40 Tahun ”Double Helix”; Meretas Benang Kehidupan dan Revolusi Genetika

- Editor

Selasa, 17 Januari 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BULAN Maret ini tepat empat 40 tahun penemuan model struktur tiga dimensi molekul DNA (asam deoksiribosa nukleat), materi genetik penyusun kromosom yang terdapat dalam inti sel setiap organisme hidup. Penemunya, James Dewey Watson dan Francis Harry Compton Crick telah mengangkat harkat biologi molekuler sebagai cabang ilmu yang sama sekali baru. Penemuan mereka disebut-sebut pula sebagai salah satu yang paling penting dalam biologi abad ke-20.

Tahun 1962, sembilan tahun setelah penemuan spektakuler itu, Watson dan Crick dianugerahi Hadiah Nobel untuk fisiologi atau kedokteran. Penghargaan itu mereka terima bersama ahli biofisika Inggris Maurice Wilkins, yang hasil risetnya tentang defraksi (pembiasan) sinar X untuk DNA terbukti amat menentukan bagi penentuan struktur DNA aleh Watson dan Crick.

Nama Wilkins dalam buku-buku genetika nyaris tak pernah nampak, sehingga praktis dunia hanya mengenal bapak penemu model struktur DNA adalah Watson dan Crick. Selain Wilkins, sebenamya masih ada beberapa peneliti lain yang amat berjasa membukakan jaIan bagi Watson dan Crick, seperti Rosalind Franklin dan Erwin Chargaff.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kalau mau jujur, Watson dan Crick sebenarnya hanya meramu hasil para penemu pendahulu mereka. Kendati begitu temuan mereka tetap monumental dan menjadi salah satu batu penjuru bagi riset biologi molekuler. Namun soal transfer gen, tak ada hubungannya dengan temuan Watson dan Crick,” kata Dr Antonius Suwanto, ahli genetika mikroba dan biologi molekuler FMIPA IPB serta staf PAU (Pusat Antar Universitas) Bioteknologi IPB.

KETIKA menemukan model berbentuk double helix mirip tangga spiral itu, Watson baru hampir genap berusia 25 tahun, sedang Crick menjelang 37 tahun. Watson warga Amerika Serikat, menjadi mahasiswa Universitas Chicago pada usia 15 tahun dan meraih gelar doktor ahli virus dari Universitas Indiana pada usia 22 tahun. Sementara Crick adalah warga negara Inggris, semula adalah ahli fisika tapi kemudian tertarik pada riset biologi di Universitas Cambridge.

Sejak tahun 1949 Crick menaruh minat pada upaya rintisan bagi penentuan struktur tiga dimensi molekuler besar yang terdapat pada mahluk hidup. Baru tahun 1951 ia bertemu Watson yang melakukan riset pascadoktoral di Cambridge. Adalah Watson yang meyakinkan Crick bahwa model tiga dimensi struktur DNA akan dapat mengungkap peranan asam inti itu dalam kebakaan dan penurunan sifat pada keturunan. Akhirnya upaya mereka mendatangkan hasil, dengan ditemukannya model utas ganda gula fosfat yang berpilin ke kanan dengan anak tangga berupa pasangan basa organik.

Majalah Time edisi 15 Maret 1993 menurunkan laporan cantik tentang penemuan Watson dan Crick berjudul Happy Birthday, Double Helix. Dilukiskan bagaimana Watson dan Crick merayakan temuan mereka di pub Eagle, dekat kampus Universitas Cambridge. Dalam suasana euforia akibat pengaruh alkohol, Crick menyeru, “Kita telah menemukan rahasia kehidupan!”

Mereka memang amat layak bersukacita dan berbangga. Dengan menciptakan model tiga dimensi struktur DNA, molekul raksasa bagi hereditas, Watson dan Crick berhasil memperjelas bagi pemahaman manusia terhadap proses kehidupan. Pekan pertama bulan Maret ini mereka mengadakan reuni lagi di Laboratorium Cold Spring Harbor di Long Island New York, di mana Watson selama 25 tahun menjadi direktur. Crick sendiri selama 17 tahun terakhir giat melakukan riset tentang otak manusia di Lembaga Penelitian Biologis Salk California. Berbeda dengan Crick yang lebih aktif sebagai peneliti, Watson lebih menonjol sebagai administrator. Tahun 1990 Watson dipercayai memimpin Human Genome Project (HGP), megaproyek beranggaran 3 milyar dollar AS dengan rentang waktu 15 tahun. Proyek gila-gilaan ini berambisi bisa memetakan semua genom manusia. Tapi sayang, sejak April 1992 Watson terpaksa meninggalkan posisi prestisius itu karena berselisih paham dengan Dr Bernadine Healy, Direktur Lembaga Kesehatan Nasional AS (NIH).

