Implementasi Kurikulum 2013 untuk Bimbingan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai ganti dihapusnya mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di jenjang SMP dan SMA/SMK dinilai tidak mulus. Selain menyebabkan ketidakjelasan nasib guru Teknologi Informasi dan Komunikasi, bimbingan untuk menguasai pemanfaatan teknologi itu juga tidak dianggap penting lagi oleh pihak sekolah ataupun siswa.
Fahrodin, guru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di salah satu SMAN di Tangerang, Banten, Kamis (17/12), mengatakan, implementasi Bimbingan TIK di sekolah-sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013 menemui kendala. Bimbingan TIK rata-rata tidak bisa berjalan karena nilai Bimbingan TIK tidak menjadi kriteria kenaikan dan kelulusan siswa. Itu membuat guru TIK di sekolah tidak mampu mengikat atau mewajibkan siswa ikut Bimbingan TIK.
Jadwal Bimbingan TIK diberikan setelah selesai jam pelajaran. “Ini membuat siswa kian enggan mengikutinya,” kata Fahrodin, yang juga Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran TIK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kehilangan pekerjaan
Persoalan lain, ujar Fahrodin, terjadinya pemutusan hubungan kerja massal terhadap guru TIK, terutama di sekolah swasta. Sekolah menganggap guru TIK tidak ada pekerjaan sehingga satu sekolah cukup menempatkan satu guru TIK. “Di sekolah saya, dari empat guru TIK, hanya tinggal saya,” kata Fahrodin.
Sekretaris Jenderal Komunitas Guru Teknologi Informasi dan Komunikasi/Kompetensi Komputer dan Pengolahan Informasi (TIK/KKPI) Seluruh Indonesia Wijaya Kusuma mengatakan, dengan diberlakukannya dua kurikulum saat ini, guru TIK/KKPI terpecah dua. Sekolah yang memakai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 masih mengakui adanya guru TIK/KKPI. Adapun sekolah yang mengacu pada Kurikulum 2013 ada yang mengalihkan guru TIK/KKPI menjadi guru prakarya. Ada pula yang menyesuaikan dengan peran baru sebagai guru layanan TIK atau layaknya guru bimbingan konseling.
Para guru tetap berjuang untuk mempertahankan mata pelajaran TIK yang materinya disesuaikan. “Kami meyakini mata pelajaran itu dibutuhkan,” ujar Wijaya. (ELN)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Desember 2015, di halaman 11 dengan judul “Bimbingan di Sekolah Terhambat”.