Berawal dari sebuah kebun di belakang rumah dinas gubernur jenderal Belanda di Bogor tahun 1817, Kebun Raya Bogor kini menjadi salah satu pusat konservasi tumbuhan terbesar di Asia Tenggara. Terletak di pusat kota meneguhkan fungsinya sebagai paru-paru kota, sekaligus oase warga yang haus ruang terbuka hijau.
Wajah Aira (7) dan Fahri (4) berseri. Mereka tertawa riang sambil berkejaran. Sesekali, sang ibu, Dina Yulita (35), menemani bermain. Mengayunkan tubuh mereka sambil berputar di lapangan rumput nan hijau di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat.
”Dibandingkan 15 tahun lalu, penataan kebun raya sekarang jauh lebih bagus,” kata Dina, warga Jakarta Selatan, Kamis (18/5). Terbatasnya ruang terbuka hijau di Ibu Kota membuat Dina rela membawa anaknya bepergian relatif jauh agar mereka bisa beraktivitas di luar ruang dengan bebas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebun Raya Bogor (KRB) memang menjadi ikon Kota Bogor. Kamis kemarin, kebun yang dibangun atas inisiatif ahli botani Jerman, CGC Reinwardt, itu genap berumur 200 tahun.
Jika pada masa lalu KRB difokuskan untuk mengoleksi tumbuhan dari berbagai penjuru Nusantara dan mengenalkan tumbuhan mancanegara untuk ditanam di Indonesia, kini KRB harus beradaptasi menjadi tujuan ekowisata dan tempat bagi sebagian warga beraktivitas di luar ruang.
”Penataan yang makin baik membuat banyak warga menjadikan KRB lokasi berolahraga atau sekadar melepas penat,” ujar Jakadhi Dharmaputra (23), warga Bogor.
Setiap hari, 1.000-1.500 orang mengunjungi KRB. Bahkan, pada akhir pekan, jumlahnya meningkat 10-15 kali lipat. Terbatasnya lahan parkir membuat banyak bus dan mobil pengunjung parkir di pinggir jalan sehingga membuat kemacetan parah dan memicu stres warga Bogor.
Untuk mengatasi itu, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PKTKR LIPI) selaku pengelola KRB, Pemerintah Kota Bogor, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan membangun gedung parkir bertingkat di lokasi Pasar Bogor yang tahun ini habis masa sewanya.
”Penataan KRB meningkatkan okupansi hotel di sekitar kebun raya,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Kehadiran KRB juga menggairahkan ekonomi warga dan melecut pendapatan asli daerah.
Pusat konservasi
Bagi ahli lingkungan, KRB adalah pemasok udara bersih, penghambat aliran air permukaan, hingga penyedia air bersih. Namun, bagi peneliti, KRB adalah simpanan kekayaan hayati, gudang pengetahuan, sekaligus ”harta karun” yang berharga.
Sejumlah komoditas andalan Indonesia kini, seperti kelapa sawit, karet, teh, kina, dan vanili, diperkenalkan pertama kali di Nusantara di KRB. ”Dari KRB pula, auksin, hormon pertumbuhan tumbuhan, pertama ditemukan (pada 1926),” kata Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain.
Di KRB pula sejumlah tumbuhan langka berhasil dibiakkan, mulai dari bunga bangkai atau Amorphophallus titanum hingga bunga Rafflesia patma yang berasal dari Jawa Barat. KRB tercatat sebagai satu-satunya kebun raya yang berhasil membudidayakan R patma di luar habitat aslinya. Berbagai tumbuhan dengan beragam potensi pun dikembangkan, seperti tanaman hias, tumbuhan dengan potensi pangan, energi, dan obat-obatan.
Pengoleksian aneka tumbuhan pun terus dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari tumbuhan tegak, herbarium, hingga biji-bijian. Kekayaan koleksi itu menjadikan KRB salah satu kebun raya berpengaruh di Asia Tenggara bersama Kebun Raya Singapura.
Kini, KRB yang luasnya 87 hektar itu punya lebih dari 12.000 spesimen tumbuhan. KRB juga menjadi induk bagi pengembangan kebun raya-kebun raya daerah di Indonesia.
Meski demikian, itu semua belum cukup. ”Masih banyak jenis spesies tumbuhan di alam yang belum terkoleksi,” kata Joko R Witono, peneliti palem-paleman PKTKR LIPI. Dari sekitar 1.000 jenis palem-paleman di Indonesia, baru sekitar 570 jenis yang diketahui namanya. Kondisi itu membuat peneliti harus berkejaran dengan waktu. Banyak hutan yang belum dieksplorasi. Di sisi lain, banyak habitat asli tumbuhan yang sudah rusak akibat perambahan hutan dan bencana alam.
Untuk koleksi anggrek saja, KRB baru punya sekitar 500 spesies. ”Banyak jenis anggrek Indonesia yang belum didata diyakini sudah hilang,” tambah peneliti anggrek PKTKR LIPI, Sofi Mursidawati.
Di sisi lain, baru 24 persen dari 118 jenis tumbuhan terancam punah yang masuk dalam daftar merah Persatuan Internasional bagi Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam (IUCN) berhasil dikonservasi di semua kebun raya Indonesia. Kehadiran kebun raya daerah diharapkan memacu capaian penyelamatan aneka tumbuhan langka.
Pengembangan
Presiden Joko Widodo mendorong pemerintah daerah mengembangkan kebun raya. Itu bisa dilakukan pemerintah kabupaten/kota atau provinsi, khususnya di luar Jawa yang masih punya lahan memadai.
Dorongan itu disampaikan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki saat menghadiri Perayaan 200 Tahun KRB. Hadir dalam perayaan itu Ketua Yayasan Kebun Raya Indonesia yang juga presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
Keberadaan kebun raya daerah itu sangat penting mengingat Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan memiliki beragam ekosistem. Dari 33 kebun raya yang ada dan sedang diinisiasi saat ini, LIPI menargetkan ada 47 kebun raya pada 2030.
Namun, itu bukan perkara mudah mengingat pembangunan kebun raya butuh komitmen kuat pemerintah daerah, mulai dari penyediaan lahan yang tak bermasalah secara hukum, dukungan pendanaan berkelanjutan, hingga penyediaan sumber daya pengelola dan peneliti.
Pembangunan kebun raya adalah investasi jangka panjang. Manfaatnya bagi warga seperti yang dirasakan dari KRB butuh waktu lebih lama dari masa kepemimpinan politik. Namun, besarnya manfaat membangun kebun raya perlu terus didorong dan diprioritaskan.–M ZAID WAHYUDI
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Mei 2017, di halaman 1 dengan judul “Menyemai Tumbuhan, Menebar Manfaat”.