Polemik penggunaan aplikasi digital untuk transportasi publik dengan kendaraan pribadi dan sepeda motor yang diikuti dengan pelarangan oleh Menteri Perhubungan adalah satu masalah di antara ribuan masalah yang telah dan akan muncul menyusul penggunaan aplikasi untuk berbagai aktivitas. Tidak sedikit aturan pemerintah yang terkesan tak mampu lagi mengantisipasi perkembangan.
Ribut-ribut pada pekan lalu itu hanyalah satu dari sekian banyak masalah peraturan yang terkesan bertentangan dengan perkembangan di masyarakat. Di samping aturan itu ada juga beberapa aturan yang tergopoh-gopoh mengantisipasi perkembangan industri digital, seperti aturan mengenai impor pangan, hak cipta, impor obat, pengenaan pajak, serta pengenaan bea dan cukai untuk pengiriman barang melalui e-dagang.
Aturan pendirian hotel atau tempat menginap menjadi tak berarti ketika aplikasi penginapan semacam AirBnB dibuat sehingga rumah penduduk pun menjadi tempat menginap para wisatawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak hanya Indonesia yang mengalami masalah ini. Berbagai negara juga bingung untuk merespons perkembangan industri yang berbasis teknologi digital. Pemerintah ingin menegakkan aturan sementara perkembangan industri digital terlalu kencang. Konflik muncul dan tak sedikit yang menggunakan kekerasan, seperti perlawanan terhadap Uber di Perancis beberapa waktu lalu. Pemilik apartemen di Los Angeles juga protes karena beberapa apartemen tetangganya disewakan untuk penginapan melalui AirBnB.
Di beberapa negara tidak sedikit pemerintah memilih status quo artinya mereka tetap ingin menegakkan aturan seperti apa adanya karena terkait dengan aspek keselamatan dan juga penerimaan negara. Akan tetapi, pada kenyataannya kebijakan itu tidak bisa dipertahankan. Desakan masyarakat agar pemerintah tidak melarang bisnis berbasis aplikasi yang sedang berkembang lebih kuat. Publik lebih menyarankan agar pemerintah memfasilitasi industri itu karena dirasa memudahkan masyarakat, lebih murah, dan lebih cepat.
Meruntuhkan
Kondisi ini membuat dilema bagi pemerintah. Aturan-aturan yang dibuat ternyata tak sesuai lagi dengan perkembangan di masyarakat. Industri berbasis aplikasi cenderung meruntuhkan model bisnis dan aturan-aturan lama.
Hingga saat ini belum ada resep mujarab bagi pemerintah untuk bersikap terhadap dilema ini. Akan tetapi, sejumlah pengamat menyarankan agar pemerintah memfasilitasi perkembangan industri digital.
Pada saat yang sama pemerintah juga sebaiknya melakukan transformasi agar bisa memiliki kematangan dalam memandang perkembangan industri tersebut karena industri ini telah memberi lapangan pekerjaan bagi ribuan orang. Industri berbasis aplikasi tersebut telah menarik investasi dalam jumlah yang besar.
Beberapa negara bagian di AS mencoba mengatur industri ini, tetapi pada kenyataannya tidak ada aturan yang bisa memuaskan semua pihak. Dalam contoh kasus aplikasi untuk taksi, salah satu negara bagian ingin menjamin agar penumpang dijamin asuransi dan aman selama menggunakan taksi itu, tetapi kenyataannya mereka tak mudah untuk memastikan kedua hal itu. Permintaan agar pemerintah negara bagian secara selektif memiliki data milik perusahaan aplikasi untuk memantau pergerakan kendaraan juga tak mudah dikabulkan.
Untuk itu sebaiknya ada lembaga pemerintah yang memantau perkembangan bisnis berbasis aplikasi ini karena masih banyak perkembangan bisnis ini yang akan mengejutkan sekaligus menunggu respons pemerintah. Beberapa tahun ke depan pemerintah sepertinya harus berdampingan dengan berbagai dilema. (ANDREAS MARYOTO)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Desember 2015, di halaman 17 dengan judul “Dilema Pemerintah”.