Inisiatif Reaktor Bekas Berbahaya

- Editor

Rabu, 6 April 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah Indonesia bersikukuh ingin membangun pembangkit listrik tenaga nuklir meskipun harus menggunakan reaktor PLTN bekas. Inisiatif itu dinilai berbahaya dan mengabaikan keselamatan.

”Waktu itu ada anggota rombongan pejabat Indonesia yang studi banding pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) ke Perancis, dan menanyakan kemungkinan

membeli reaktor PLTN second (bekas),” kata peneliti senior Lingkar Madani Suryo AB, Selasa (5/4), ketika menjadi moderator diskusi ”Menuju Peradaban Indonesia Madani: Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Nuklir di Indonesia, antara Aspek Kemanfaatan dan Risiko” di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Suryo masih menyimpan daftar rombongan studi banding PLTN tahun 2007 tersebut. Waktu itu, ia bagian dari Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Perancis yang turut membantu rombongan studi banding para pejabat Indonesia untuk mengetahui PLTN di Perancis.

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi, Zaki Su’ud (ahli nuklir Institut Teknologi Bandung), Dedi Sunaryadi (Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir), Teuku Abdullah Sanny (Sekretaris Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), Adi Wardoyo (Badan Tenaga Nuklir Nasional), dan Dian Abraham (Masyarakat Antinuklir Indonesia).

”Pernyataan saya tersebut tidak disangkal para pembicara maupun para peserta diskusi,” ujar Suryo, ketika ditemui usai diskusi.

Optimalkan potensi

Zaki Su’ud berpendapat, saat ini seluruh potensi energi terbarukan harus dimaksimalkan. Di dalam perencanaan energi memang harus ada cadangan (back up) untuk jangka panjang dan itu terbuka pula untuk pemanfaatan tenaga nuklir.

”Bisa mengembangkan teknologi PLTN setelah ada teknologi yang makin meminimalkan risiko. Seperti pada 2015 mendatang, Rusia ingin mengembangkan reaktor PLTN generasi keempat yang sekaligus bisa membakar limbahnya,” kata Zaki Su’ud.

Teuku Abdullah Sanny mengatakan, hendaknya jangan terlalu berlebihan mengkhawatirkan bahaya PLTN. Namun, terlebih dulu harus benar-benar diupayakan pengembangan energi baru dan terbarukan lainnya.

”Misalnya, di lantai dasar laut di Kalimantan Timur terdapat potensi gas metana batu bara (coal bed methane) yang cukup besar. Itu haruslah dapat dikembangkan terlebih dulu,” kata Sanny.

Sementara itu, menurut Dian Abraham, yang dibutuhkan dalam perencanaan energi jangka panjang adalah bermuara pada independensi atau kemandirian bangsa.

Pembangunan PLTN dinilainya tidak termasuk dalam perencanaan energi berbasis independensi tersebut. (NAW)

Sumber: Kompas, 6 April 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB