekerja. Penghasilannya sebagai montir bengkel sepeda motor Rp 30.000-Rp 50.000 per hari. Pekerjaan ini tak bisa dilakoninya setiap hari karena ia harus bersekolah.
“Kalau punya uang hanya Rp 5.000, saya makan gorengan seharian. Kalau tidak ada uang, saya minta makan kepada kakak saya,” kata Rama.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA–Siswa SMK dari sejumlah daerah mengikuti praktik kerja industri di UPT Pelatihan dan Pengembangan Pendidikan Kejuruan Dinas Pendidikan Jawa Timur di Surabaya, Rabu (10/5). Melalui bimbingan ahli, di tempat tersebut siswa dapat mempraktikkan ilmu yang didapat di sekolah dan mendapat pembelajaran untuk mampu bekerja dengan standar keahlian industri.
Ia mendaftar di BLK Kota Tangerang karena ingin memperbaiki kehidupannya. Ada enam pelatihan yang ditawarkan di BLK itu. Rama memilih pelatihan las karena keterampilan itu dinilainya bisa membantunya meraih cita-cita menjadi mekanik di perusahaan otomotif berskala nasional. Selain las, peserta dapat mengikuti pelatihan menjahit, montir sepeda motor, montir mobil bensin, teknik pendingin ruangan, dan satpam.
Kalaupun tidak bisa menggapai cita-citanya itu, Rama akan bekerja lagi di bengkel. “Kalau ada bengkel motor, pasti membutuhkan tukang las,” katanya.
Rama sangat berharap, dengan ijazah SMP yang dimiliki dan keterampilan yang diperolehnya dari BLK, perusahaan besar mau menerimanya sebagai pegawai. Ia tak mau terus-terusan hidup miskin. Rama juga ingin memiliki uang agar bisa membuat keluarganya bangga dan bahagia.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah BLK Kota Tangerang Deden Suliana mengatakan, BLK Kota Tangerang sedang memproses nota kesepahaman (MOU) dengan Hino, perusahaan multinasional yang memproduksi mesin diesel, truk, dan bus. Lewat MOU ini, penyaluran tenaga kerja terlatih dari BLK diharapkan bisa dilakukan lebih lancar. “Setelah lulus dari BLK, mereka dilatih selama dua minggu sebelum diterima sebagai pegawai Hino,” ujarnya.
Selain mendapatkan pelatihan keterampilan, peserta BLK Kota Tangerang mendapatkan uang transportasi Rp 25.000 per hari dan makan siang. “Anggaran untuk satu orang Rp 4,5 juta hingga Rp 7 juta,” kata Deden.
Ujian
Perjuangan memperbaiki hidup juga dilakukan Eko Maulana (30). Sejak lulus dari jurusan teknik mesin di sebuah perguruan tinggi di Kota Tangerang pada 2012, ia belum mendapat pekerjaan yang sesuai dengan kuliahnya dulu. “Saya pernah bekerja sebagai event organizer, agen asuransi, dan tenaga telemarketing,” ujarnya.
Lelaki yang menikah dua tahun lalu dan dikaruniai seorang anak itu kini tak memiliki penghasilan. Eko mengandalkan pemasukan dari istrinya yang bekerja sebagai pedagang.
Eko mendaftar di Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) di Kota Serang, Banten. BLKI ini dikelola Pemerintah Provinsi Banten.
Tiga minggu lagi, pelatihan yang dijalaninya rampung. Ia akan menghadapi ujian kelulusan. Sertifikat dari BLKI dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi diincarnya untuk menjadi bekal melamar pekerjaan.
Toni Susanto (18), lulusan Jurusan Otomotif SMKN 2 Kota Tangerang, juga berharap mendapat sertifikat dari BLKI. Meski sudah pernah diajarkan di bangku sekolah, menurut dia, keterampilan yang diberikan di BLKI lebih baik karena berorientasi pada dunia kerja. “Di BLKI, saya mendapatkan latihan kedisiplinan seperti dunia kerja sesungguhnya,” ujarnya.
Selama menjalani pelatihan di BLKI Serang, peserta mendapatkan fasilitas tempat tinggal dan seragam. Materi teori 30 persen, sisanya praktik. Teori yang diberikan antara lain Bahasa Inggris dan Matematika.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, meskipun calon tenaga kerja lulusan sekolah vokasi ataupun BLK sudah memiliki keterampilan, mereka tetap harus menjalani pelatihan sebelum bekerja. Pelatihan berlangsung dua minggu hingga empat minggu sesuai kerumitan pekerjaan yang hendak ditangani.
Keterampilan yang dimiliki lulusan sekolah menengah kejuruan dan BLK, menurut Hariyadi, belum sesuai dengan kebutuhan industri. Penyebabnya, perkembangan teknologi industri selalu berkembang dari waktu ke waktu, sedangkan kurikulum yang diajarkan di sekolah belum tentu mengimbangi kecepatan perkembangan industri.
“BLK ataupun sekolah-sekolah harus bekerja sama dengan pelaku industri agar mencetak tenaga terampil siap pakai,” kata Hariyadi.
Banyuwangi
Upaya untuk meningkatkan keterampilan warga juga dilakukan di Banyuwangi. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi selama beberapa tahun terakhir giat menggelar berbagai kursus bagi warganya.
