Pelajar dari keluarga miskin didorong terus mengenyam pendidikan tinggi hingga sarjana strata 2 dan strata 3. Mereka bisa meneruskan pendidikan hingga program doktoral dengan beasiswa dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Hal itu disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, Selasa (10/11), seusai menyerahkan beasiswa Bidikmisi dan beasiswa Afirmasi 2015 di Gedung Samanta Krida Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Kemiskinan di Indonesia harus dipupus dengan pendidikan.
“Di sinilah pemerintah hadir dengan beasiswa Bidikmisi,” kata Nasir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Program baru
Nasir menjelaskan, Kemristek dan Dikti memiliki program baru yang merupakan akselerasi dari program pendidikan sarjana strata 1. Kemristek dan Dikti mulai tahun 2016 menjaring pelajar berprestasi dengan nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) di atas 3,7 di semester 7 untuk bisa langsung mendaftar masuk S-2 dengan program beasiswa.
Jika pendidikan sarjana diselesaikan pada semester 8, mahasiswa tersebut sudah langsung bisa masuk S-2 semester 2. Berikutnya, setelah selesai belajar S-2 (selama 2 tahun), dengan nilai IPK bagus, mahasiswa tersebut langsung bisa mendaftar masuk program beasiswa S-3.
“Biasanya pendidikan S-1-S-3 normalnya ditempuh dalam 10 tahun. Tetapi, dengan program akselerasi ini, pendidikan hingga S-3 bisa ditempuh dalam 6-7 tahun,” kata Nasir.
Adapun program afirmasi, menurut Nasir, dikerjakan secara serius oleh pemerintah karena pemerintah ingin memeratakan pendidikan di Indonesia. “Wilayah Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Aceh akan digarap serius,” kata Nasir.
Rektor Universitas Brawijaya (UB) Malang Muhammad Bisri mengatakan, UB menerima mahasiswa dengan beasiswa Bidikmisi dengan jumlah terus naik dari tahun ke tahun. Tahun 2010, jumlah mahasiswa Bidikmisi UB sebanyak 500 orang. Tahun ini, ada 980 orang yang diterima.
“Dilihat dari pengalaman selama ini, mahasiswa kurang mampu secara ekonomi juga membanggakan dalam hal prestasi,” kata Bisri. (DIA)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 November 2015, di halaman 12 dengan judul “Anak Miskin Didorong Jadi Doktor”.