Sebagian besar institusi dan program studi di perguruan tinggi masih terakreditasi C. Padahal, penerimaan tenaga kerja ataupun program dari pemerintah ada yang mensyaratkan program studi atau institusi perguruan tinggi minimal terakreditasi B.
Berdasarkan data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) per Oktober 2015, ada 4.306 perguruan tinggi, yang terdiri dari 5 Akademi Komunitas, 1.086 akademi, 228 politeknik, 2.340 sekolah tinggi, 134 institut, dan 513 universitas. Jumlah program studi (prodi) tercatat lebih dari 20.373 program studi. Saat ini, baru 18.848 prodi dan 852 institusi yang terakreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Untuk akreditasi prodi, baru sekitar 10 persen yang mendapat peringkat A. Hampir 50 persen lainnya terakreditasi C. Untuk institusi, sebagian besar, yakni 68,78 persen, institusi terakreditasi C. Untuk akreditasi A baru sekitar 3 persen atau berjumlah 26 perguruan tinggi. Pencapaian akreditasi A dan B didominasi perguruan tinggi negeri. Nilai akreditasi terbaik adalah A.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Budaya mutu
Direktur Penjaminan Mutu, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Aris Junaidi mengatakan, penjaminan mutu dimulai dari sistem penjaminan mutu internal agar bisa minimal memenuhi standar nasional. Kemristek dan Dikti memetakan mutu berdasarkan wilayah sehingga nantinya ada pendekatan tepat untuk tiap kondisi.
“Budaya mutu harus dikedepankan. Kami mendorong supaya perguruan tinggi unggul lebih banyak muncul. Lewat program 4 in 1, yakni diseminasi, pendampingan, pemberian hibah, dan bimbingan teknis,” ujar Aris di Jakarta, Kamis (10/12).
Ketua BAN-PT Mansyur Ramly dalam Pertemuan Tahunan 2015, pekan ini, mengatakan, Kemristek dan Dikti punya program untuk mendorong lebih banyak prodi ataupun institusi berakreditasi B menjadi A. “Tetapi, perlu juga ada program untuk menyelamatkan perguruan tinggi berakreditasi C,” kata Mansyur.
Ketua Umum Asosiasi PT Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid mengatakan, dalam praktik, masih banyak yang tidak paham tentang akreditasi sehingga menempatkannya secara dikotomi antara negeri dan swasta. Akibatnya, muncul perlakuan diskriminatif, tidak adil, menutup akses ke lapangan kerja, dan merugikan banyak pihak.
Persyaratan melamar pekerjaan dengan nilai akreditasi kerap berbeda antara perguruan tinggi negeri dan swasta. PTN sering cukup dengan akreditasi lebih rendah (katakanlah “B”) dan PTS dituntut lebih tinggi (misalnya “A”). (ELN)
——–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Desember 2015, di halaman 11 dengan judul “Hasil Akreditasi Masih Dominan C”.