Warga Banyuwangi, Ulvi Laili (21), merasakan manfaat mengikuti pelatihan pemasaran internet (internet marketing), akhir September lalu. Pelatihan yang diadakan secara gratis itu membuat Ulvi mengetahui sejumlah jurus baru berdagang secara daring (online).
Ulvi kini menguasai trik memasarkan produk secara massal tanpa diblokir pengguna media sosial. Dengan demikian, pengakses internet tertarik mampir ke toko online yang dikelolanya.
Warga Banyuwangi lainnya, Muhammad Zamroni, merasakan manfaat mengikuti kursus bahasa Inggris selama tiga bulan di Balai Desa Kabat. Seminggu tiga kali ia datang ke balai desa untuk belajar. Kini, Zamroni menjadi pemandu wisata.
Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amich Alhumami mengemukakan, sepertiga dari penduduk Indonesia, yaitu 76 juta orang, hanya berpendidikan maksimal SMP.
Karena itu, inisiatif pemerintah untuk meningkatkan keterampilan warga lewat BLK dan kegiatan kursus sangat ditunggu. Ada banyak remaja seperti Rama di Tangerang yang mempertaruhkan masa depan mereka di balai-balai latihan kerja.
Saat ini terdapat 279 BLK di Indonesia dengan jumlah instruktur 3.200 orang.
(SIWI YUNITA CAHYANINGRUM/C09)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2016, di halaman 1 dengan judul “Merajut Mimpi di Balai Latihan Kerja”.
————-
Revitalisasi BLK Libatkan Swasta
Pemerintah tengah berupaya menghidupkan kembali balai latihan kerja di beberapa daerah. Namun, untuk menghidupkan kembali, pemerintah akan menyesuaikan dengan kebutuhan industri.
Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri di Jakarta, Rabu (5/10), mengatakan, pembenahan balai latihan kerja (BLK) juga menyangkut revitalisasi fisik dan pencitraan ulang. Swasta didorong terlibat dalam pembenahan ini, seperti berinvestasi dalam pembangunan ataupun bekerja sama dengan pemerintah dalam perbaikan BLK.
Tanggapan Menaker ini diberikan terkait dengan kualitas tenaga kerja yang lebih dari 40 persen berpendidikan sekolah dasar. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas itu adalah dengan menghidupkan kembali BLK.
Dia menyebutkan sudah ada beberapa perusahaan yang digandeng kementerian. Salah satunya adalah PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMI). TMMI membantu merevitalisasi BLK di Nusa Tenggara Timur.
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Khairul Anwar mengatakan, pemerintah tengah berupaya mereorientasi program pelatihan di sejumlah BLK. Substansi materi diarahkan untuk menyesuaikan program prioritas pemerintah di sektor industri unggulan.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan pada Maret 2016, jumlah BLK di pusat dan daerah tercatat 279 unit. Dari jumlah tersebut, hanya 55 unit dalam kondisi baik, 120 unit dalam keadaan sedang, dan 104 unit dalam kondisi buruk.
Sementara total instruktur sekarang 3.200 orang. Padahal, dengan 279 unit BLK dan target 1 juta peserta, jumlah ideal seharusnya 12.000 instruktur.
“Kami sedang memetakan ulang persebaran berikut BLK di seluruh Indonesia. Kami mengimbau pengurus BLK agar mengembangkan program pelatihan yang mengacu pada sektor industri unggulan tempat BLK itu berdiri. Jika pemerintah daerah ingin fokus ke sektor industri tertentu, BLK harus diarahkan untuk melatih tenaga kerja sesuai sektor yang diunggulkan,” ujar Khairul.
Ia mengatakan, langkah kedua adalah pembentukan forum komunikasi industri. Pemerintah menjalin kerja sama dengan asosiasi di sejumlah sektor. Tujuannya agar tercipta komunikasi tentang permasalahan dan solusi ketenagakerjaan di setiap sektor industri. Kementerian Ketenagakerjaan telah menggandeng Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai implementasi langkah ini.
Langkah terakhir yang akan dilakukan adalah meningkatkan kualitas instruktur BLK. Menurut rencana, pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta untuk mengimplementasikan langkah ini.
Sesuai data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah penempatan tenaga kerja menunjukkan tren fluktuatif setiap tahun. Pada 2014, total penempatan tenaga kerja mencapai 2.654.305 orang. Kemudian, tahun 2015, ada kenaikan menjadi 2.886.288 orang. Sementara Januari sampai 30 September 2016, keseluruhan penempatan tercatat 2.232.349 orang.
Tanggung jawab semua
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar berpendapat, daya saing tenaga kerja Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Ketiga aktor tersebut harus memiliki persepsi yang sama terkait dengan strategi peningkatan daya saing.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Benny Soetrisno menuturkan, Kadin Indonesia berikut asosiasi-asosiasi sektoral harus berperan dalam menentukan standar kompetensi tenaga kerja. Langkah ini untuk memastikan kualitas dan kuantitas pekerja sesuai kebutuhan dunia usaha.
“Pendidikan tenaga kerja sekarang kebanyakan berkonsep pasokan, padahal harusnya berkonsep permintaan,” ujar Benny.
Menurut dia, pendidikan berkonsep permintaan otomatis akan menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna, yakni sektor industri manufaktur ataupun industri jasa. (MED/CAS)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2016, di halaman 1 dengan judul “Revitalisasi BLK Libatkan Swasta”.