Penyakit Jembrana, Penyakit Unik Indonesia

- Editor

Sabtu, 16 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kompas cetak edisi Rabu (13/1/2016) halaman 1 menampilkan arsip berita Kompas 41 tahun sebelumnya yang berjudul “Penyebab Penyakit Jembrana Ditemukan”. Dalam berita tersebut disebutkan penyebab penyakit jembrana adalah kuman rickettsia, tetapi belakangan dipastikan bahwa penyebabnya bukan rickettsia.

Dalam arsip berita itu disebutkan, dua peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Soehardjo Hardjosworo dan Iwan T Budiarso, menemukan kuman rickettsia sebagai penyebab penyakit jembrana tahun 1972. Hasil penelitian tersebut baru dipresentasikan di depan pejabat Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) di Denpasar, Bali, pada 18 Desember 1974.

Temuan tersebut waktu itu disebutkan penting dalam perdagangan Indonesia karena sebelumnya FAO menduga penyakit jembrana mirip penyakit sapi lainnya, yaitu rinderpest atau sampar sapi karena gejala klinisnya mirip. Sampar sapi disebabkan paramyxovirus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jika benar karena sampar sapi, ekspor ternak Indonesia akan ditolak negara pengimpor karena sampar sapi adalah penyakit sangat menular yang merugikan ekonomi global. Waktu itu sapi bali diekspor ke Singapura dan Hongkong.

Saat ini ekspor sapi bali telah dilarang karena dinilai sapi bali sebagai plasma nutfah atau sumber daya genetik asli Indonesia walaupun Malaysia pernah menyatakan minat mengimpor sapi bali tahun 2012 lalu. Malaysia waktu itu, seperti diberitakan Kompas, bahkan telah meminta sampel darah sapi bali untuk memastikan sapi bali tidak menderita penyakit jembrana.

Menyerang sapi bali
Penyakit jembrana adalah penyakit unik Indonesia karena menyerang pada sapi bali, sapi asli Indonesia. Sapi bali yang bernama Latin Bos javanicus atau Bos sondaicus adalah keturunan banteng (Bos banteng). Ciri yang khas, yang membedakan dengan sapi madura, misalnya, adalah bagian kaki dan pantat yang berwarna putih. Di kalangan peminat sapi bali biasanya disebut sapi yang “berkaus kaki putih”.

Informasi lengkap tentang sejarah dan penelitian penyakit jembrana ini dituangkan dalam lokakarya “Penyakit Jembrana dan Lentivirus pada Sapi” di Denpasar pada 10-13 Juni 1996. Sejumlah peneliti dari dalam negeri dan luar negeri memublikasikan hasil penelitiannya terhadap penyakit jembrana. Prosiding lokakarya tersebut dapat diakses gratis di internet.

Sesuai namanya, penyakit sapi ini disebut penyakit jembrana karena wilayah pertama kali terjadinya wabah adalah di Kabupaten Jembrana, di Bali bagian barat, tepatnya di Desa Sangkaragung, Kecamatan Jembrana. Seperti dipaparkan dalam salah satu makalah lokakarya tersebut, peneliti Balai Penyidikan Penyakit Hewan Denpasar, S Soeharsono dan IGN Teken Temadja, mencatat, wabah penyakit muncul pertama kali Desember 1964, menyerang sapi bali dan kerbau.

Sapi bali tersebut menunjukkan gejala pembesaran kelenjar getah bening di bawah kulit di pangkal leher. Gejala klinis ini konsisten terjadi pada sapi bali yang menderita penyakit serupa. Gejala lainnya adalah “keringat darah” karena ada pendarahan di kulit, demam tinggi, lemas, tidak mau makan, leleran dari hidung, dan diare berdarah. Gejala-gejala ini muncul selama 5-12 hari.

Penyakit yang umum menyerang sapi dan kerbau di wilayah itu adalah septicaemia haemorrhagica atau penyakit ngorok. Sapi dan kerbau di wilayah wabah itu yang disuntik antiserum atau vaksin penyakit ngorok tidak sembuh. Penyakitnya malah menyebar ke delapan kabupaten di Bali pada Agustus 1965.

