Industri Aplikasi; Adu Kreatif 24 Jam di Hackathon

- Editor

Selasa, 13 Oktober 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Muda selalu bergairah dalam menjawab tantangan. Tak terkecuali untuk menyelesaikan pembuatan aplikasi inovatif hanya dalam tempo 24 jam.

Simak bagaimana 120 pengembang yang rata-rata masih kuliah berkompetisi di Hackathon 2015, sebuah ajang bagi pengembang untuk menciptakan aplikasi selama kurun waktu 24 jam. Hackathon adalah rangkaian acara “Indosat Wireless Innovation Contest” kesembilan.

Perlombaan berlangsung di ballroom Hotel Oria, Jakarta. Jangan dibayangkan ballroom cantik dan dekoratif. Ruangan itu mirip dengan kantor kerja sekaligus kamar tidur. Meja dipenuhi laptop. Di sudut ruangan terdapat kasur tipis, bantal, dan televisi yang sengaja disediakan panitia untuk peserta. Tujuannya menjadi tempat istirahat. Urusan hiburan juga tidak dilupakan karena di salah satu pojok juga disiapkan televisi berikut permainan konsol untuk menghilangkan suntuk dari kepala peserta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Antara tidur, terus bangun lagi, lalu tidur. Pokoknya hanya mau aplikasinya berjalan sempurna,” kata Arrival, mahasiswa semester satu Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana, Jakarta. Dia tergabung dalam tim aplikasi “I Watch You”, konten pemantauan kejahatan siber untuk anak usia 7 hingga 18 tahun.

Ada tiga kategori aplikasi, yaitu komunikasi, gaya hidup, dan pendidikan; multimedia dan gim; serta kebutuhan khusus. Dua kategori spesial adalah aplikasi khusus perempuan dan wisata. Tiga pemenang didapatkan dari peserta yang membuat aplikasi berdasarkan kategori-kategori yang diperlombakan.

Dewan juri, antara lain berasal dari Tim Indosat, Founder Institute, dan Harukaedu. Dari sisi penilaian, juri mengemukakan beberapa aspek nilai, seperti keunggulan ide dan pengoperasian aplikasi. Dalam beberapa kesempatan presentasi, tidak jarang juri menanyakan keistimewaan buatan mereka dibandingkan aplikasi yang sudah ada.

Sebagai contoh, aplikasi Tufashi atau Tuker Fashion. Aplikasi ini memungkinkan pengguna internet mengunggah pakaian yang kurang disukai, lalu diiklankan. Pengguna internet lain yang tertarik dengan pakaian tersebut dapat menukarkan dengan produk mode miliknya.

276750a87ea24bcdbe986242b0edda9cKOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Peserta Hackathon yang diselenggarakan oleh Indosat tengah mempersiapkan karya mereka sebelum diserahkan ke dewan juri setelah 24 jam lebih diberi waktu mengembangkan aplikasi untuk perangkat bergerak, Sabtu (10/10). Sebanyak 120 pengembang aplikasi berpartisipasi untuk membuat karya hanya dalam waktu 24 jam.

Juri menilai, aplikasi tersebut kurang solutif. Sebab, saat ini, barter sudah kurang relevan. Di samping itu, laman pemasaran di sektor industri mode telah berkembang pesat.

President Director dan Chief Executive Officer PT Indosat Tbk Alexander Rusli mengungkapkan, Hackathon memungkinkan pengembang berpikir cepat, kreatif, dan solutif terhadap permasalahan masyarakat. Pengembang dituntut menciptakan aplikasi digital tepat guna sekaligus matang dari konsep bisnis.

“Era internet kian berkembang. Gaya hidup semakin instan dan konsumen sekarang lebih cepat bosan. Jadi, aplikasi yang diciptakan memang harus betul-betul mampu memecahkan masalah mereka,” tutur Alexander.

Dia menjelaskan, Hackathon 2015 merupakan kompetisi kali kedua. Hal yang membedakan perlombaan ini dibandingkan tahun sebelumnya adalah tingkat kematangan ide. Rata-rata peserta sudah mampu mengombinasikan satu sumber teknologi dengan sumber lainnya. Mereka pun mampu mengembangkan kode pemrograman untuk ponsel Android, Windows, dan iOS.

Lebih jauh, menurut Alexander, pasar masih merupakan tantangan utama bagi para pengembang muda. Oleh sebab itu, melalui ajang Hackathon dan “Indosat Wireless Innovation Contest”, peserta berkesempatan memasarkan produk mereka. Para pemenang dapat mengikuti program inkubasi di Ideabox, inkubator milik Indosat.

“Dari 120 peserta, kami menilai mereka semua punya kemampuan dan tidak kalah dengan asing. Standar penilaian akan terus dinaikkan. Pada Hackathon tahun depan, kami berencana membuka kesempatan bagi pengembang luar negeri,” kata Alexander. Tujuannya adalah memacu kompetisi.

