Pemerintah mendorong lembaga pemerintah non-kementerian bidang riset menggali sumber dana di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Namun, langkah itu tidak mudah karena peneliti terkekang prosedur birokrasi guna mendapat dana non-APBN, misalnya dari industri.
“Kami bengong. Mau minta ke negara tidak ada uang, cari dari luar dipersulit,” ucap Kepala Pusat Inovasi LIPI Nurul Taufiqu Rochman, dihubungi Minggu (3/7). Pemerintah mendorong lembaga riset menghimpun dana non-APBN mengingat anggaran bagi kementerian/lembaga, termasuk lembaga riset, dipangkas.
Pertengahan tahun ini, anggaran seluruh kementerian dan lembaga memang dipotong berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang penghematan belanja kementerian/ lembaga karena melemahnya kondisi ekonomi negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Data Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti), dari enam lembaga pemerintah non-kementerian di bawah koordinasi kementerian itu, hanya Badan Informasi Geospasial (BIG) yang anggarannya diindikasikan naik, dari Rp 865,5 miliar pada 2016 menjadi Rp 950,4 miliar di 2017. Namun, tengah tahun ini, BIG dapat pemotongan terbesar di antara LPNK Kemristek dan Dikti, yakni Rp 158,3 miliar.
Sementara itu, anggaran indikatif 2017 bagi LIPI Rp 1,1662 triliun, turun dari alokasi 2016 yang Rp 1,1783 triliun. Anggaran indikatif 2017 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Rp 735,4 miliar (2016: Rp 777,5 miliar); Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Rp 949,1 miliar (2016: Rp 977,1 miliar); Badan Tenaga Nuklir Nasional Rp 806,9 miliar (2016: Rp 814,9 miliar); dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Rp 181,9 miliar (2016: Rp 190,8 miliar).
Menanggapi itu, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristek dan Dikti Muhammad Dimyati mengatakan, sejumlah sumber dana bisa didekati lembaga riset, antara lain industri, BUMN, dan kelompok filantropi.
Potensi dana filantropi untuk berbagai kegiatan (bukan hanya riset) Rp 2 triliun setahun di Indonesia. Contohnya, Fakultas Kedokteran UGM bekerja sama dengan Yayasan Tahija dalam Eliminate Dengue Project (EDP) Yogya. Yayasan Tahija menyumbang Rp 100 miliar untuk riset penyisipan bakteri Wolbachia ke tubuh nyamuk.
Menurut Nurul, Pusat Inovasi LIPI sudah sejak lima tahun lalu menggali sumber non-APBN. Misalnya, kerja sama dengan PT Indonesia Power serta dengan Angkasa Pura I dan II. Melalui kerja sama alih teknologi, tahun ini Pusat Inovasi LIPI menghimpun pemasukan Rp 3 miliar.
Masalahnya, dana swasta itu digolongkan Penerimaan Negara Bukan Pajak, sesuai UU Nomor 20/1997. Sesuai aturan, dana swasta yang masuk ke rekening Pusat Inovasi LIPI harus disetorkan ke Kas Negara dulu dalam 24 jam. Setelah itu, Pusinov LIPI merevisi perencanaan keuangan yang selesai satu-dua bulan agar dana tadi bisa dicairkan. Peneliti baru bisa bekerja bulan ketiga setelah swasta memberi dana.
Itu membuat tak banyak industri mau bekerja sama, kecuali teknologi atau peneliti yang dibutuhkan hanya ada di LIPI. “Jika aturan-aturan ini bisa dibongkar, LIPI dapat Rp 50 miliar setahun itu gampang,” ujarnya.
Di sela jumpa media, Rabu (29/6), Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Nasir mengakui masih banyak regulasi negara yang tidak mendukung penelitian sehingga perlu penyesuaian, terutama pendanaan riset. (JOG)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Juli 2016, di halaman 14 dengan judul “Peneliti Terkekang Prosedur Birokrasi”.