Chief Technology Officer Internux Devid Gubiani menunjukkan layar ponsel pintar yang gambarnya juga ditayangkan ke televisi ukuran raksasa di sebelah kanan panggung. Layar tersebut menunjukkan aplikasi Speed Test untuk mengukur kecepatan akses internet dan kualitas jaringan.
Layaknya tampilan spidometer, jarum penunjuk berlari ke arah kanan seperti mobil yang dipacu kencang hingga performa mesin maksimal. Itulah sesi pengujian yang tengah berlangsung untuk mengukur kecepatan mengunduh dan mengunggah, dua parameter yang dipakai untuk membandingkan kualitas jaringan internet.
Saat pengujian berakhir, angka pengunduhan yang cukup mencengangkan, yakni 194 megabit per detik. Gubiani menerangkan bahwa itulah kemampuan jaringan internet Bolt! yang hari itu resmi mengadopsi teknologi long term evolution advanced (LTE-A) yang mampu melayani akses internet hingga kecepatan 200 megabit per detik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak beroperasi tahun lalu, Bolt! melayani wilayah Jabodetabek, kemudian Medan. Mereka adalah penyedia internet 4G secara komersial pertama kali di Indonesia dan melayani internet berkecepatan 20 megabit dan mengandalkan 1.500 menara yang dimilikinya. Dalam setahun, layanan tersebut berhasil menggaet sekitar 1,6 juta pelanggan dengan 3.500 menara di kawasan Ibu Kota.
Layanan LTE-A tersebut diakui Gubiani adalah pencapaian penting bagi Bolt!, terlebih untuk mengantisipasi persaingan dengan operator telekomunikasi yang juga menggelar layanan 4G di sejumlah wilayah di Indonesia. Peningkatan kecepatan akses, menurut dia, dimungkinkan berkat pengaturan pada perangkat lunak menara pemancar yang baru dipusatkan sepertiga di Jakarta.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–PT Internux selaku penyelenggara jasa internet Bolt! meluncurkan layanan lebih baik dengan teknologi long term evolution advanced (LTE-A) dengan kecepatan hingga 200 megabit per detik, Senin (21/9). Dengan pelanggan 1,6 juta orang, Bolt! berniat untuk lebih agresif di Jakarta dan Medan.
“Wilayah yang diutamakan masih berupa kawasan bisnis seperti Sudirman, Tanah Abang, dan Kemang. Pertimbangannya adalah investasi yang harus dikeluarkan, kami masih menunggu permintaan yang muncul dari kawasan-kawasan lain sebelum memperluas layanan ini,” ujar Gubiani.
Terbatas
Hanya saja, ada masalah besar dari pemaparan yang dikemukakan Gubiani: saat ini hanya ada satu jenis ponsel pintar di Indonesia yang mampu memanfaatkan jaringan internet cepat Bolt! hingga maksimal seperti ditampilkan di layar. Perangkat tersebut adalah Samsung Galaxy Note 5 yang baru saja diluncurkan di Indonesia dengan harga jual sekitar Rp 10 juta.
Padahal, Bolt! dengan strategi subsidi perangkat selama ini mampu menghadirkan gawai dengan rentang harga Rp 500.000 hingga Rp 3 juta. Sebanyak 80 persen dari pelanggan masih mengandalkan perangkat mobile Wi-Fi untuk tersambung dengan internet.
Galaxy Note 5 adalah perangkat dengan prosesor yang mampu membuat ponsel tersebut beroperasi di jaringan LTE CAT 6. “CAT” adalah istilah dalam teknologi LTE berupa kategorisasi kecepatan internet yang bisa dijalankan oleh perangkat. Dengan demikian, CAT 6 berarti perangkat tersebut mampu menangani akses internet maksimal hingga 300 megabit per detik.
Sementara itu, perangkat Bolt! yang beredar di pasaran saat ini memiliki spesifikasi di bawah itu. Misalnya MiFi MF90 yang menjadi produk perintis memiliki spesifikasi CAT 3 yang bisa menangani kecepatan hingga 100 megabit per detik. Perangkat yang paling mendekati mungkin MiFi Slim Max 2 yang mampu bekerja di LTE CAT 5.
Chief Commercial Officer Internux Larry Ridwan menyebut bahwa ketersediaan produk teknologi dengan spesifikasi CAT 6 sepenuhnya bergantung pada produsen elektronik. Salah satu kendala adalah CAT 6 adalah teknologi baru dan umumnya diimplementasikan di perangkat premium alias dengan harga di atas rata-rata.
“Namun para pengguna bisa menjadi gambaran akan permintaan pasar, seharusnya itu menjadi insentif bagi produsen untuk menjawab hal tersebut,” kata Larry.
Larry menolak bahwa teknologi baru yang mereka implementasikan membuat Bolt! menggeser segmen penggunanya menjadi lebih premium. Dia tetap meyakini bahwa tidak semua orang membutuhkan internet berkecepatan hingga ratusan megabit, tetapi cukup untuk kebutuhan mereka, seperti menonton video secara streaming, mengunduh file secara cepat, dan sebagainya dengan kecepatan yang konsisten.
DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Sumber: Kompas Siang | 22 September 2015