Pemotongan anggaran lembaga riset oleh pemerintah tahun ini memperlambat upaya hilirisasi atau mengomersialkan hasil riset. Hilirisasi juga terancam pada tahun depan karena anggaran bagi lembaga riset juga diindikasikan turun lagi pada 2017.
Salah satu program terancam adalah pembangunan pusat sains dan teknologi (science techno park/STP) di Cibinong Science Center-Botanical Garden, Bogor, Jawa Barat, oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). STP dicanangkan jadi model nasional pembangunan STP lain. “Dengan pemotongan anggaran, sudahlah, tidak usah bicara tinggi-tinggi,” kata Kepala Pusat Inovasi LIPI Nurul Taufiqu Rochman, dihubungi Selasa (14/6).
STP adalah wadah alih teknologi dari lembaga riset ke masyarakat dan industri sehingga publikasi riset tak hanya tertumpuk di meja, tetapi bermanfaat nyata, termasuk menghasilkan produk bernilai komersial. Pemerintah menargetkan membangun 100 STP se-Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tahun 2016, anggaran semua kementerian dan lembaga dipotong berdasarkan Instruksi Presiden No 4/2016 tentang penghematan belanja kementerian/lembaga karena melemahnya ekonomi negara. Anggaran untuk LIPI juga dikurangi, tetapi karena ditambah pinjaman luar negeri Rp 117,13 miliar, anggaran total jadi Rp 1,182 triliun, lebih tinggi daripada anggaran awal Rp 1,178 triliun. Namun, pagu indikatif LIPI 2017 lebih rendah lagi, menjadi Rp 1,166 triliun.
Nurul mengatakan, kebutuhan dana pembangunan STP di Cibinong Rp 135 miliar selama 2015-2019. LIPI sudah menerima Rp 35 miliar pada 2015, lalu anggaran anjlok pada 2016 menjadi Rp 6 miliar sehingga dana masih kurang Rp 94 miliar untuk dipenuhi 2017-2019. “Namun, anggaran pembangunan STP nol rupiah pada 2017,” ujarnya.
Nurul kecewa karena pengembangan STP di Cibinong, LIPI hingga 2019 menargetkan 100 paket teknologi dialihteknologikan ke masyarakat dan industri serta 40-50 perusahaan rintisan dibangun karena alih teknologi itu. Saat ini terjadi alih teknologi 20 paket pada 2015.
Dengan pemangkasan anggaran, Nurul sudah tak percaya target tercapai. Bahkan, tahun ini LIPI tidak menyiapkan paket teknologi untuk dihilirkan seperti tahun lalu karena anggaran hanya cukup untuk pertemuan dengan industri agar industri mau membayar lisensi guna memanfaatkan produk teknologi LIPI.
Pemotongan tanggung
Pemotongan anggaran juga memperlambat hilirisasi teknologi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan, anggaran BPPT 2016 yang awalnya Rp 977 miliar dengan alokasi untuk riset hanya Rp 200 miliar, dipotong Rp 79 miliar menjadi sekitar Rp 898 miliar.
Pagu indikatif 2017 pun Rp 912 miliar. “Ini sudah tahun berjalan, jadi tanggung. Beberapa penelitian atau pengkajian tidak bisa diselesaikan. Padahal, sebagian anggaran sudah terpakai,” tutur Unggul.
Contohnya, hampir 40 persen anggaran pada Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT dipotong tengah tahun ini. Direktur PTIK BPPT Michael Andreas Purwoadi mengatakan, produk teknologi yang direncanakan dipakai pengguna tahun depan, mundur 2-3 tahun. Salah satunya, perangkat verifikasi elektronik dalam sistem e-voting BPPT yang seharusnya diujicobakan di banyak tempat, hanya bisa diujicobakan di tiga tempat.
Menurut Satryo S Brodjonegoro, Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, dalam kondisi darurat, termasuk melemahnya ekonomi nasional, sektor iptek kadang dikorbankan karena dampaknya tak langsung dan tak berwujud.
Namun, pengabaian iptek berdampak negatif dalam jangka panjang. Iptek penting agar masyarakat di masa depan mandiri.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristek dan Dikti Muhammad Dimyati mendorong lembaga riset menggalang dana non-APBN, misalnya filantropi. (JOG)
———
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Pemotongan Perlambat Hilirisasi”.