Pemerintah Kota Jambi meminta Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melanjutkan riset tentang keberadaan dan sebaran virus zika di kota itu. Hal itu untuk menindaklanjuti temuan Lembaga Eijkman terkait kasus virus zika di Kota Jambi pada 2015.
Surat permintaan kerja sama itu disampaikan Wali Kota Jambi Syarif Fasha kepada Direktur Eijkman Amin Subandrio, Kamis (11/2) malam, di Jambi. Jambi diharapkan menjadi percontohan kota proaktif mendeteksi dini virus zika. Sebelumnya, Syarif mengundang Amin dan peneliti Eijkman ke kediamannya.
Menurut Syarif, temuan satu pasien demam di Jambi yang terinfeksi zika menimbulkan keresahan warga setempat. Dengan adanya riset lanjutan, bisa diperoleh gambaran lebih lengkap sebaran virus itu di Jambi. “Pendanaan riset ini akan disediakan Lembaga Eijkman,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Deputi Direktur Lembaga Eijkman Herawati Sudoyo menyambut positif permintaan Pemerintah Kota Jambi itu. “Ini bagian dari tugas kami meneliti virus zika. Eijkman sejak tiga tahun terakhir punya unit khusus yang fokus meneliti virus baru ataupun virus lama yang beredar kembali,” ucapnya.
Kepala Unit Dengue Eijkman Tedjo Sasmono mengatakan, temuan virus zika di Jambi diawali merebaknya demam berdarah dengue di Kota Jambi pada Desember 2014-April 2015. Lalu, tim Eijkman bekerja sama dengan Rumah Sakit Siloam Jambi memeriksa 261 pasien terduga dengue. Dari pemeriksaan itu, 107 sampel darah pasien positif dengue dan 103 negatif dengue. “Sampel negatif dengue diteliti untuk dicari sumber infeksinya,” ujarnya.
Peneliti Emerging Virus Research Unit Lembaga Eijkman, Frilasita Yudhaputri, mengatakan, dari 103 sampel pasien negatif dengue itu, ditemukan delapan pasien positif terinfeksi cikungunya dan satu pasien positif terinfeksi zika. Pasien yang diidentifkasi sebagai pria berusia 27 tahun itu tak pernah bepergian ke daerah lain. Itu berarti, ia terinfeksi zika di Jambi.
Sotiningsih, ahli Patologi Klinik dari RS Siloam Jambi yang turut melakukan riset bersama tim Eijkman, mengatakan, pasien positif zika demam ringan. Pasien sembuh beberapa hari kemudian.
Menurut Frilasita, temuan itu dilaporkan lewat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada September 2015 dan ditulis di jurnal internasional, Emerging Infectiouse Desease,yang secara daring bisa diakses akhir Januari 2016. Saat dilaporkan, virus zika belum jadi perhatian. “Apalagi, demam pada pasien zika ringan,” ujarnya.
Setelah penularan virus zika merebak di Amerika Latin dan diduga memicu kenaikan angka mikrosefalus pada bayi, hal itu menjadi perhatian. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyerukan kewaspadaan pada virus zika.
Pemetaan virus zika
Meski Eijkman berhasil mengisolasi virus zika di Jambi pada 2015, sebaran virus itu di Jambi dan kota lain di Indonesia belum diketahui. Laporan di berbagai jurnal ilmiah menyebutkan, zika beredar di Klaten, Jawa Tengah, tahun 1981; Lombok 1983; dan dua pelancong dari Australia terinfeksi zika di Jakarta pada 2013 dan di Bali pada 2015.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Andi Pada menyatakan menerima surat edaran Menteri Kesehatan awal pekan ini tentang deteksi dini zika. Daerah diminta mengirim sampel darah pasien negatif DBD kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Namun, hal itu belum bisa dilakukan pemerintah daerah hingga enam bulan ke depan. “Dana terbatas karena biaya pengiriman sampel dibebankan ke daerah. Tahun ini, biaya itu belum dianggarkan di APBD,” ujarnya.
Sementara itu, WHO, Rabu, menyarankan perempuan terkait cara proteksi diri dari zika, terutama saat hamil. Ibu hamil tetap bisa melahirkan bayi normal karena penyakit itu ringan.(ITA/AIK/REUTERS/DWA)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Februari 2016, di halaman 14 dengan judul “Riset Penyebaran Virus Zika di Jambi Dilanjutkan”.