Presiden: Jangan Menunda Pembangunan Infrastruktur Transportasi
Pembangunan infrastruktur angkutan massal butuh komitmen politik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Proyek transportasi cepat massal (MRT) Jakarta bisa jadi contoh. Tanpa komitmen politik yang kuat, sarana angkutan umum terus tertinggal.
Pembangunan MRT Jakarta, Senin (21/9), memasuki fase baru dengan dimulainya pengeboran bawah tanah. Saat meresmikan pengoperasian mesin bor, Presiden Joko Widodo menyatakan, proyek yang tertunda 26 tahun itu bisa dimulai pada 10 Oktober 2013 karena keputusan politik.
Menurut Jokowi, proyek pembangunan angkutan massal, seperti MRT, harus dilihat dari kepentingan negara, masyarakat, dan kebutuhan kota. ”Jika menimbang untung rugi terus, tidak akan ada selesainya. Oleh sebab itu, saat saya menjadi Gubernur DKI Jakarta, saya putuskan untuk memulainya,” kata Jokowi yang menjabat Gubernur DKI pada 15 Oktober 2012-16 Oktober 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terkait proyek MRT, pemerintah hanya perlu memperjelas hitung-hitungan subsidi yang harus dibayarkan. Adapun pengganti subsidi didapat dari penerapan jalan berbayar (electronic road pricing/ERP). ”Pertimbangan seperti itu sudah jelas. Langsung saja mulai. Sebab, kita sudah tertinggal jauh dari banyak negara. Maka, harus cepat dibangun proyeknya, jangan ragu-ragu,” tutur Presiden.
Proyek infrastruktur untuk publik, lanjut Presiden, tidak boleh ditunda-tunda. Sebab, semakin lama ditunda, biaya yang harus dikeluarkan semakin mahal. Demikian pula dengan proyek MRT yang seharusnya dapat dimulai 26 tahun sebelumnya. Biayanya jauh lebih murah jika proyek ini tidak ditunda-tunda.
Akibat penundaan pembangunan MRT, biaya proyek MRT semakin besar. Sebab, harus ada biaya pembebasan lahan dengan nilai yang jauh lebih mahal. ”Jika dimulai 26 tahun lalu, barangkali tidak perlu merobohkan Stadion Lebak Bulus,” ujar Jokowi.
content
Presiden menepis keraguan banyak pihak tentang kemampuan pengelolaan lalu lintas saat pembangunan MRT, kekhawatiran ambruknya terowongan saat melakukan pembangunan di bawah tanah, dan keraguan lain. Dengan kemauan politik dan manajemen pembangunan yang apik, ekses dari proyek dapat diminimalkan.
Pengerjaan konstruksi bawah tanah proyek MRT Jakarta menggunakan mesin bor yang biasa disebut dengan tunnel boring machine (TBM). TBM yang beroperasi tiada henti sampai Setiabudi itu diberi nama Antareja, tokoh cerita pewayangan yang bisa menembus bumi. TBM tersebut beroperasi mengeruk tanah dalam terowongan dengan laju 8 meter per hari.
Pengeboran jalur di dalam tanah itu bagian dari pembangunan koridor selatan-utara fase pertama (Lebak Bulus-Bundaran HI). Perkembangan struktur layang proyek ini mencapai 18 persen, sementara struktur di dalam tanah 43 persen per 31 Agustus 2015. Secara keseluruhan, perkembangan proyek ini mencapai 30 persen dari semua tahapan proyek.
Fase lanjutan
Presiden memuji manajemen proyek MRT hasil kerja sama antara swasta nasional dan lembaga donor Jepang. Presiden berharap proyek dapat diselesaikan tepat waktu karena sudah ditunggu-tunggu masyarakat Jakarta lebih dari 20 tahun lamanya.
Proyek MRT dapat dijadikan contoh bagi pengerjaan proyek infrastruktur lain. MRT di Jakarta merupakan proyek pertama yang dikerjakan di Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil mengatakan, ada hal-hal yang perlu diselesaikan untuk mempercepat pembangunan MRT. Hal yang dimaksud terkait dengan persoalan lelang dan pajak. Pemerintah pusat akan segera menyelesaikan persoalan itu sehingga kelanjutan proyek bisa lebih cepat. Pemerintah juga mempercepat studi kelayakan koridor timur-barat. ”Soal beban investasi proyek, kontribusi daerah tetap lebih besar, tidak berubah,” kata Sofyan.
Direktur Utama PT MRT Jakarta Dono Boestami menambahkan, tak mudah menggelar proyek transportasi massal dalam skala besar seperti ini. Tantangannya tidak kecil, dari perencanaan sampai pelaksanaan, antara lain soal relokasi pohon, aneka utilitas, serta manajemen lalu lintas. ”Kami sadar pembangunan (MRT) telah mengganggu publik Jakarta, terutama pengguna jalan di sekitar lokasi proyek. Karena itu, kami meminta maaf,” ujarnya.
Dono berharap pembangunan MRT menjadi momentum membangun transportasi umum di Indonesia. Masalah di sektor transportasi cukup pelik, terutama dalam upaya mengatasi kemacetan lalu lintas, di tengah mobilitas masyarakat yang kian tinggi.
PT MRT Jakarta optimistis pengerjaan konstruksi fase pertama selesai tepat waktu, yakni pada akhir 2018. Dono menyatakan, pihaknya siap melanjutkan pembangunan koridor utara-selatan fase kedua, Bundaran HI-Kampung Bandan, yang kini dalam pengadaan konsultan untuk studi teknik.
”Kami siap bangun koridor timur-barat sepanjang 87 kilometer yang melintasi tiga provinsi (Jawa Barat, DKI, dan Banten). Kami berharap pembangunan transportasi massal di Jabodetabek bisa terintegrasi,” ujarnya.
Perkiraan nilai proyek MRT adalah 1,5 miliar dollar AS, terdiri dari hibah dan pinjaman pemerintah pusat kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dono mengatakan, pihaknya membutuhkan kepastian pencairan anggaran untuk menyelesaikan pengerjaan fase Lebak Bulus-Bundaran HI dan memulai studi fase Bundaran HI-Kampung Bandan agar proyek berkesinambungan dan koridor utara-selatan sepanjang 25 kilometer dapat selesai tepat waktu pada 2020. (MKN/NDY/DNA/NAR)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 September 2015, di halaman 1 dengan judul “MRT Wujud Komitmen Politik”.