PERKEMBANGAN ilmu pengetahuan, terutama di bidang dunia kedokteran, terus mengalami kemajuan. Salah satu yang kini sedang dikembangkan adalah terapi stem cell atau sel punca.
Terapi sel punca kini dapat menjadi suatu pilihan atau alternatif untuk mengatasi masalah-masalah ekstrem di bidang kedokteran. Menurut Prof Dr dokter Amin Soebandrio SpMK, Ketua Dewan Ilmiah ASPI (Asosiasi Sel Punca Indonesia), saat ini terapi stem cell malah merupakan pendekatan yang sangat efektif dan sangat menjanjikan.
”Pada kasus yang ekstrem, ujung jari yang putus, misalnya, dengan teknologi sel punca, bisa diperbaiki, bisa tumbuh lagi,” katanya dalam Simposium Sel Punca yang diadakan pada 9-10 Juli 2011 lalu di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun hal tersebut, menurut Amin Soebandrio, baru sebatas dilakukan di laboratorium-laboratorium luar negeri. Indonesia sendiri belum sampai ke sana, karena perkembangan stem cell masih sebatas penelitian.
Apa Itu Sel Punca?
Istilah sel punca pertama kali diusulkan oleh histolog Rusia, Alexander Maksimov, dalam kongres hematologi di Berlin, Jerman pada tahun 1908. Ia menyebutkan bahwa sel punca adalah sebuah sel tunggal yang dapat bereplikasi menjadi sel serupa atau berdiferensiasi menjadi aneka jenis sel yang sama sekali berbeda. Karena sifat-sifatnya, sel punca diyakini dapat digunakan untuk meregenerasi sel-sel di tubuh manusia yang rusak. Teori ini baru terbukti sekitar 70 tahun kemudian ketika sel induk (sel punca) tersebut ditemukan dalam darah sumsum tulang belakang manusia. Sejak saat itu, riset mengenai sel punca mulai ramai dilakukan hingga melaju cepat dalam 10 tahun terakhir.
Sel punca mempunyai ciri yang sangat berbeda dibandingkan dengan sel tubuh lainnya. Ciri pertama adalah, sel yang belum terspesialisasi ini dapat memperbaharui dirinya secara terus menerus melalui proses pembelahan. Ciri kedua, dalam kondisi tertentu, sel dapat berubah menjadi sel jaringan atau organ spesifik dengan fungsi yang spesifik pula.
Pada organ-organ seperti usus dan sumsum tulang belakang, sel punca akan membelah secara reguler dan mengganti jaringan yang rusak atau mati. Pada organ lain, seperti pankreas dan hati, sel punca hanya membelah dalam situasi tertentu. Sementara pada organ seperti tulang, serabut saraf, otot jantung, dab lain-lain, sel punca tidak memperlihatkan pembelahan yang signifikan. Karena kedua ciri utama di atas, maka sel punca diyakini mempunyai potensi untuk meregenerasi jaringan atau organ tubuh manusia yang rusak, tentunya dengan suatu teknik tertentu.
Di Indonesia
Pada awalnya, sumber sel punca adalah embrio manusia. Karena itulah banyak kalangan yang menentang penelitian-penelitian sel punca. Untungnya, pada tahun 2007, dua orang ilmuwan Jepang, Shinya Yamanaka dan Kazutoshi Takahasi berhasil membuat sel punca hasil reprogram sel kulit manusia. Selain itu, para peneliti di AS juga berhasil mendapatkan sumber sel punca baru yaitu cairan ketuban dan tali pusar (umbilical cord blood). Perkembangan sumber stem cell mencapai ke arah yang lebih baik yaitu dari darah tali pusar.
Stem cell dari darah tali pusar cenderung lebih baik, karena lebih ”murni” dari perubahan ciri genetik daripada setelah tumbuh dewasa. Perubahan genetik tersebut bisa terjadi oleh pengaruh infeksi ataupun faktor lingkungan (misalnya radiasi). Sel tunas pada ari-ari lebih segar, lebih plastis, dan lebih aktif ketimbang sel tunas dari sumber lain. Meskipun demikian, sel terbaik untuk dijadikan sumber stem cell adalah sel embrionik manusia, yang muncul pada embrio bayi yang berumur sekitar 7 hari. Sel ini merupakan sel-sel blastosit yang paling gesit. Namun, sampai saat ini, pengambilan sel tunas dari sumber ini masih menjadi kontroversi karena hal tersebut sama dengan membunuh sang janin.
Di Indonesia, penelitian mengenai terapi sel punca sudah mengalami banyak kemajuan. Di Devisi Ortopedi dan Traumatologi FKUI RSCM, misalnya, telah melakukan penelitian terapi sel punca untuk mengobati kerusakan tulang rawan. Pada penelitian ini, sel punca diambil dari tubuh pasien sendiri, yaitu dari tulang panggul. Kemudian sel punca tersebut dikembangbiakkan di laboratorium selama empat minggu hingga jumlahnya berlipat-lipat, sampai 10 juta.
Lutut yang mengalami kerusakan tulang rawan kemudian dibersihkan melalui operasi. Bagian-bagian yang rusak dibuang. Setelah itu, sel punca hasil biakan ditanam pada daerah yang telah dibuang dan luka operasi dijahit. Beberapa waktu kemudian diharapkan akan tumbuh tulang rawan baru menggantikan tulang rawan yang telah rusak dan keluhan nyeri lutut pasien berkurang atau hilang.
Berbagai Penyakit
Selain di bidang ‘pertulangan’, terapi sel punca juga dikembangkan untuk mengobati berbagai penyakit. Yang paling banyak menggunakan terapi sel punca adalah pasien gangguan atau penyakit jantung, lebih dari 30 pasien yang mayoritas berusia 50 -70 tahun.
Pada kasus infark miokard (penyebab utama gagal jantung kongestif), di mana banyak sel otot jantung yang mati, sel punca diharapkan dapat mengganti sel-sel otot tersebut sehingga jantung dapat berfungsi kembali dengan baik.
Secara ringkas, prosedurnya adalah, pertama, memetakan bagian jantung yang mana saja yang mengalami kerusakan. Kedua, membuka pembuluh darah koroner yang menyempit atau tersumbat, biasanya dengan pemasangan stent. Ketiga, dengan menggunakan kateter jantung yang dimasukkan lewat pembuluh darah di pangkal paha, sel punca disuntikkan langsung ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi daerah yang rusak. Sel punca kemudian akan meregenerasi sel-sel otot jantung yang telah mati.
Menurut Yuyus Kusnadi, peneliti utama dari Stem Cell and Cancer Institute (SCI) Jakarta, terapi sel punca dapat diterapkan pada penderita luka bakar. Terapi sel punca dalam jangka pendek mampu mempersingkat inflamasi dan memperbaiki fase pembentukan jaringan, menutup jaringan yang luka, serta memfasilitasi proses epitelialisasi, yaitu memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional.
Namun, dari berbagai referensi, kata Yuyus, terapi ini tidak bisa sempurna. Bekas luka bakar, masih terlihat seperti kulit kering tipis yang tidak ditumbuhi rambut.
Di masa mendatang, kemungkinan masih terbentang luas. Masih banyak penyakit yang berpotensi diterapi menggunakan sel punca, seperti pada penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2 dan campuran tipe 1 dan 2, terutama yang sudah ada komplikasi, stroke, kanker payudara, penyakit parkinson, penyakit kelainan tumbuh kembang, autisme, leukimia, bahkan AIDS. (Amien Nugroho-24)
Sumber: Suara Merdeka, 22 Agustus 2011