Populasi Tinggi Memicu Masalah Lingkungan
Evaluasi pencapaian program kependudukan dan Keluarga Berencana kini memakai hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional sehingga laporan statistik kependudukan tidak bisa lagi asal-asalan. Dengan demikian, penyusunan kebijakan bisa lebih efektif dan spesifik.
“Hasil evaluasi yang diperoleh bisa melahirkan rekomendasi kebijakan yang efektif, tepat sasaran, dan spesifik,” kata Ketua Harian Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia Sudibyo Alimoeso di sela-sela sosialisasi data kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015 di Jakarta, Selasa (22/12).
Selama ini, evaluasi capaian program kependudukan memakai data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Evaluasi itu baru bisa dilakukan tiga tahun sekali. Dengan memakai data Susenas, evaluasi capaian program bisa setahun sekali. Data pun tersaji hingga tingkat kabupaten atau kota dan per kelompok umur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan demikian, data Susenas bisa menjadi alat evaluasi kinerja daerah bidang kependudukan dan KB. Jadi, pemerintah bisa memantau daerah mana yang memberi laporan statistik KB sesuai kondisi lapangan dan mana yang tidak sesuai.
Sudibyo mencontohkan, laporan statistik kependudukan dan KB kerap menyatakan ada penambahan akseptor KB 9 juta orang per tahun. Namun, itu tak dibarengi kenaikan jumlah peserta KB aktif. “Penambahan peserta KB aktif tak jauh dari 0,57 persen. Lalu, ke mana peserta KB baru yang dilaporkan,” ujarnya.
Minimnya angka peserta KB aktif itu, lanjut Sudibyo, bisa disebabkan, antara lain, angka putus KB tinggi, pengadaan alat kontrasepsi terlambat, dan usia akseptor KB baru sudah tua. Dengan segmentasi umur dalam Susenas, akan terlihat akseptor KB baru ada di rentang usia berapa.
Sementara itu, Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ambar Rahayu mengatakan, 2016 jadi tahun terakhir pemerintah melakukan intervensi bidang kependudukan dan KB. Sebab, pada 2017, hasil SDKI terbaru akan dirilis. Sebelum program kependudukan dan KB dievaluasi dengan SDKI 2017, pemerintah punya waktu satu tahun mengejar target pembangunan kependudukan dan KB.
Bahan advokasi
Menurut Ambar, capaian program kependudukan dan KB dalam Susenas bisa dijadikan bahan advokasi di daerah. Pemerintah daerah harus lebih menaruh perhatian pada pertumbuhan penduduk dan dampaknya. Perwakilan BKKBN provinsi harus berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menganalisis data Susenas 2015 untuk melahirkan intervensi spesifik demi mencapai target program kependudukan dan KB.
Direktur Statistik dan Kesejahteraan Rakyat BPS Teguh Pramono memaparkan, Susenas 2015 berisi indikator kependudukan dan KB. Indikator itu misalnya persentase pasangan usia subur menurut kepemilikan jaminan kesehatan, pasangan usia subur yang hamil sesuai kelompok usia, persentase pasangan usia subur menurut status KB, angka penggunaan kontrasepsi, dan alat kontrasepsi yang dipakai.
Indikator kependudukan dan KB hasil Susenas 2015, antara lain, terkait kebutuhan KB yang tak terpenuhi. Belum ada provinsi mencapai angka kebutuhan KB tak terpenuhi 6,5 persen. Provinsi dengan capaian 6,5-16 persen ialah Kalimantan Selatan.
Untuk indikator usia nikah pertama perempuan kelompok usia kurang dari 20 tahun, tidak ada provinsi dengan angka di bawah 19 persen. Capaian terbaik, yakni 19-29,9 persen, ada di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Sulawesi Utara.
Teguh mengatakan, pemda seharusnya menaruh perhatian serius terkait pembangunan kependudukan dan KB. Tingginya populasi menimbulkan banyak masalah jika daya dukung lingkungan tidak memadai.
Ia mencontohkan, kematian ribuan ikan di perairan Jakarta akibat menipisnya kadar oksigen dan membeludaknya plankton di dalam air beberapa waktu lalu menjadi gambaran betapa tingginya populasi memicu masalah lingkungan. Plankton membeludak akibat asam nitrat dalam air tinggi. Sementara asam nitrat dihasilkan limbah domestik rumah tangga. (ADH)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Desember 2015, di halaman 13 dengan judul “Pendataan KB Lebih Spesifik”.z