53a6703de0ea4ae2bc42ea3c92b4a39dWabah kedua terjadi pada tahun 1972 di Kabupaten Tabanan, yang berbatasan dengan Kabupaten Jembrana. Tingkat kematian sapi bali karena penyakit misterius ini juga tinggi. Sejak tahun 1965 sampai dengan tahun 1974 tersebut, penyakit jembrana menyebabkan kematian sapi bali lebih dari 25.000 ekor.

Selain di Bali, penyakit misterius itu juga menyerang sapi bali di Lampung pada Juni 1976. Pada November 1978 penyakit serupa menyerang sapi bali di Banyuwangi, Jawa Timur. Banyuwangi adalah wilayah yang dilalui sapi bali yang dikirim dari bali ke Jakarta. Sapi-sapi selain sapi bali tidak terkena penyakit ini.

Wabah ketiga terjadi tahun 1981 di Kabupaten Karangasem di Bali bagian timur. Saat ini penyakit jembrana adalah penyakit endemik di Bali. Pada 1992 penyakit jembrana menyerang sapi bali di Sawahlunto-Sijunjung di Sumatera Barat. Tahun 1993 serangan terjadi di Kalimantan Selatan dan tahun 1995 di Bengkulu.

Meskipun ketika pertama kali ditemukan tahun 1964 juga menyerang kerbau (Bubalus bubalis), belakangan penyakit ini diketahui hanya menyerang sapi bali. Dalam penelitian Soeharsono dan kawan-kawan, virus penyakit jembrana juga dicoba ditularkan pada sapi ongole (Bos indicus), sapi friesian (Bos taurus), sapi bali campuran, dan kerbau, tetapi umumnya menunjukkan gejala klinis tidak seperti sapi bali, yang dapat dilihat secara terbuka di lapangan.

Virus penyakit jembrana
Penyebab penyakit jembrana tersebut berdasarkan penelitian belakangan dengan teknik lebih canggih diketahui bukan kuman rickettsia, melainkan virus penyakit jembrana yaitu lentivirus. Pencarian penyebab penyakit jembrana ini lama, memakan waktu 20 tahun lebih, karena kesulitannya untuk membiakkan agen penyebab di laboratorium.

Menurut S Ramacgandran, peneliti dari Universitas Edinburg, Inggris, seperti tertulis dalam makalah dalam lokakarya, penyakit ini tidak menular antarsapi, tetapi penyebarannya dilakukan oleh caplak Boophilus microplus.

Penelitian terhadap penyakit jembrana ini terus berlanjut. Dalam perkembangannya, penyakit jembrana ini tetap menarik perhatian peneliti. Peneliti Laboratorium Genetika Molekuler Hewan, Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Cibinong, Bogor, Indriawati, Endang Tri Margawati, dan Muhammad Ridwan, pada Agustus 2013, misalnya, memublikasikan hasil penelitian mereka tentang penyakit jembrana.

Penelitian mereka yang dimuat dalam jurnal Berita Biologi berjudul “Identifikasi Penyebab Penyakit Jembrana pada Sapi Bali Menggunakan Penanda Molekuler Gen env SU”. Hasilnya, penanda genetik env SU dengan metode sintesis dan amplifikasi DNA atau polymerase chain reaction (PCR) atau real-time PCR dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi sapi bali yang dicurigai terinfeksi penyakit jembrana lebih dini.

Hingga tahun 2015, penyakit jembrana masih terus menyerang sapi bali. Kantor berita Antara dan Tribunnews.com, misalnya, melaporkan pada April 2015, penyakit jembrana menyerang peternakan sapi Sungai Duren Muarojambi di Provinsi Jambi. Akibatnya, tujuh sapi bali mati dan positif terjangkit penyakit itu. Dinas Peternakan setempat segera menggalakkan penanganan penyakit tersebut dengan vaksinasi pada sapi yang sehat.

SUBUR TJAHJONO

Sumber: Kompas Siang | 15 Januari 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 14 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB