Percepat Eliminasi di Lima Provinsi Endemis Tinggi
Penyebaran malaria masih jadi ancaman di sejumlah daerah di Indonesia. Kini, baru 232 dari 514 kabupaten atau kota berstatus eliminasi malaria. Untuk itu, perlu percepatan eliminasi malaria di lima provinsi endemis tinggi agar target nasional eliminasi tahun 2030 tercapai.
Lima provinsi yang termasuk endemis tinggi malaria adalah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Menurut Kementerian Kesehatan, baru 232 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia berstatus eliminasi malaria.
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Mohamad Subuh, percepatan atau akselerasi lewat kampanye kelambu anti nyamuk massal dan penyemprotan dinding rumah di semua desa dengan angka kejadian malaria di atas 40 per 1.000 penduduk. Temuan dini kasus malaria diikuti pengobatan tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tambah Pos Malaria Desa
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Mohamad Subuh menyatakan, intervensi pengendalian malaria dilakukan berdasarkan status endemis di daerah. Intervensi pada daerah endemis tinggi berbeda dengan intervensi pada daerah endemis menengah dan rendah.
Selain intervensi spesifik berdasarkan status endemis, upaya percepatan eliminasi malaria dilakukan juga dengan menambah 2.440 pos malaria desa yang dilayani oleh 3.769 kader di seluruh Indonesia.
Dukungan anggaran, baik dari APBN maupun bantuan luar negeri, untuk program pengendalian malaria rata-rata Rp 250 miliar setahun.
Andreas menambahkan, selain merekrut JMK dan JMP, upaya pengendalian malaria juga dilakukan dengan mengemas ulang obat malaria berdasarkan berat badan. ”Pasien malaria akan ditimbang dengan timbangan yang sudah diberi warna, misalnya warna merah untuk menandai berat badan 50-60 kilogram sehingga nantinya dia akan meminum obat yang warna kemasannya sama dengan penunjuk di timbangan badan. Dengan demikian, obat yang diminum tepat dosisnya,” katanya.
Dulu obat malaria dijual bebas di warung dan toko sehingga masyarakat dengan mudah bisa membelinya. Namun, setelah strategi EDAT ini warung dan toko dilarang menjual obat malaria. Selain karena obat yang dijual banyak yang sudah resisten, juga agar kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri meningkat.
Tingginya komitmen Pemkab Teluk Bintuni pada upaya pengendalian malaria, ujar Andreas, juga ditunjukkan dengan komitmen anggaran daerah rata-rata Rp 2 miliar per tahun.
”Kepemimpinan di daerah tentukan keberhasilan pengendalian malaria. Pemerintah harus aktif menjangkau, jangan menunggu,” kata Subuh pada temu media menjelang Hari Malaria Sedunia, Rabu (20/4), di Jakarta.
Data Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes menunjukkan, jumlah kasus malaria di Indonesia pada 2011-2015 menurun. Rinciannya, 422.447 kasus (2011), 417.819 kasus (2012), 343.527 kasus (2013), 252.027 kasus (2014), dan 217.025 kasus (2015).
Angka kejadian malaria (annual parasite incidence/API) pun turun dari 1,75 per 1.000 penduduk pada 2011 jadi 0,85 per 1.000 penduduk tahun 2015. Lima provinsi dengan API tertinggi di Indonesia yakni Papua (81,93 per 1.000 penduduk), Papua Barat (31,29), NTT (7,04), Maluku (5,81), dan Maluku Utara (2,77).
Menurut Subuh, API ialah jumlah kasus malaria per 1.000 jiwa pada satu tahun, sebagai penentu endemisitas daerah. API di bawah 1 ialah satu dari tiga kriteria kabupaten atau kota mendapat sertifikat eliminasi malaria. Kriteria lain ialah jumlah kasus positif yang tak ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium tak lebih dari 5 persen dan tak ada kasus penularan tiga tahun berturut-turut.
Tekan kasus
Meski tren jumlah kasus malaria menurun, baru 232 dari 514 kabupaten atau kota berstatus eliminasi malaria. Artinya, ada 282 kabupaten atau kota, mencakup 54,6 persen penduduk, belum berstatus eliminasi malaria.
Pada 2019, pemerintah menargetkan 300 kabupaten/kota sudah eliminasi malaria, tahun 2020 naik jadi 337 kabupaten/ kota, dan 2025 sebanyak 511 kabupaten/kota. Pada 2027, semua provinsi ditargetkan sudah eliminasi malaria.
Subuh berharap, pada 2028 Indonesia bisa mengajukan sertifikasi eliminasi malaria kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pada 2030 menerima sertifikat eliminasi malaria.
Kini, ada kabupaten atau kota berstatus endemis tinggi, menengah, dan rendah. Pada daerah dengan endemisitas rendah, perlu eliminasi lewat penemuan dini dan pengobatan tepat, penguatan surveilans migrasi, surveilans daerah rawan perindukan vektor, penemuan kasus aktif, dan penguatan rumah sakit rujukan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, Andreas Ciokan mengatakan, kunci keberhasilan pengendalian malaria di Teluk Bintuni ialah komitmen pemimpin daerah. Dengan komitmen kuat, Teluk Bintuni menekan angka kejadian malaria dari 112 per 1.000 penduduk pada 2009 menjadi hanya 2,4 per 1.000 penduduk pada 2015.
”Dulu, dari 10 pasien berobat ke puskesmas, tujuh orang di antaranya sakit malaria. Kini, menemukan satu kasus malaria saja sulit,” ujarnya. Pengendalian malaria di Kabupaten Teluk Bintuni melalui strategi diagnosis dini dan pengobatan tepat. Salah satunya membentuk juru malaria kampung dari warga di daerah minim akses fasilitas kesehatan dan juru malaria perusahaan di lokasi terpencil. (ADH)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Malaria Masih Menjadi Ancaman di Daerah”.