Mobil Tanpa Pengemudi

- Editor

Kamis, 17 Maret 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Majalah Time edisi 7 Maret 2016 muncul dengan judul yang cukup provokatif. “Tanpa Kemacetan. Tanpa kecelakaan. Tanpa kematian. Yang harus Anda lakukan adalah menyerahkan hak Anda untuk mengemudi.”

Menurut majalah Time, hak untuk mengemudi itu harus diserahkan kepada mobil yang dapat mengemudi sendiri. Sebab, komputer itu pengemudi yang lebih baik daripada manusia. Komputer dapat memproses berbagai ragam informasi yang datang dari sensor-sensor dan kamera-kamera di mobil, serta dari satelit, global positioning system (GPS), data cuaca, data lalu lintas, dan data lain dalam hitungan sepersekian detik.

Komputer dapat memproses lebih dari 100.000.000.000 (100 miliar) instruksi dalam waktu 1 detik. Sementara manusia hanya mampu memproses satu instruksi dalam waktu 0,4 detik. Jika mendapatkan dua instruksi, waktu yang diperlukan 0,8 detik, atau 0,4 detik ditambah dengan 0,4 detik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Misalnya, seseorang melaju dengan sepeda motor atau mobil dengan kecepatan 60 kilometer per jam. Lalu kepadanya dikatakan, apabila petugas yang berdiri sekitar 50 meter di depannya mengangkat bendera merah, maka ia harus menginjak pedal rem dan berhenti.

Ketika petugas itu mengangkat bendera merah, maka ia memerlukan waktu 0,4 detik untuk bereaksi. Namun, jika kepadanya dikatakan, apabila petugas mengangkat bendera kuning, ia harus membelok ke kiri, dan kalau mengangkat bendera biru, ia harus membelok ke kanan, maka waktu yang diperlukan untuk bereaksi menjadi 0,8 detik.

Manusia itu secara kodrat adalah makhluk pejalan kaki, yang berjalan dengan kecepatan rata-rata 5-10 kilometer per jam. Itu sebabnya, ketika seseorang tengah berjalan cepat dengan kecepatan lebih kurang 8-10 kilometer per jam, dan tiba-tiba seseorang melintas di depannya, ia tidak dapat menghindarinya, tabrakan pun terjadi. Berbeda dengan cheetah yang dapat berbelok saat berlari dengan kecepatan 98 kilometer per jam.

Bahkan, pebalap F1 sekelas Sebastian Vettel, yang dapat melajukan kendaraannya dengan kecepatan sekitar 300 kilometer per jam pun akan menabrak mobil di depannya, jika mobil itu tiba-tiba mengurangi kecepatannya.

5cacf7baa8c0450fa0cd5b17ed090d05GOOGLE.COM–Google tak ketinggalan ikut mengembangkan mobil tanpa pengemudi (self-driving car). General Motors, Ford, hingga Mercedes Benz, Tesla, dan Toyota berlomba dalam membuat mobil yang dapat mengemudi sendiri.

Belum lagi, komputer juga lebih baik dalam mengamati pengemudi atau kendaraan lain, lebih baik dalam menjaga jarak yang sama dengan kendaraan yang melaju di depannya. Perhatian komputer pun tidak teralihkan karena tidak diajak bicara dengan istri, anak, teman, dan saudara.

Atau, karena menerima panggilan telepon, atau yang sangat berbahaya, mengetik pesan layanan singkat (SMS) atau pesan sejenis. Komputer pun tidak lelah, mengantuk, mabuk, atau tertarik karena ada kejadian aneh di tepi jalan.

Semua keterbatasan manusia itu menjadikannya tidak aneh jika data yang ada menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen penyebab kecelakaan yang terjadi di jalan adalah karena faktor manusia (human error).

Perlu waktu
Tidak ada yang membantah bahwa mobil yang dapat mengemudi sendiri itu lebih baik daripada mobil yang dikendarai manusia. Namun, tentunya kehadiran mobil yang dapat mengemudi sendiri secara massal di jalan raya masih perlu waktu.

Di Amerika Serikat, mobil-mobil itu tengah diuji coba. Tesla Motors, perusahaan pembuat mobil listrik Amerika Serikat, September lalu, memutakhirkan perangkat lunak untuk mobil- mobil buatannya. Perangkat itu mengoordinasikan sensor, kamera, GPS, dan mengendalikan mobil, yang memungkinkan mobil itu mengemudi sendiri, jika pengemudi manusia yang duduk di belakang setir tidak bereaksi cukup cepat dalam keadaan berbahaya.

Semua perusahaan pembuat mobil terkemuka dunia pun, mulai dari General Motors, Ford, hingga Mercedes Benz dan Toyota, turut berlomba dalam membuat mobil yang dapat mengemudi sendiri.

Dalam beberapa tahun ke depan, mobil-mobil itu sudah akan turun ke jalan. Di AS, hingga kini sudah 4 dari 59 negara bagian yang melegalkan mobil yang dapat mengemudi sendiri. Sebanyak 13 negara bagian lain tengah menyusun undang-undang serupa.

JAMES LUHULIMA

Sumber: Kompas Siang | 16 Maret 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB