BPPT Soroti Kereta Cepat Jakarta-Bandung

- Editor

Selasa, 26 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sistem kereta api cepat dari Tiongkok yang akan dibangun Jakarta-Bandung harus melalui proses pengkajian teknologi dan pengujian di laboratorium di Indonesia. Sebelum proses pengujian itu, perlu ditetapkan standar yang menjadi acuan.

“Pengujian rancang bangun dan performa seluruh aspek moda transportasi perlu untuk menjamin keselamatan dan keamanan sarana transportasi massal itu dalam pengoperasian di Indonesia,” kata Kepala Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Barman Tambunan, di Jakarta, Senin (25/1).

Namun, ia menyayangkan peresmian pembangunan kereta cepat itu oleh Presiden Joko Widodo pekan lalu yang tak melalui proses pengkajian dan pengujian oleh badan riset terkait. Dalam pengujian, pihaknya punya sarana memadai dan pengalaman sejak 1984. “Namun, hingga kini belum dilibatkan,” kata Barman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meski belum pernah menguji kereta cepat, fasilitas pengujian di laboratorium BPPT dapat digunakan untuk itu, seperti uji statik dan dinamis beberapa komponen penting, seperti bogi, bantalan di roda, dan rel.

Saat ini, BPPT satu-satunya lembaga riset di Indonesia yang punya fasilitas uji kereta api ini. “Fasilitas kami paling lengkap, bahkan di tingkat Asia Tenggara,” ujar chief engineer Program Uji Struktur Kereta dan Komponen B2TKS BPPT, Anwar.

Selain itu, pengalaman dalam menangani uji pesawat terbang bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia yang kualifikasinya lebih tinggi juga dapat menjadi acuan kemampuan para perekayasa dan pakar konstruksi di BPPT.

Barman berharap, keberadaan sarana transportasi modern di Indonesia ini dapat melibatkan dan memanfaatkan sumber daya lokal, baik material maupun sumber daya manusianya. Untuk itu, pengadaannya menggunakan pola lisensi yang pembuatannya mensyaratkan supervisi, transfer teknologi, dan melibatkan tenaga kerja Indonesia.

Dengan begitu, manufaktur komponen dan pengujian kereta cepat juga dapat dikembangkan di Indonesia. “Cara ini penting dalam membangun industri dalam negeri dan memanfaatkan bahan baku lokal,” ujarnya.

Dalam uji konstruksi kereta api, selama ini BPPT bekerja sama dengan PT INKA. BPPT juga terlibat dalam uji rancang bangun pembuatan jenis kereta api yang akan diekspor ke Banglades dalam waktu dekat. (YUN)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Januari 2016, di halaman 14 dengan judul “BPPT Soroti Kereta Cepat Jakarta-Bandung”.
—–
Aman, Tantangan Kereta Cepat

Ketika gempa berkekuatan M 9 mengguncang Tohoku, pesisir timur Jepang bagian utara, 11 Maret 2011 sore, setidaknya 27 kereta cepat beroperasi di kawasan itu, dua di antaranya kereta model terbaru yang melaju dengan kecepatan 270 kilometer per jam. Hanya sekitar 10 detik sebelum gelombang gempa menghantam, kereta-kereta itu berhenti.

Melalui sistem deteksi dini gempa terintegrasi dengan pengereman darurat, tak satu pun kereta cepat yang dikenal sebagai Shinkansen atau kereta peluru itu terguling. Itu menambah panjang kisah sukses Jepang menjaga rekor keselamatan Shinkansen.

Sejak dioperasikan pada 1964, jaringan kereta Shinkansen telah mengangkut 10 miliar penumpang pada 2014. Tak sekali pun ada kecelakaan fatal akibat kereta anjlok atau tabrakan. Satu orang tewas karena terjepit pintu kereta dan beberapa kali kasus bunuh diri dengan menabrakkan diri ke kereta.

Bagi negara produsen utama mobil dunia itu, kereta menjadi jantung utama sistem transportasi. Setiap hari, jalur kereta cepat Shinkansen sepanjang 2.391 km melayani 1.144 perjalanan di hampir seluruh Jepang.

Meski amat terlambat, Indonesia mulai membenahi jaringan kereta. Setelah membangun kereta massal atau MRT di Ibu Kota Jakarta sejak tahun lalu, kita mulai membangun kereta cepat, menghubungkan jarak 142 km Jakarta-Bandung. Peletakan batu pertama oleh Presiden Joko Widodo dilakukan pekan lalu.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia memilih menggandeng Tiongkok dibandingkan dengan Jepang di proyek kereta cepat. Hal itu sempat menuai kontroversi dan merenggangkan hubungan diplomasi Jepang dan Indonesia.

Tiongkok menjadi raksasa baru dunia dalam teknologi dan infrastruktur, termasuk pengembangan kereta. Sejak dibangun pada 2007, high-speed rail (HSR) di Tiongkok tumbuh pesat. Kini, negeri itu punya jalur kereta cepat lebih dari 17.000 km, terpanjang di dunia. Jika pada 2007 mengangkut 237.000 penumpang, pada 2014 mengangkut 2,49 juta penumpang.

Rintisan awal kereta cepat di Tiongkok itu didukung perusahaan multinasional, seperti Siemens dari Korea, Bombardier dari Perancis, dan perusahaan Jepang yang membangun Shinkansen, Kawasaki Heavy Industries. Klausul transfer teknologi memungkinkan Tiongkok mendesain sendiri kereta cepat kecepatan 380 km per jam, yang kini tercepat di dunia. Belakangan, Tiongkok menjadi negara pertama yang menjalankan kereta cepat teknologi magnetically levitated (magnev) dengan kecepatan maksimum 431 km per jam.

Namun, ada celah pada teknologi kereta cepat Tiongkok. Baru empat tahun beroperasi, terjadi kecelakaan fatal kereta cepat di Tiongkok pada 23 Juli 2011 saat dua kereta bertabrakan di Distrik Lucheng, menewaskan 40 orang dan 192 orang terluka. Hasil investigasi menemukan, hal itu dipicu sambaran petir yang mematikan sistem kereta cepat, lalu kereta lain menabrak dari belakang.

Risiko bencana
Meski kita pilih Tiongkok untuk mengembangkan kereta cepat, tak ada salahnya belajar dari Jepang tentang cara menjaga rekor keamanan Shinkansen, terutama dari bencana alam.

Kondisi geologi Indonesia mirip Jepang. Dua negara itu diimpit zona tumbukan lempeng benua, penyebab banyak gunung api aktif dan gempa bumi. Terkait bencana hidrometeorologi, jika Jepang rutin terancam angin topan, Indonesia rentan gerakan tanah.

Gempa dan longsor itu menjadi ancaman serius kereta cepat Jakarta-Bandung. Maka, antisipasi dua ancaman itu mesti jadi satu paket dengan pembangunannya. Apalagi, di jalur kereta itu akan dibangun kota-kota baru.

Menurut ahli bencana Surono, rel yang akan dibangun termasuk zona rentan longsor. Tanahnya lempung mengembang sehingga butuh rekayasa struktur agar bangunan aman. “Tanpa mitigasi longsor, ambruknya bangunan pada kasus Hambalang bisa terulang,” ucapnya.

Ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, menekankan pentingnya sistem peringatan dini gempa. Risiko gempa dari kereta cepat tak bisa diabaikan. “Bayangkan jika kereta cepat melaju, lalu ada gempa. Bisa berakibat kecelakaan fatal,” ujarnya.

Kunci keamanan Shinkansen Jepang ialah, integrasi dengan sistem deteksi dini gempa, urgent earthquake detection and system (UrEDAS). Sistem yang dibangun sejak 1996 itu bisa mendeteksi dini gelombang gempa, mengirim informasinya ke stasiun kereta, lalu otomatis mengaktifkan sistem pengereman darurat.

Prinsipnya, gempa punya dua gelombang, yakni tremor pendahuluan atau gelombang-P (primary waves) dan gelombang-S (secondary waves). Begitu gempa, gelombang-P menjalar lebih cepat, 5 km per detik, sifatnya tak merusak. Adapun gelombang-S lebih lambat, 3 km per detik, tetapi amat merusak. Informasi dari gelombang-P menjadi dasar sistem informasi dini gempa (EEW). Semakin jauh lokasi dari sumber gempa, beda waktu kedatangan gelombang-S dan gelombang-P kian tinggi.

Deputi Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bidang Geofisika Masturyono mengatakan, ancaman gempa pada kereta cepat bisa dari sesar Cimandiri yang menerobos jalur itu, selain sejumlah sesar lokal lain. “Potensi gempa M 6 atau lebih kecil, tetapi amat dekat dengan obyeknya,” katanya. Karena sumber gempa amat dekat, sistem EEW mungkin tak memadai untuk menghentikan kereta tepat waktu.

Ancaman gempa bisa dari zona subduksi kekuatan lebih dari M 8,5. Jarak sumber gempa jauh sehingga sistem EEW untuk pengereman darurat. “BMKG belum diajak bicara mengenai mitigasi gempa kereta cepat. Kami akan paparkan kajian awal risiko ke Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan,” ujarnya.

Ada tiga alternatif pembangunan EEW di Indonesia tergantung anggaran BMKG. Pertama, pengembangan alat yang akan dihibahkan Jepang akhir 2016. “Meski ada alat hibah, EEW belum bisa beroperasi karena harus dilengkapi sistem otomatisasi,” ujarnya.

Kedua, tawaran hibah dari Tiongkok dilengkapi EEW bagi warga. “Belum jelas apa sistem itu bisa untuk kereta cepat. Dari dua alternatif, paling cepat bisa dianggarkan pada 2017,” ujarnya.

Alternatif lain, sistem EEW kereta cepat dibebankan ke dana proyek kereta Jakarta-Bandung. “Dana itu amat kecil dibandingkan dengan nilai proyek kereta cepat, tetapi amat vital,” ujarnya.–AHMAD ARIF
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Januari 2016, di halaman 14 dengan judul “Aman, Tantangan Kereta Cepat”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB