Gagasan menghapus batas atas biaya kuliah di perguruan tinggi negeri mendapat penolakan. Penghapusan batas atas biaya kuliah dinilai sebagai upaya negara melepaskan tanggung jawab pada pendidikan tinggi karena mendorong perguruan tinggi negeri mencari dana dari mahasiswa.
Wacana mengkaji kembali penetapan biaya kuliah mahasiswa atau uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN) mencuat dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2016.
Selama ini, penetapan batas atas UKT diserahkan kepada setiap PTN, yang saat ini jumlahnya 78 PTN. PTN-PTN tersebut menerima mahasiswa melalui Seleksi Nasional Masuk PTN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berkembang pemikiran, seandainya batas atas biaya kuliah dihapus, mahasiswa dapat dikenai biaya yang lebih besar oleh PTN. Dana yang diterima PTN dari negara selanjutnya dapat dipakai untuk mahasiswa dari kelompok yang kurang mampu.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung Satryo Soemantri Brodjonegoro di Jakarta, Kamis (4/2), mengatakan, pembiayaan PTN merupakan tanggung jawab negara. Karena itu, PTN jangan dibebani tugas mencari uang.
“Walaupun PTN mampu mendapatkan uang dari riset, uang tidak menjadi tujuannya. Riset yang dilakukan PTN merupakan kewajiban untuk mengembangkan ilmu,” ucap Satryo.
Menurut dia, terserah PTN untuk memanfaatkan dana yang diperolehnya, apakah untuk meningkatkan sarana-prasarana atau menambah subsidi kepada mahasiswa. “Namun, subsidi negara kepada PTN tetap harus diberikan sesuai tuntutan pada PTN itu,” kata Satryo.
Ketika membuka banyak PTN, menurut Satryo, pemerintah harus siap dengan konsekuensi di bidang pendanaan. Jika kemampuan finansial negara masih terbatas, harus diumumkan secara transparan berapa biaya pendidikan di suatu program studi dan berapa kemampuan negara untuk memberikan subsidi. “Idealnya, biaya kuliah Rp 30 juta per tahun per mahasiswa,” katanya.
Upaya lain untuk meningkatkan alokasi biaya pendidikan tinggi, lanjut Satryo, ialah dengan mengefisiensikan anggaran. Cara ini dapat ditempuh dengan mengkaji keberadaan PTN kedinasan yang jumlahnya banyak dan menyerap dana pendidikan.
Praktisi pendidikan, Doni Koesoema, mengingatkan, kuliah di PTN harus terjangkau masyarakat. Pemerintah harus menghilangkan berbagai hambatan bagi warga negara untuk mengakses kuliah di PTN.
Jika ada seleksi mandiri yang menjadi kewenangan PTN, jumlah mahasiswa yang diterima lewat seleksi ini harus dibatasi ketat, yakni cukup sekitar 10 persen dari alokasi kursi.
Menurut Doni, PTN bisa saja didorong untuk kreatif mencari pendanaan melalui kerja sama riset. Namun, untuk menuju PTN yang mampu menghasilkan riset yang baik tetap dibutuhkan dukungan dari pemerintah, termasuk pendanaan. (ELN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Februari 2016, di halaman 1 dengan judul “Pendanaan PTN Tanggung Jawab Negara”.