Tokoh pendidikan, Profesor Midian Sirait (82), meninggal pada Minggu (9/1) di Jakarta. Semasa hidupnya, Prof Midian Sirait tidak hanya dikenal sebagai seorang pakar farmasi, melainkan juga sebagai politisi dan seorang pejuang kelestarian kawasan Danau Toba di Sumatera Utara.
Putra Midian Sirait, Poltak Sirait, mengatakan, almarhum meninggal di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, pada Minggu pukul 09.25. Sejak Mei 2009, almarhum sempat dirawat di National University Hospital Singapura, RS Medistra, dan RS Pondok Indah karena masalah gagal ginjal dan komplikasi beberapa penyakit.
Almarhum disemayamkan di rumah duka Jalan Taman Wijaya Kusuma I Nomor 18A, Cilandak, Jakarta Selatan. ”Rencananya almarhum akan dimakamkan di Porsea, Sumatera Utara, Rabu, 12 Januari 2010,” kata Poltak Sirait. Almarhum meninggalkan tiga anak, yaitu Sondang P Sirait (48), Poltak Sirait (47), dan Sinta Sirait (42), serta empat cucu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Semasa hidupnya, almarhum menjadi Guru Besar Ilmu Kimia Bahan Alam Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pernah menerima medali Hermann Tomms dari Perkumpulan Ahli Farmasi Jerman pada tahun 1965.
Almarhum juga sempat menjabat sebagai Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dan terkenal dengan kebijakan penetapan daftar obat esensial.
Tidak hanya di bidang farmasi, Midian Sirait juga sempat menjadi anggota Dewan Pembina Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
”Almarhum merupakan tokoh yang sangat sangat dihormati oleh guru karena perhatiannya kepada guru,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistyo.
Mantan Pembantu Rektor Urusan Kemahasiswaan di Institut Teknologi Bandung (1965-1969) tersebut sempat menjadi anggota DPRGR-DPR dan MPR (1968- 1978).
Kecintaannya terhadap Danau Toba di Sumatera Utara membuat almarhum kemudian mendirikan Yayasan Perhimpunan Pecinta Danau Toba. Ia berjuang agar kawasan Porsea terbebas dari pencemaran akibat aktivitas pabrik kertas. (INE/CHE)
Sumber: Kompas, Senin, 10 Januari 2011 | 04:14 WIB