Prof Dr H Achmad Baiquni, orang Indonesia pertama yang tercatat sebagai ahli fisika atom telah mengembuskan napas terakhir hari Senin (21/12) pukul 05.15 WIB di Jakarta, pada usia 76 tahun. Almarhum yang mantan Ditjen Batan tahun 1973-1984 ini dirawat di Rumah Sakit Pertamina sejak Sabtu siang.
Sebelum akhir hayatnya, suami dari Sri Hartini, ayah dari enam anak ini pernah tercatat sebagai peneliti senior di BPPT hingga Maret 1998, dan Penasehat Menristek/Kepala BPPT bidang Iptek. Pada masa kariernya beberapa jabatan yang pernah dipegangnya antara lain Duta Besar RI untuk Swedia (1985-1986) dan lebih dari 10 tahun menjadi Dirjen Batan (1973- 1984).
Ny Hasri Ainun Habibie datang melayat, sebelum jenazah dibawa ke tempat pemakaman Senin siang di Giritama, Desa Tonjong Parung, Bogor. Ini sesuai keinginan almarhum untuk beristirahat di tempat yang tenang. Padahal dengan jasa-jasanya termasuk sebagai penerima anugerah Bintang Mahaputera, ia berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kesederhanaan begitu mewarnai keluargamnya, meski pernah menjadi dirjen, dubes, maupun rector. “Bapak selalu mengajarkan kami untuk hidup setulus tulusnya,” kata Kunto Harjadji Baiquni, putra keenam Prof Baiquni.
Menurut putra bungsu yang sedang merintis usaha di bidang teknologi informasi ini, almarhum ayahnya sudah pernah dioperasi tumor pada paru-paru sebelah kanannya akhir tahun 1994 lalu di Belanda. Namun tumor jinak yang berhasil diangkat itu membuat paru-parunya tidak bisa berkembang lagi karena sudah terlalu lama ditekan tumor.
Berbagai upaya untuk mengembalikan fungsi paru-paru secara sempurna tidak banyak memberi hasil, termasuk penyinaran seperti yang pernah dilakukan di Rotterdam. Bahkan sebelum meninggal Baiquni (lahir di Solo, 31/3/ 1923)sempat mengalami pembengkakan di kepala dan tangan kiri karena ada penyempitan saluran getah bening.
“Ketika dibawa ke rumah sakit hari Sabtu masih sadar, tetapi kemudian sudah tidak sadarkan diri sampai akhir hayatnya,” kata Kunto yang tidak sempat berkomunikasi dengan ayahnnya karena keburu koma.
Menurut Kunto, almarhum sudah berhenti bernapas pukul 5.04 WIB, sebelum detak jantungnya berhenti 11 menit kemudian. “Mungkin ini keinginan untuk bertahan hidup Bapak besar sekali atau tubuh yang berusaha mempertahankan diri,” tambahnya.
Ilmuwan sejati
Bagi teman sejawatnya seperti Prof Dr Mahar Mardjono, almarhum termasuk ilmuwan lndonesia pertama yang belajar ilmu modern sejak berakhirnya penjajahan Belanda. “Almarhum adalah ilmuwan sejati, kami banyak belajar dari pandangan beliau,” kata Mahar Mardjono, mantan rektor UI.
Almarhum yung alumni SMA Negeri 1 Surakarta, Jateng ini, mulai menguasai teknologi nuklir ketika bekerja di laboratorium National Argonne AS, hingga ia meraih gelar Doktor (1964) dari Jurusan Fisika Nuklir Universitan Chicago AS, Gelar master diperoleh di universitas yang sama 1956. Sebelumnya, ia menamatkan S1 di FMIPA Ul (sekarang ITB) Bandung (1952) dan menjadi dosen matematika dan fisika di UGM Yogyakarta selama dua tahun.
“ Beliau pemimpin yang jujur,” kata IR M Iyos Subki, Kepala Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional) yang mengenal almarhum sejak 1959. Ia menilai almarhum bukan hanya pakar dalam teori fisika modern, tetapi juga dalam bidang biologi molekuler.
Sekembalinya dari Chicago, Baiquni diangkat menjadi Guru Besar Fisika di UGM. Ia sempat menjadi rektor Universitas Nasional di Jakarta (1992-97) dan anggota kurator Universitas Islam Assyafiiyah. Saat mengajar, Baoquni disukai banyak mahasiswa karena bisa menjelaskan hal rumit secara gamblang. Dalam waktu tiga jam, ia bisa menjelaskan materi pelajaran yang disampaikan dosen lain selama satu semester.
“Sampai akhir hayatnya, beliau masih mengajar, rupanya mengajar sudah menjadi jiwanya,” kata Ignatius Sunito yang sangat dekat dengan pihak keluarga. Pakar nuklir yang juga anggota BPPN (Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional) ini juga mengajar di Fakultas Pascasarjana IAIN Jakarta dan yayasan Paramadina.
Baiquni sempat menulis buku, antara lain berjudul “Fisika Modern” terbitan tahun 1978, yang menjadi buku referensi mahasiswa FMIPA. Ia juga jadi anggota AIPI(Akademi llmu Pengetahuan Indonesia), pemah menjadi Ketua Dewan Pakar ICMI, aktif di Dewan Riset NaSional, dan anggota SIGMA-Xi Universitas Chicago. (yun/awe)
Sumber: Kompas, 22 Desember 1998
Berikut ini salah satu buku karyanya, berjudul Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern: