Hari Sabtu (10/9), Universitas Hasanuddin genap berusia 60 tahun. Terletak di Makassar, Sulawesi Selatan,perguruan tinggi tertua di kawasan timur Indonesia ini terus mengukuhkan perannya sebagai pusat pendidikan berbasis riset.
Di pojok kampus Tamalanrea nan rindang, berdiri gedung Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin (Unhas). Di lantai IV bangunan tersebut terdapat Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bioteknologi.
Dari jauh, bangunan itu tampak bersahaja. Namun, dari sinilah ditelurkan riset yang mengantar kentang Sulawesi Selatan ”berdentang”, setara dengan hasil budidaya di Pulau Jawa. sejak tahun 2001, lembaga itu memproduksi dan mengembangkan benih kentang berteknologi kultur jaringan dan sistem aeroponik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasilnya dinikmati ribuan petani tak hanya di Sulawesi Selatan, tetapi juga Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.
”Petani juga kadang datang langsung ke sini untuk mengambil benih,” ujar Kepala Puslitbang Bioteknologi Unhas Prof Baharuddin.
Apa yang dilakukan Baharuddin bersama Puslitbang Bioteknologi itu adalah salah satu contoh sumbangsih Unhas bagi masyarakat. Buah pikiran, inovasi, dan riset di kampus tidak berakhir di atas kertas, tetapi diterapkan di lapangan dan bermanfaat bagi banyak orang.
Sebelum benih unggul kentang dikembangkan Unhas, petani di sentra-sentra kentang,seperti Bantaeng, Gowa, Toraja Utara, dan Enrekang, masih memakai benih peninggalan zaman kolonial. Alhasil,produktivitasnya minim, hanya 4-5 ton perhektar.
Inovasi yang dikembangkan Unhas mampu meningkatkan produktivitas lahan hingga menembus 30 ton per hektar. Dengan harga kentang sekarang mencapai Rp 12.000 per kilogram, petani dapat menikmati omzet Rp 360 juta per hektar dalam tiga bulan masa tanam.
Arifuddin (39), petani kentang di Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang menggunakan benih dari Unhas, sangat terbantu. Sebelumnya, ia dan rekannya mendatangkan benih dari Pulau Jawa.
”Selain memangkas biaya produksi, saya melihat benih dari Unhas lebih tahan penyakit, sehingga hasil panen maksimal,” kata Arifuddin. Ahli-ahli dari Unhas pun tidak segan mendampingi petani di lapangan.
Hilirisasi riset
Inovasi dan hilirisasi hasil riset, seperti yang dilakukan Puslitbang Bioteknologi, menjadi prioritas. Unhas saat ini. Tahun ini, Unhas menduduki posisi ke empat nasional untuk kinerja riset perguruan tinggi. Secara keseluruhan, Unhas menempati peringkat ke-8 perguruan tinggi terbaik nasional, lompat dari posisi ke-11 pada tahun 2015.
Rektor Unhas Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan, di usia 60 tahun ini, Unhas harus lebih banyak hadir di tengah masyarakat melalui sumbangan inovasi dan teknoiogi. Riset bereorientasi sains murni dan terapan pun diseimbangkan agar Unhas dapat melayani dua tujuan sains, yakni mengejar ilmu pengetahuan dan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Unhas pun kini memfokuskan sejumlah riset unggulan yang langsung menjawab permasalahan pelaku-pelaku ekonomi kecil di daerah. Selain kentang, ada pula kakao dan peternakan sapi, dua komoditas andalan perekonomian rakyat di Sulawesi Selatan
Isu maritim
Bidang lain yang juga mendapatkan perhatian besar dari Unhas adalah kemaritiman, ”napas” kawasan timur Indonesia. Unhas tengah menggarap riset-riset terkait rumput laut, perikanan, garam, dan revitalisasi pelayaran rakyat di bawah visi ”Benua Maritim Indonesia”. Tak sekadar riset, tetapi juga aspek pengelolaan usaha hingga pemasaran produknya.
Dwia mengatakan, upaya tersebut ditopang dengan gairah sivitas akademika meningkatkan produktivitas akademiknya. ”Saat ini lebih dari 70 persen dosen Unhas terlibat aktif dalam berbagai penelitian, ” ujarnya.
Kampus pun mendukung atmosfer riset dan pengembangan itu, di antaranya dengan pemberian insentif pendanaan penelitian dari dalam dan luar Unhas, hingga fasilitas penunjang. ”Kami ingin di usia ke-60 tahun ini Unhas makin bermakna, dan menebar maslahat bagi masyarakat,” kata Dwia.
Unhas tidak ingin menjadi menara gading…
(MOHAMAD FINAL DAENG)
Sumber: Kompas, 13 September 2016