Gempa Ekuador; Pelajaran Penting bagi Indonesia

- Editor

Senin, 18 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Setelah gempa beruntun mengguncang Jepang, giliran gempa kuat dan merusak melanda Ekuador. Hingga kini, gempa belum bisa diprediksi kapan terjadi sehingga penguatan sistem mitigasi dan konstruksi bangunan tahan gempa jadi kunci menekan risiko.

Setelah gempa berkekuatan M 6,4 mengguncang Kumamoto, Jepang, Kamis (14/4) malam, gempa berkekuatan M 7 kembali terjadi di wilayah itu, Sabtu (16/4) dini hari. “Dua gempa itu terjadi akibat sesar geser mendatar di darat. Gempa yang belakangan bermagnitudo lebih besar daripada sebelumnya, maka intensitas dari gempa ini (Modified Mercalli Intensity/MMI) mencapai IX sehingga amat merusak,” kata Irwan Meilano, ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung, dihubungi dari Jakarta, Minggu.

Tingginya intensitas gempa disebabkan guncangannya amat keras. Selain magnitudonya besar dan berlokasi dangkal, besarnya guncangan diperkuat lapisan sedimen lunak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berdasarkan kejadian tersebut, menurut Irwan, pelajaran penting bagi Indonesia ialah pentingnya memahami potensi ancaman dari sumber gempa yang belum terkuantifikasi dengan baik parameternya. Itu terutama sumber gempa dekat kawasan perkotaan atau padat penduduk.

Selain itu, guncangan gempa bisa menguat jika ada lapisan sedimen. “Beberapa kota besar di Indonesia ada di jenis tanah seperti ini, antara lain Jakarta, Bandung, dan Surabaya, sehingga harus waspada,” katanya.

Irwan juga mengingatkan, ada potensi suatu gempa besar bisa diikuti gempa lebih besar. Gempa pertama adalah foreshock (guncangan awal) bagi gempa selanjutnya. Meski gempa dengan sumber di darat itu kuat, jumlah korban tewas sejauh ini, menurut Reuters, sekitar 41 orang. “Korban lebih banyak diprediksi terjadi di Ekuador,” kata Irwan.

Pada Minggu pagi, gempa kuat mengguncang Ekuador. Guncangan kuat gempa bumi itu dirasakan di sejumlah kota besar, seperti Rosa Zarate, Propicia, Santo Domingo de los Colorados, Guayaquil, dan Quito, ibu kota Ekuador. Menurut laporan United States Geological Survey (USGS), gempa tersebut berkekuatan M 7,8 dengan kedalaman hiposenter 19,2 kilometer.

Laporan dari The Guardian, sedikitnya 77 orang tewas dan 500 orang terluka. Jumlah korban diperkirakan terus bertambah. “Pada 1906, di zona ini pernah dilanda gempa dengan korban mencapai 1.000 orang. Subduksi di Ekuador dekat pantai dan pusat gempanya dekat perkotaan,” ucap Irwan.

Kegempaan Indonesia
Seperti halnya Ekuador dan Jepang, Indonesia memiliki banyak subduksi lempeng aktif yang ada di sebelah barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan di Laut Banda. Selain itu, di sebelah utara Sulawesi ada zona subduksi, termasuk subduksi dobel di Lempeng Laut Maluku, dan subduksi Lempeng di sebelah utara Papua.

“Dibandingkan dengan Ekuador, ancaman gempa bumi subduksi lempeng lebih besar dialami negara kita. Indonesia dikepung generator gempa dari berbagai arah,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono.

Peneliti gempa dan tsunami Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, menambahkan, kecilnya korban di Jepang karena mitigasi bencana di negara itu berjalan baik. Kualitas bangunan sudah sesuai standar bangunan tahan gempa. Kereta cepat dan aliran gas bisa dimatikan sebelum guncangan gempa tiba karena ada sistem peringatan dini gempa.

Terkait hal itu, Widjo mendorong agar Indonesia serius melaksanakan mitigasi bencana gempa. Caranya dengan memetakan lebih rinci tentang potensi kegempaan dan jika sumbernya dekat pantai, sekalian dipetakan risiko tsunami. Sejauh ini, banyak zona gempa di Indonesia belum terpetakan secara rinci.

“Audit infrastruktur dan bangunan tahan gempa juga harus dilakukan. Sejauh ini kita belum menerapkan standar bangunan tahan gempa dengan baik. Rumah-rumah yang telanjur dibangun tanpa memperhitungkan aspek gempa harus diperkuat,” katanya menambahkan.

Irwan mengingatkan, di tengah maraknya pembangunan infrastruktur, termasuk kereta cepat, penerapan sistem peringatan dini gempa bumi mendesak dilakukan. “Selama ini pembangunan kita belum memperhatikan aspek bencana,” ujarnya. (AIK)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 April 2016, di halaman 13 dengan judul “Pelajaran Penting bagi Indonesia”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB