Pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan dipengaruhi pembangunan regional dan usaha kecil menengah berbasis digital. Oleh karena itu, kedua sektor tersebut perlu digarap serius, baik dari sisi kebijakan maupun kesiapan infrastruktur.
Ekonom Grup Riset Ekonomi Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Yoga Affandi mengemukakan hal itu dalam seminar nasional “Harmonisasi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan”, Rabu (2/3), di Jakarta.
Seminar yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Jakarta itu menghadirkan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution sebagai pembicara kunci. Ketua Yayasan Indonesia Forum Raden Pardede dan Direktur Peraturan II Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan John L Hutagaol juga hadir sebagai pembicara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yoga mengatakan, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional di luar Jawa perlu didorong. Saat ini, pertumbuhan ekonomi di luar Jawa masih rendah.
“Daerah dengan ekonomi yang berpenghasilan lebih rendah, jika ditumbuhkan, akan tumbuh lebih tinggi daripada daerah dengan ekonomi yang berpenghasilan lebih tinggi,” katanya.
Di samping itu, lanjut Yoga, pemerintah juga perlu meningkatkan pertumbuhan usaha kecil menengah (UKM) berbasis digital. Mengutip kajian Deloitte (2015), ujar Yoga, penggandaan tingkat penetrasi pita lebar dan keterlibatan UKM secara digital dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2 persen.
Melalui teknologi digital, UKM dapat meningkatkan pendapatan hingga 80 persen. Selain itu, meningkatkan kesempatan kerja hingga 1,5 kali, menaikkan inovatif hingga 17 kali, dan lebih kompetitif secara internasional.
“Agar kedua sektor itu tumbuh, pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur, konektivitas antardaerah, dan e-dagang,” ujarnya.
Khusus pengembangan perdagangan elektronik atau e-dagang, lanjut Yoga, pemerintah perlu meningkatkan akses pita lebar, membantu UKM masuk bisnis digital, memperluas akses pembiayaan, dan meningkatkan layanan pembayaran elektronik.
Persoalan klasik
Di sisi lain, Yoga juga mengingatkan pemerintah untuk membenahi dua persoalan mendasar yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua persoalan itu adalah harga pangan yang masih menjadi penyumbang inflasi dan struktur ekspor yang rapuh.
“Struktur ekspor Indonesia masih berbasis sumber daya alam. Produk ekspor Indonesia juga tidak ditopang dengan teknologi tinggi,” ujarnya.
Raden Pardede menilai, perekonomian di dalam negeri sama sekali tidak buruk. Namun, target pertumbuhan ekonomi 5 persen tidak cukup, terutama dalam penciptaan lapangan kerja.
Menurut dia, ekonomi tidak hanya soal pertumbuhan, tetapi juga penyerapan tenaga kerja.
“Pada 2015, serapan tenaga kerja hanya 500.000 orang. Padahal, kebutuhannya 2,2 juta. Ini bisa menjadi sumber kemiskinan,” ujarnya.
Terkait inflasi, Raden mengemukakan, inflasi di Indonesia saat ini tergolong rendah. Namun, pangan masih memberikan andil besar dalam inflasi.
Sementara itu, Darmin Nasution mengemukakan, Indonesia tengah berupaya berbalik arah dari pengaruh pelambatan perekonomian global. Salah satu upaya yang dilakukan dengan menjaring investasi jangka panjang di bidang infrastruktur, pembangunan kawasan industri di daerah, dan mengembangkan pariwisata.
Darmin mengakui, pangan masih menjadi kendala utama. Menurut dia, persoalan pangan tidak hanya terkait ketersediaan dan jumlah, tetapi juga menyangkut jalur distribusi dan para pemain di bidang itu. (HEN)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Maret 2016, di halaman 17 dengan judul “Dorong Pengembangan Daerah dan UKM Digital”.