1282912d63c741c58ef0fa20c3748c63Direktur Utama Indosat Alexander Rusli bersama seorang peserta Hackathon beberapa saat sebelum pengumuman tiga karya yang ditahbiskan sebagai juara, Sabtu (10/10). Indosat sudah menggelar kompetisi serupa hingga sembilan kali untuk mendorong tumbuhnya ekosistem digital dari dalam negeri dan untuk mandiri dari layanan atau aplikasi dari luar negeri.–KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO

 

Tiga juara
Dari adu kreatif selama 24 jam tersebut, didapatkan tiga jawara, yakni “Aplikasi Temu Jasa” sebagai juara I, “Smartour” di posisi II, dan “I Watch You” di peringkat III. Mereka berlatar belakang sebagai pengembang aplikasi dari Bandung dan Yogyakarta.

28a5ea42020f4e9faae164e056918906Perhelatan Hackathon yang mengadu 120 pengembang aplikasi menghasilkan tiga karya yang menjadi juara, yakni Temu Jasa, Smartour, dan I Watch You, Sabtu (10/10). Aplikasi tersebut diharapkan mampu memperkaya ekosistem mobile Tanah Air dan memunculkan pengusaha digital dalam negeri.–KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO

Arrival mengungkapkan, latar belakang pembuatan aplikasi “I Watch You” adalah maraknya kejahatan siber yang dialami anak-anak. Aplikasi yang sudah ada baru sebatas membatasi durasi pengoperasian perangkat pintar.

Bersama dua temannya, Julyan Widianto dan Andri Budi Santoso, dia berkeinginan menciptakan aplikasi yang memungkinkan orangtua memantau sekaligus memberikan tindakan tegas apabila anak menjadi aktor atau korban kekerasan siber.

Cara kerjanya dengan pemindaian dari kata-kata kunci yang diketik oleh anak di papan tuts virtual gawai mereka. Orangtua bisa menentukan kata-kata apa saja yang dilarang atau memiliki indikasi ke arah kekerasan virtual. Begitu kata diketik, maka aplikasi otomatis menangkap gambar layar (screenshot) dan tanpa sepengetahuan mereka akan dikirim ke orangtua untuk kemudian bisa ditindaklanjuti dengan menghubungi sang anak.

Rencana monetisasi dari aplikasi ini adalah fitur untuk menambah jumlah perangkat yang bisa dipantau, serta bekerja sama dengan psikolog untuk memberikan rekomendasi bila mendapati perilaku anak yang mengkhawatirkan.

Aplikasi “Smartour” yang menjadi juara kedua diniatkan oleh pembuatnya, yakni Puja Pramudya, sebagai sumber informasi mengenai obyek wisata. Pengguna bisa mendapatkan informasi sebuah obyek wisata berikut acara-acara yang akan digelar di sana.

Peluang bisnis dari aplikasi ini berasal dari transaksi tiket, “Smartour” bisa menjadi jembatan untuk pembelian tiket secara digital dan bisa ditunjukkan dalam bentuk kode QR lantas dipindai di pintu masuk. Begitu pula peluang untuk bekerja sama dengan pengelola obyek wisata untuk membuat aplikasi eksklusif.

“Temu Jasa” yang menjadi jawara muncul dari duet kakak beradik Hardian Prakasa dan Rheza Adipratama untuk menjadi penghubung antara penyedia jasa dengan konsumen yang membutuhkan jasa mereka. Beberapa jasa yang ditawarkan seperti sedot WC, perbaikan pendingin udara, kursus piano, tata rias pengantin, atau kursus yoga. Menurut Hardian, kategori demi kategori akan ditambahkan di masa mendatang.

Pengguna aplikasi tersebut tinggal memasukkan jasa apa yang dibutuhkan dan biaya yang dia bersedia bayar, penawaran tersebut lantas dikirimkan ke penyedia jasa dan mereka bisa memberikan penawaran untuk bisa dipilih. Penyedia jasa juga memiliki riwayat ulasan dari pengguna sebelumnya sebagai pengganti reputasi sehingga mereka akan bersaing di dalam hal kualitas, bukan semata harga lebih rendah.

“Aplikasi ini sebagai penghubung saja dan kami hanya menarik imbalan dari setiap transaksi yang terjadi,” kata Hardian.

Mereka menyadari bahwa waktunya sempit mengingat sudah ada perusahaan seperti Go-Jek yang terus berkembang dari semula transportasi dan makin merambah ke bisnis lainnya, dan mulai beroperasi di Yogyakarta. Keduanya sudah berencana untuk merintis perusahaan untuk menjalankan ide dan aplikasi tersebut.

Setelah adu kreatif, rimba liar bisnis digital sudah menanti mereka.

CAECILIA MEDIANA DAN DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO

Sumber: Kompas Siang | 12 Oktober 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB