Prosedur Pengajuan Berkas Dipermudah
Indonesia membutuhkan sedikitnya 22.000 guru besar. Akan tetapi, jumlah yang ada sekarang baru mencapai seperempatnya. Dibutuhkan berbagai upaya untuk memotivasi dosen-dosen yang sudah bergelar doktor ataupun yang mengajar lebih dari sepuluh tahun untuk menempuh prosedur menjadi guru besar.
Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Riset, Teknologi, dan Dikti Ali Gufron Mukti menyebutkan, salah satu persyaratan akreditasi perguruan tinggi adalah setiap prodi (program studi) memiliki minimal satu guru besar.
“Adapun prodi yang gemuk” yaitu prodi dengan jumlah mahasiswa melimpah, seperti ilmu komunikasi, ekonomi, dan kedokteran, membutuhkan setidaknya tiga hingga lima guru besar,” ujar Gufron, Jumat (9/9), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Data Kemristek dan Dikti per Januari 2016 menunjukkan, ada 5.889 guru besar seIndonesia. Mereka terdiri dari 5.094 guru besar di perguruan tinggi (PT) negeri dan 795 orang di PT swasta. Angka tersebut menunjukkan pertambahan jumlah. Sebab, pada Oktober 2015 jumlah guru besar hanya 4.710 orang.
Sistem daring
Gufron menuturkan, pada Juli 2015, Kemristek dan Dikti mencanangkan percepatan proses pengangkatan guru besar dengan memakai sistem dalam jaringan (daring). Sebelumnya, dosen yang mengajukan diri menjadi guru besar harus mengumpulkan berbagai berkas persyaratan. Lalu, ia harus mengantar berkas tersebut ke Jakarta. Hal itu memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Adapun proses menunggu kepastian jawaban berkisar dua hingga enam tahun.
“Melalui sistem daring, calon guru besar cukup memotret atau memindai berkas yang dibutuhkan, lalu diunggah ke situs Kemenristekdikti,” kata Gufron. Dalam dua bulan, jawaban akan diberi mengenai diterima ataupun tidaknya berkas pelamar tersebut. Dengan demikian, pelamar bisa segera memperbaiki kesalahan dan kekurangan berkas lalu mengunggah lagi.
Ia mengimbau agar pelamar paling lama mengajukan diri jadi guru besar dua tahun sebelum masa pensiun. Ketika menjadi guru besar, usia pensiun naik dari 65 tahun menjadi 70-79 tahun.
Dituntut produktif
Persyaratan menjadi guru besar ialah memiliki pengalaman mengajar paling kurang sepuluh tahun. Seseorang yang sudah lulus program doktoral (strata 3), bisa mengajukan diri menjadi guru besar tiga tahun setelah gelar doktornya dikukuhkan. Syarat berikutnya ialah memiliki setidaknya satu makalah yang diterbitkan di jurnal internasional berkualitas unggul. “Harus sebagai penulis utama ataupun pertama. Bukan sebagai penulis tambahan,” ujar Gufron.
Setelah diresmikan menjadi guru besar, orang tersebut dituntut untuk terus produktif melakukan penelitian dan berinovasi dalam keilmuan. Di dalam tiga tahun, hendaknya menerbitkan satu buku, bisa juga satu makalah ilmiah bertaraf internasional.
Jika syarat tersebut tidak bisa dipenuhi, kata Gufron, Kemristek dan Dikti akan mengurangi tunjangan kehormatan guru besar. Total pendapatan guru besar yang terdiri dari tunjangan kehormatan dan tunjangan profesi mencapai tiga kali lipat gaji dosen reguler.
Secara terpisah, Rektor Universitas Negeri Surabaya Warsono mengatakan, pihaknya tertolong percepatan proses guru besar oleh pemerintah. Akan tetapi, menjadi guru besar harus dimulai dari keinginan tiap-tiap individu. “Kami memotivasi agar 234 dosen bergelar doktor mau menjadi guru besar,” katanya.(DNE)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 September 2016, di halaman 13 dengan judul “Doktor Didorong Menjadi Guru Besar”.