Sanksi bagi 286 Pengelola Lahan dan Hutan Terindikasi Kebakaran
Analisis citra satelit, 286 pengelola lahan dan hutan di Sumatera dan Kalimantan terindikasi terlibat kebakaran hutan/lahan dengan luasan bervariasi. Dari jumlah itu, empat di antaranya pernah dijerat kasus sama. Namun, tak dimasukkan kategori pelanggaran berat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak memasukkan faktor “pengulangan kasus” ke dalam kriteria pelanggaran berat. Kategori masih merujuk luasan area terbakar. Area terbakar ringan (kurang dari 100 hektar), moderat (100-500 ha), dan berat (di atas 500 ha).
Kriteria itu memengaruhi pemberian sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis dan pemberian waktu memenuhi kekurangan, pembekuan izin enam bulan, serta pencabutan izin lingkungan. Namun, semua jenis pelanggaran berkonsekuensi rehabilitasi area eks terbakar, areal kebakaran diambil negara bagi restorasi, minta maaf pada publik, dan status proses hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ditanya soal perilaku “kambuhan” itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan akan mengecek. “Kriteria luasan (kebakaran) hanya pendekatan awal. Ketika masuk lapangan, segala sesuatu akan terekam dan akan dibahas. Kalau di bawah 100 hektar, tapi membiarkan dan ngengkeng-ngengkeng dan tak aktif, langsung saja berat,” katanya.
Dari paparan Siti Nurbaya, beberapa perusahaan pengelola perkebunan atau hutan tanaman industri pernah terlibat penegakan hukum, seperti PT AA, RUJ, LIH, dan SRL. Perusahaan-perusahaan itu pernah diproses dalam pengumpulan barang bukti dan keterangan pada kebakaran tahun 2012-2014.
Data Kompas, RUJ perusahaan hutan tanaman industri berturut-turut tahun 2013, 2014, dan 2015 terindikasi membakar hutan (Kompas, 20 Maret 2014).
Saat ini, KLHK sedang mempertimbangkan gambut dalam sebagai penentu kriteria. Itu belum dimasukkan karena pihaknya belum mengetahui peta gambut dan kedalamannya. Padahal, Kementerian Pertanian 2011 mengeluarkan Peta Lahan Gambut Indonesia yang di dalamnya tercantum sebaran kedalaman.
KLHK menurunkan 70 pejabat pengawas lingkungan hidup, pengendali ekosistem hutan, dan polisi hutan. Mereka mengumpulkan data, sarana prasarana, dan sistem pengendalian kebakaran hutan. “Nanti akan ketahuan siapa pemilik, direktur, apa statusnya perusahaan dalam negeri/luar negeri, dan lain-lain,” katanya.
Pencabutan izin
Nantinya, jika terindikasi pelanggaran berat, KLHK akan menyurati kepala daerah agar mencabut izin lingkungan/izin usaha perusahaan. “Saya beri waktu 3-7 hari, kalau kepala daerah mau mencabut, itu bagus. Kalau tidak, saya cabut izin lingkungannya pakai kewenangan menteri dalam UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” katanya.
Pencabutan izin lingkungan berakibat izin usaha perusahaan tak berlaku. Dengan kata lain, perusahaan harus berhenti beroperasi. Pelanggaran berat pun akan ditingkatkan statusnya dalam penegakan hukum pidana dan perdata. Siti menargetkan, dalam 6 bulan ini, semua perusahaan telah dikenai sanksi administratif.
Secara terpisah, pakar perubahan iklim IPB, Rizaldi Boer, sepakat pencabutan izin pelaku kebakaran. “Dampak kebakaran sangat besar. Apalagi izin lingkungan dan prosesnya tak benar. Ikuti saja aturan hukumnya yang selama ini tak jalan,” katanya.
Namun, ia mengingatkan agar kebakaran tak memojokkan komoditas sawit. Perkebunan sawit bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan minim perluasan yang rawan pembukaan lahan dengan cara membakar. (ICH)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 September 2015, di halaman 13 dengan judul “Pemain Lama “Aman””.