Ingin belajar bahasa Inggris sambil berwisata bersama semua anggota keluarga di negara itu? Asalkan batas usia anggota keluarga minimum 6 tahun, sekeluarga bisa belajar bahasa Inggris bersama di Torquay, kota kelahiran penulis novel kriminal terkenal dunia, Agatha Christie (1890-1970), di pesisir selatan Inggris.
Pada tahun ini, ada 32 keluarga dari berbagai negara yang menempuh program belajar bahasa Inggris untuk keluarga. Selama belajar, mereka akan dipisahkan, tetapi ada saja keluarga yang meminta tetap bersama,” kata Kevin McNally, Managing Director Torquay International School (TIS), Jumat (20/5) di Torquay.
TIS merupakan satu di antara 10 lembaga pendidikan bahasa Inggris yang tergabung dalam The English Network (TEN). TIS memiliki kekhasan, yakni satu- satunya lembaga yang menawarkan program English for Families atau pendidikan bahasa Inggris untuk keluarga. Pada Mei lalu, Kompas diundang untuk mengunjungi 10 lembaga pendidikan yang tergabung dalam TEN, termasuk TIS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Minimal dua pekan
TIS memadukan program belajar bahasa Inggris untuk keluarga dengan wisata di Torquay. Daya tarik utama wisata di daerah ini adalah keindahan pantainya.
Menurut Kevin, durasi program belajar bahasa Inggris sekeluarga tersebut minimal dua pekan. Untuk akomodasi berupa kamar berisikan ranjang kembar, setiap pekan, satu orang dalam satu keluarga dibebani biaya 117 poundsterling (Rp 2,2 juta).
Dalam program belajar bahasa Inggris setengah hari (pukul 09.00-12.20) bagi anak berusia 6 tahun hingga 15 tahun, biaya pendidikan yang dikenakan pada tiap peserta ialah 260 poundsterling atau sekitar Rp 5 juta.
Pada musim panas, harganya berbeda. Tahun ini, misalnya, dalam periode 4 Juli-26 Agustus, biaya pendidikan ditetapkan 570 poundsterling (Rp 10,8 juta), dengan jam belajar pada pukul 09.00 sampai 16.30. Selama mengikuti pendidikan, peserta mendapatkan makan siang dari TIS.
“Ketika belajar bahasa Inggris sekeluarga, sebaiknya dilakukan di ruang kelas dengan masing- masing anggota keluarga terpisah satu sama lain. Dengan terpisah dan berbaur bersama orang dari negara-negara lain, peserta lebih cepat menguasai bahasa Inggris,” ungkap Kevin.
Menurut dia, jika selalu berada dekat dengan keluarga, peserta cenderung menggunakan bahasa ibu atau bahasa lokal sehari-hari di negeri asal mereka. “Hal seperti ini tetap bisa kami layani, tetapi kami kurang menyukainya,” ujar Kevin.
Sama seperti TIS, lembaga lain yang tergabung dalam TEN juga mempunyai kekhasan masing- masing dalam menjalankan program pendidikan bahasa Inggris. Kesamaan di antara mereka adalah prinsip pembelajaran bahasa Inggris tidak dilakukan secara teks saja, tetapi juga ditempuh lewat pola interaksi tertentu di antara para peserta.
Di lembaga Excel English, London, misalnya, peserta mempelajari bahasa Inggris lewat kegiatan yang berkaitan dengan taman. Kepala Excel English Judy Loren menunjukkan program belajar bahasa Inggris yang ditempuh melalui studi tentang taman Jepang.
Lembaga ini juga berupaya mendorong interaksi di antara peserta berjalan sebaik mungkin. Caranya antara lain mengharuskan peserta menuliskan nama mereka di gelas yang dipakai.
“Satu peserta didik memiliki satu gelas yang mencantumkan nama mereka masing-masing. Hal ini mendukung interaksi di antara mereka,” kata Judy.
Ketika mengunjungi lembaga Beet Language Centre di Bournemouth, Kompas mendapati metode yang berbeda lagi. Setiap peserta didik menyiapkan minuman kopi atau teh secara mandiri, dan mereka harus memasukkan pecahan 50 pence atau setengah poundsterling ke “kotak kejujuran”.
Metode ini diyakini membantu peningkatan interaksi dan komunikasi di antara peserta sehingga pembelajaran bahasa Inggris berjalan lebih baik. “Kami tak pernah menghitung jumlah uang yang kami peroleh dari ‘kotak kejujuran itu’,” kata Clive Barrow, Managing Director Beet Language Centre.
Gencar
Pemerintah Inggris tengah gencar meningkatkan jumlah pengunjung atau wisatawan ke negara tersebut. Program belajar bahasa Inggris menjadi salah satu cara yang diandalkan untuk menjaring turis sebanyak mungkin. Karena itu, orang dari berbagai usia diharapkan mau datang ke Inggris untuk mempelajari bahasanya.
“Program belajar bahasa Inggris tidak semata-mata untuk anak-anak dan dewasa. Bagi orang yang berusia lanjut, program belajar bahasa Inggris tetap bermanfaat,” kata Direktur English in Chester Richard Day.
Ia menyatakan, ada peserta didiknya di lembaga English in Chester yang berusia 92 tahun. Orang yang berasal dari Swiss ini tercatat sebagai peserta didik tertua di English in Chester dan di 9 lembaga lain yang tergabung dalam TEN.
“Di usia lanjut, belajar bahasa Inggris bertujuan memperluas pergaulan. Biasanya, hal ini dilakukan setelah pasangannya meninggal,” kata Richard.
TIS juga pernah memiliki peserta didik perempuan berusia sangat lanjut, yakni 89 tahun. Orang itu berasal dari Jepang.
“Di Torquay, ia setiap hari berolahraga lari,” ujar Kevin.
(NAWA TUNGGAL, DARI INGGRIS)
———–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Juni 2016, di halaman 5 dengan judul “Belajar Bahasa Inggris Bersama Keluarga”.