Pengetahuan masyarakat tentang cara memilih, mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan benar masih minim. Padahal, penggunaan obat yang tak benar, termasuk antibiotik, berdampak buruk pada kesehatan.
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang, dalam temu media di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (24/11), menyatakan, penggunaan obat, termasuk antibiotik, secara benar amat penting. Misalnya, penggunaan antibiotik tak rasional bisa menyebabkan bakteri jadi kebal terhadap antibiotik.
“Pemberian obat karena salah diagnosis, dosisnya salah, cara pemberian salah, termasuk putus obat, menimbulkan konsekuensi kesehatan,” kata Linda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan, 35 persen masyarakat menyimpan obat di rumah. Dari semua obat yang disimpan, 27,8 persen di antaranya antibiotik dan 35,7 persen termasuk obat keras.
Data itu menunjukkan, banyak warga mengonsumsi obat, termasuk antibiotik dan obat keras, secara bebas tanpa memperhatikan ketepatan diagnosis. Warga kerap membeli secara bebas obat yang seharusnya diresepkan dokter.
Maka dari itu, Kementerian Kesehatan menggulirkan program Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat). Harapannya, program yang dilaksanakan dari level pusat hingga daerah itu bisa mengedukasi warga agar lebih tepat menggunakan obat.
Menurut Linda, masyarakat harus jadi konsumen yang kritis dan cerdas dengan mengetahui informasi lengkap tentang obat apa yang dikonsumsi. “Kita harus tahu kandungan obat dan fungsinya, dosis dan cara pakai, mengerti efek sampingnya, termasuk kontraindikasi, dan tanggal kedaluwarsa obat,” ujarnya.
Ia mencontohkan, masyarakat yang cerdas memakai obat tak akan membeli antibiotik tanpa resep dokter. Antibiotik yang diresepkan juga pasti dihabiskan, tak putus minum obat.
Selain itu, pasien juga seharusnya tidak minum antibiotik jika terserang flu, batuk, dan diare tanpa keluar darah. Sebab, tiga penyakit itu umumnya akibat virus, bukan bakteri. Penggunaan antibiotik bagi penyakit yang disebabkan virus tak akan efektif.
Tidak ampuh
Anggota Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Taralan Tambunan menekankan, penggunaan antibiotik tidak rasional berisiko menjadi tak lagi ampuh melawan bakteri penyebab penyakit. Sebab, bakteri itu kebal atau terjadi resistensi antibiotik. Masalah resistensi antibiotik kini telah mengkhawatirkan banyak negara di dunia.
Bakteri yang kebal terhadap antibiotik bisa menyebabkan lama perawatan bertambah, biaya terapi bertambah, serta angka kesakitan dan kematian pun naik. “Kini ada bakteri resisten pada tiga golongan antibiotik. Rumah sakit harus bisa mengendalikan penyebaran bakteri yang kebal ini,” ujar Taralan.
Terkait dengan hal tersebut, masyarakat diimbau agar antibiotik digunakan dengan bijak. “Hindari risiko resistennya bakteri dengan melakukan diagnosis yang tepat, mengonsumsi antibiotik secara rasional, dan menghabiskan antibiotik itu,” ucapnya. (ADH)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 November 2015, di halaman 14 dengan judul “Gunakan Obat Antibiotik dengan Bijak”.