Catatan Iptek; Chiropraktik

- Editor

Rabu, 13 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jika sihir modernisasi menganggap pengobatan tradisional sulit berkembang dan menghapusnya segera, maka dunia akan dalam bencana besar.

Charles Leslie, antropolog,dalam bukunya “Asian Medical System” (1976)

Sistem pengobatan modern berkembang ke seluruh dunia seiring dengan kolonisasi. Sistem pengobatan yang tumbuh dalam budaya Barat ini ”unggul” karena mudah diterima nalar, berbasis penelitian, sekaligus bisa dibuktikan dan direplikasikan. Dengan cepat—apalagi dengan tekanan penjajah pada yang terjajah—terpinggirkanlah sistem pengobatan lokal yang juga acap disebut pengobatan Timur atau tradisional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meskipun pengobatan tradisional menjadi lebih personal dan biaya sesuai kemampuan pasien, dalam banyak hal, pengobatan tradisional ”kalah” karena menjadi antitesis pengobatan modern: berbasis kepercayaan dan kekuatan supernatural yang sulit diverifikasi dan direplikasi (Foster&Anderson, 1978).

Namun, di banyak negara pengobatan tradisional tetap tumbuh karena perkembangan pengobatan modern tidak bisa mengakomodasi semua kebutuhan masyarakat. Di India, metode pengobatan ayurveda masih jadi pilihan dan di Tiongkok metode pengobatan tradisional yang disaintifikasi dan direplikasi berkembang pesat.

Hasil penelitian A Tahir dan kawan-kawan dalam ”Use of traditional and complementary medicine in Malaysia: a baseline study” (2009) menunjukkan, sebagian besar populasi di Malaysia menggunakan terapi herbal untuk mengatasi masalah kesehatan (88,9 persen) dan memelihara kesehatan (87,3 persen).

Sayang, di Nusantara yang kaya keragaman hayati, baru jamu yang berkembang dalam skala industri. Padahal, kalau kita bisa mendokumentasikan dan mengembangkan berbagai resep dan metode pengobatan berbasis kearifan lokal, Indonesia mungkin tak kalah dengan India dan Tiongkok.

Pengobatan alternatif
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai kumpulan pengetahuan, kemampuan, dan praksis yang berbasis pada kepercayaan dan pengalaman masyarakat untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan.

Namun, dikotomi modern-tradisional, Barat-Timur, lokal-global akhirnya mengerucut menjadi metode kedokteran versus metode komplementer atau alternatif. Dalam kerangka inilah berkembang homeopathy, espiritismo, ayurveda, dan lain-lain, termasuk tentu saja chiropraktik.

Sebagai pengetahuan yang baru berusia 120 tahun—dirintis Daniel David Palmer tahun 1895 di Iowa, AS—perkembangan chiropraktik pesat dibandingkan metode pengobatan alternatif lain yang lebih tua. Bisa jadi karena chiropraktik dilahirkan dalam tradisi Barat: mudah dinalar, dibakukan, dan ditiru.

Chiropraktik berarti dilakukan dengan tangan. Ini sejalan dengan upaya Palmer memperbaiki persoalan tulang belakang, yang sampai saat itu belum ada metodenya. Dalam Where Does Chiropractic Come From? (University of Minnesota, 2013), Palmer membakukan dan mengembangkan ilmu, seni, dan filosofi chiropraktik lewat Palmer School of Chiropractic, 1905.

Murid-murid pertamanya banyak yang berlatar belakang dokter meski dalam perkembangannya chiropraktik sering berbenturan dengan ilmu kedokteran medis. Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya chiropraktik mendapatkan lisensi resmi di AS tahun 1974. Ahli chiropraktik tak selalu dokter, tetapi ada pendidikannya yang terakreditasi di berbagai universitas di AS, Kanada, Eropa, dan Australia.

WHO resmi membuat panduan praktik chiropraktik tahun 2005 dan mendefinisikannya sebagai profesi yang mendiagnosis, mencegah, dan mengobati gangguan pada sistem tulang belakang, termasuk saraf dan ototnya.

Namun, dalam praktiknya, metode pengobatan alternatif, termasuk chiropraktik, sering disalahgunakan. Orang-orang yang tak bertanggung jawab memanfaatkan celah dalam pemahaman dan peraturan demi keuntungan. Tak ada jalan lain. Seperti kesimpulan penelitian Tahir dan kawan-kawan, perlindungan masyarakat harus dengan membuat panduan ketat dan tegas, seiring dengan pendidikan pemahaman publik yang intensif.

Jangan lagi ada korban.

AGNES ARISTIARINI
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Januari 2016, di halaman 14 dengan judul “Chiropraktik”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB