Suaka Margasatwa Balai Raja di Kecamatan Mandau, Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, terancam hancur. Dari luas awal 18.000 hektar yang dirambah menjadi kebun kelapa sawit, kini sisanya, 200 hektar, akan dibelah untuk jalan lingkar luar.
“Kalau sisa suaka itu jadi dibuka, kawasan lindung gajah disitu akan punah. Saat ini jalan lingkar luar Kota Duri, 33 kilometer, sudah dibuka. Alat berat tinggal 50 meter lagi dari hutan alam suaka yang tersisa. Hanya Menteri LHK yang dapat menghentikan ini,” ujar Zulhusni Syukri, Koordinator Koalisi Penyelamat Hutan Alam Balai Raja, yang dihubungi Senin (24/8).
Koalisi Penyelamat Hutan Alam Balai Raja merupakan gabungan organisasi pemerhati lingkungan Riau, seperti Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau, Green Forest Indonesia, Riau Corruption Trial, dan Himpunan Pegiat Alam Riau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Zulhusni, pembukaan jalan lingkar luar dilakukan sejak 2014 dengan sistem multitahun, menghubungkan Pekanbaru menuju Dumai atau Sumatera Utara, tanpa melewati Kota Duri yang padat dan macet. Jalan sepanjang 33 kilometer itu dibuka tanpa persetujuan dari Kementerian LHK.
Suaka Margasatwa Balai Raja, untuk mempertahankan habitat gajah sumatera, dalam 10 tahun terakhir dirambah besar-besaran sehingga hanya tersisa 200 ha. Di kawasan itu hanya tampak hamparan kebun sawit dan perumahan penduduk, termasuk bangunan milik Pemkab Kabupaten Bengkalis.
Dari data yang dihimpun Kompas, 2013, ada 40 gajah berkeliaran di suaka yang sudah menjadi kebun sawit. Tingkat konflik satwa langka itu dengan manusia sangat tinggi. Pada 2014-2015, menurut Zulhusni, lima gajah mati karena diracun dan ditembak. Populasi gajah Balai Raja kini diduga tinggal 30 ekor lagi.
“Tidak jarang gajah-gajah itu berjalan di areal perambahan sehingga merusak sawit masyarakat. Kalau Hutan Talang juga dibuka, habitat gajah bakal punah,” kata Zulhusni.
Penjabat Bupati Bengkalis, Ahmadsyah Harrofie yang baru sebulan menjabat, mengatakan belum dapat memberikan informasi terkait pembangunan jalan lingkar luar itu. “Kalau benar jalan itu melewati kawasan hutan, tidak boleh dilanjutkan. Harus ada pelepasan dari Menteri LHK,” kata Ahmadsyah yang juga Asisten II Pemprov Riau.
Kepala Bidang II Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau Supartono mengatakan, kawasan Hutan Talang yang dipersoalkan tidak termasuk dalam kawasan SM Balai Raja.
“Hutan itu kawasan konservasi PT Chevron. Bagaimana statusnya hingga dijadikan jalan, kami kurang tahu. Tetapi, kalau ditanya apakah hutan itu penting bagi gajah, benar, karena kawasan SM Balai Raja sudah hampir habis,” kata Supartono.
Zulhusni menyangkal hal itu, karena dari koordinatnya, Hutan Talang termasuk SM Balai Raja. Kehancuran hutan itu diperkirakan menghabisi gajah. “Kami heran dengan BBKSDA Riau yang tidak mengambil tindakan apa pun di Hutan Talang,” kata Zulhusni. (SAH)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Agustus 2015, di halaman 13 dengan judul “Suaka Margasatwa Dibelah Jalan Raya”.