Riset Pangan, Energi, dan Maritim Tidak Optimal
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mulai memetakan keunggulan riset di perguruan tinggi. Pemetaan dilakukan dalam rangka menyelaraskan riset yang berkembang di perguruan tinggi dengan kebijakan riset nasional.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristek dan Dikti Muhammad Dimyati, di Jakarta, akhir pekan lalu, menjelaskan, pemerintah terus mendorong terciptanya iklim riset yang kondusif. Karena itu, hasil-hasil riset dari peneliti di perguruan tinggi dan lembaga penelitian pemerintah/nonpemerintah diusahakan untuk selaras dengan kebutuhan industri dan pembangunan.
Menurut dia, pemetaan keunggulan riset perguruan tinggi, yang datanya diambil dari Sistem Informasi dan Manajemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (Simlitabmas), mengelompokkan 23 tema riset berdasarkan delapan parameter. Parameter-parameter itu mengacu pada rencana induk penelitian (RIP), publikasi terindeks Scopus, publikasi internasional, akreditasi jurnal, buku ajar/teks, hak kekayaan intelektual, teknologi tepat guna, dan prototipe.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
10 besar
Berdasarkan pemetaan itu, didapatkan 10 besar keunggulan riset di perguruan tinggi. Penelitian-penelitian itu antara lain terkait penyakit tropis, gizi dan obat-obatan, teknologi informasi dan komunikasi, matematika dan ilmu pengetahuan alam, ilmu teknik, dan ilmu ekonomi.
Sebaliknya, riset yang jumlahnya terendah meliputi pertahanan keamanan, penanggulangan kemiskinan, maritim, otonomi daerah dan desentralisasi, transportasi, serta pengelolan dan mitigasi bencana.
“Dengan pemetaan ini, kita bisa mendorong riset perguruan tinggi yang potensial untuk dikembangkan, misalnya ke arah teknologi tepat guna dan hak kekayaan intelektual,” kata Dimyati. Menurut dia, Kemristek dan Dikti memiliki program agar riset di perguruan tinggi yang kesiapan teknologinya berada pada level 7 ke atas dapat diperkuat untuk menjadi inovasi yang siap digunakan.
Selain itu, dari hasil pemetaan tersebut, terlihat topik riset yang belum berkembang, yaitu pangan, energi, dan maritim. Padahal, topik-topik riset ini dibutuhkan. Karena itu, program hibah riset yang disediakan Kemristek dan Dikti akan digenjot untuk meningkatkan riset pangan, energi, dan maritim. Ketiganya merupakan sektor unggulan pembangunan yang belum optimal diteliti perguruan tinggi.
“Setelah memetakan keunggulan riset perguruan tinggi, kami akan memetakan kesiapan hasil riset dan kinerja perguruan tinggi,” papar Dimyati. Hal ini dilakukan agar ilmu pengetahuan dan teknologi benar-benar bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Di Korea Selatan, kontribusi iptek untuk mendorong ekonomi mencapai 60 persen. Di Indonesia, kontribusi iptek baru 16,7 persen,” ungkap Dimyati.
Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Kemristek dan Dikti Ocky Karna Radjasa menambahkan, perguruan tinggi didorong untuk mengembangkan riset dengan memanfaatkan dana hibah penelitian. Perkembangan riset dan pengabdian masyarakat yang dilakukan setiap perguruan tinggi diharapkan dilaporkan dalam sistem yang telah dibangun pemerintah, yakni Simlitabmas.
Ketua Tim Kajian Pemetaan Kekuatan Riset Ahmad Fauzi menuturkan, meski pemetaan dilakukan berdasarkan data Simlitabmas 2015 dan data diambil pada 31 Januari 2016, semua data itu sudah melalui proses validasi terlebih dahulu.
Pemetaan keunggulan riset perguruan tinggi dilakukan berdasarkan total 15.469 dokumen penelitian. Tiga besar unggulan meliputi kesehatan, penyakit tropis, gizi dan obat-obatan (2.680 dokumen); teknologi informasi dan komunikasi (1.854); dan MIPA (1.469).
Tiga unggulan terendah, yakni maritim (89 dokumen), penanggulangan kemiskinan (60 dokumen), dan pertahanan keamanan (19 dokumen). (ELN)
———–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Mei 2016, di halaman 11 dengan judul “Pemetaan Riset Mulai Dilakukan”.