”Memang cukup banyak peneliti yang tak suka Watson. Dengan adanya HGP, dana untuk riset lain jadi tersedot ke situ. Betapapun studi komparatif tetap diperlukan, tak cukup kita hanya tahu peta genom pada manusia,” kata Dr Antonius Suwanto, yang pernah mendengarkan pidato Watson pada acara Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Amerika (ASM) di Dallas, Texas tahun 1991. “Ketika itu Watson juga menjelaskan tentang HGP, yang akan menentukan lokasi yang tepat dan runtunan (sequence) nukleotida yang menyusun sekitar tiga milyar DNA genom manusia. Kegiatan raksasa ini memang
akan memberikan dampak yang sangat berarti dalam bidang medis, sains, teknologi, ekonomi, sosial dan etika” tuturnya pula.

DAVID Suzuki dan Peter Knudtson dalam buku mereka Genethics The Ethics of Engineering Life (1990) menyatakan, visi double helix Watson dan Crick telah mendorong penjelajahan intensif di bidang seluk beluk molekuler gen. Dalam tempo tiga tahun setelah 1953, para ilmuwan telah berhasil mengungkap cara metabolik yang ditempuh sel ketika membentuk DNA. Tahun 1966 kode genetik DNA secara universal dan lengkap berhasil disepakati.

Tahun 1973, Herbert Boyer dan Stanley Cohen untuk pertama kali berhasil memasukkan kombinasi molekul DNA yang berisi potongan DNA dari katak dan bakteri ke dalam sel bakteri hidup. Yang mencengangkan ketika itu, DNA katak tadi direplikasi dan secara biologis diekspresikan dalam protein bakteri. Inilah awal pencapaian rekombinasi DNA yang menjadi salah satu teknik utama dalam rekayasa genetika yang menjadi tulang punggung bioteknologi yang amat populer saat ini. Seperti halnya Watson dan Crick ”berutang budi” kepada Wilkins, Franklin dan Chargaff, maka Boyer dan Cohen juga berutang budi kepada para penemu enzim restriksi yang memotong-motong gen dan enzim pelekat ligase.

Menurut Jean L. Marx dalam “ bukunya Revolusi Bioteknologi (1991), Watson dan Crick mula-mula gagal dalam usaha mereka untuk menetapkan struktur DNA, sebelum mereka dibantu oleh foto pembiasan sinar-X yang dibuat oleh Rosalind Franklin di Laboratorium Maunce Wllkins di Cambridge. Menggunakan informasi dari foto pembiasan itu, dan juga rumus yang ditemukan Chargaff, maka Watson dan Crick berhasil menyimpulkan bahwa molekul DNA terdiri dari dua untaian nukleotlda yang berpilin sesama membentuk pilinan rangkap (double helix). Tiap untai atau mata rantai adalah nukleotida, yang tulang punggungnya berupa deoksiribosa dan fosfat berselang-seling. Basanya menjulur dari tulang punggung itu.

Tangga spiral atau double helix Watson dan Crick terdiri atas empat subunit molekul yang disebut nukleotida tadi. Setiap nukleotida mengandung satu molekul gula, satu fosfat, dan satu dari empat jenis basa yang mengandung nitrogen: adenine (A), guanine (G), cytosine (C), dan thymine (T). Gula dan fosfat membentuk ikatana kuat yang menjadi rangka tangga spiral tadi. Molekul basa yang menyembul dari salah satu rangka tangga spiral bertemu dengan molekul basa pasangannya yang menempel di rangka tangga spiral lainnya. Sesuai rumus temuan Chargaff, adenine selalu berpasangan dengan thymine membetuk ikatan T-A atau A-T, sedang guanine dengan cytosine menjadi ikatan G-C atau C-G (lihat gambar).

Rancang bangun molekuler DNA yang berpilin rangkap ini menjadi tempat untuk memelihara kelangsungan informasi genetis serta mampu mewariskannya kepada generasi berikut. Molekul yang amat besar itu dapat menyimpan banyak sekali informasi dalam untaian nukleotidanya. Sebelum sel membelah, bahan hereditas ini harus lebih dahulu mengganda, sehingga tiap sel anak menerima kopi yang sama dan lengkap. DNA memang bisa dijuluki sebagai “benang kehidupan”.

Dan tak berlebihan pula jika dikatakan penemuan Watson dan Crick telah menjadi tonggak bagi revolusi genetika dan inspirasi bagi para ilmuwan untuk menyingkap rahasia kehidupan. Ada yang mencari hingga ke tingkat seluler molekuler, ada pula yang asyik mengamati bintang dan semesta alam untuk meraba-raba asal-usul penciptaan jagad raya.

Semuanya ingin menjawab pertanyaan: Apakah kehidupan ini tercipta begitu saja, ataukah ada Pencipta yang mengaturnya? (Irwan Julianto)

Sumber: Kompas, Selasa, 30 Maret 1993

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 39 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB