2 Tewas, 57 Orang Dirawat Karena Obat PCC

- Editor

Sabtu, 15 April 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Delapan Tersangka Ditangkap, Kandungan Obat Masih Diteliti
Peredaran gelap psikotropika dan narkotika makin mencemaskan. Tak hanya di kota besar, obat berbahaya juga marak di kota kecil dan di luar Jawa. Berdasarkan data BNN Provinsi Sulawesi Tenggara, 64 orang menjadi korban obat bertuliskan PCC di Kendari.

Sampai Kamis (14/9), 2 orang tewas dan 57 orang masih dirawat di rumah sakit. Korban yang sebagian besar remaja dan pelajar dilarikan ke rumah sakit sejak Selasa (12/9) sore hingga Kamis sore.

Delapan tersangka diamankan terkait peredaran obat itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Korban pertama, pelajar berusia 14 tahun, tewas di rumah sakit, Rabu. Kamis, pemuda berusia 20 tahun tewas menceburkan diri ke laut setelah mengonsumsi obat PCC.

Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Sulistiandriatmoko, Kamis, di Jakarta, menjelaskan, peredaran obat bertuliskan PCC (paracetamol, caffeine, carisoprodol) di Kendari sudah diselidiki BNN, BNN Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara, dan BNN Kota (BNNK) Kendari.

Saat ini, Balai Laboratorium Narkotika BNN, BNNP, dan BNNK berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Balai POM Kendari untuk memeriksa kandungan obat PCC.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek berharap BNN segera mengidentifikasi kandungan obat yang menyebabkan puluhan anak dan remaja di Kendari dilarikan ke rumah sakit serta menetapkan obat itu ke dalam kelompok zat adiktif.

Informasi yang dihimpun dari Kendari, saat ini korban dirawat di berbagai rumah sakit, di antaranya Rumah Sakit Jiwa Kendari (46 orang), Rumah Sakit Bhayangkara Kendari (4), Rumah Sakit Abunawa (3), Rumah Sakit Ismoyo (3), dan Rumah Sakit Dewi Sartika (1).

“Ada 57 korban yang dirawat di rumah sakit. Satu korban meninggal di RS Bhayangkara, seorang pelajar SMP berinisial Re (14). Satu korban lain ditemukan pagi tadi di laut. Menurut keterangan keluarga dan saksi, korban membuang diri ke laut diduga sebagai dampak mengonsumsi obat PCC,” kata Kapolres Kendari Ajun Komisaris Besar Jemy Junaidi.

Para tersangka
Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tenggara Ajun Komisaris Besar Sunarto mengatakan, delapan tersangka ditahan terkait peredaran dan penyalahgunaan obat ini. Tersangka itu antara lain seorang apoteker, seorang asisten apoteker, dan seorang ibu rumah tangga berinisial ST (39).

Dari ST disita barang bukti 2.631 butir obat bertuliskan PCC, plastik klip 2.800 lembar, uang Rp 735.000, serta 8 stoples bekas tempat obat. ST ditangkap di Kelurahan Watu-Watu, Kecamatan Kemaraya, Kota Kendari, Kamis dini hari.

“Rinciannya, 2 tersangka ditangani Polda Sultra dengan barang bukti 1.112 butir tramadol. Di Polres Kendari ada 3 tersangka dengan barang bukti 2.651 butir PCC dan obat lain. Di Polres Konawe ada 1 tersangka, serta di Polres Kolaka 2 tersangka dengan barang bukti 1.449 butir somadril,” kata Sunarto.

Saat ini, Polda Sulawesi Tenggara bekerja sama dengan BNNP Sulawesi Tenggara, BNN beberapa kabupaten, dinas kesehatan, dan Balai POM Kendari membentuk tim serta posko untuk menindaklanjuti kasus ini.

“Posko juga melayani pengaduan atau memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait obat-obatan terlarang. Sejauh ini yang kami ketahui obat PCC biasa digunakan sebagai pereda nyeri,” kata Kepala Humas BNNP Sultra Adisak Ray.

Informasi menyebutkan, obat itu dijual dengan harga Rp 25.000-Rp 40.000 per bungkus berisi 25 butir. Informasi lain menyebutkan obat diberikan gratis.

Khaerul Maduppa, anggota keluarga korban, menuturkan, keponakannya yang bersekolah di salah satu SMP di Kendari mendapatkan obat dari temannya. “Menurut keponakan saya, dua hari lalu, saat pulang sekolah sekitar pukul 16.00 Wita, temannya datang membawa obat. Satu bungkus isi 25 butir, mereka konsumsi ramai-ramai. Seusai mengonsumsi obat, keponakan saya seperti orang gila. Berdiam diri, kemudian bicara sendiri, dan berhalusinasi. Saya membawa ke RSJ Kendari. Ternyata di sana sudah banyak korban yang sama,” katanya.

Sementara itu, Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Banyumas menangkap tujuh pengedar psikotropika dan obat keras di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Sebanyak 4.852 butir obat psikotropika disita, antara lain alprazolam, merlopam, dan tramadol HCI. Selain itu, disita 8 telepon seluler, 5 sepeda motor, dan uang Rp 2.639.000.

Menurut Kepala Polres Banyumas Ajun Komisaris Besar Azis Andriansyah, Kamis , di Purwokerto, tujuh tersangka itu adalah EP (18), DJ (20), IB (27), NF (29), DW (35), OR (24), dan IH (25). Mereka ditangkap pada 9-10 September di sejumlah tempat berbeda di Purwokerto.

Diragukan
Psikiater konsultan adiksi, Danardi Sosrosumihardjo, meragukan pil bercetak huruf PCC itu benar PCC. “PCC dilarang masuk oleh Badan POM. Kalau melihat perubahan perilaku yang saya lihat pada tayangan kasus Kendari, saya ragu itu benar PCC. Perubahan perilaku pada konsumsi PCC bukan seperti dalam tayangan,” katanya, Kamis, di Jakarta.

Psikiater pendamping penyalah guna obat dan narkoba di RS dr Soeradji Tirtonegoro, Klaten, Jawa Tengah, Mega Lidwina, menjelaskan, PCC mengandung parasetamol, kafein, dan carisoprodol. Fungsinya sebagai pereda nyeri, penurun demam, dan relaksasi otot.

“Dulu merek dagangnya Somadril. Tapi, Somadril sudah ditarik dari peredaran. Carisoprodol masih beredar secara gelap. Tapi belum jelas, PCC diisi apa. Sebab, sekarang semua sudah dicampur jadi satu,” ujarnya.

Para penyalah guna PCC atau obat antidepresan lain umumnya mengejar efek perasaan tenang, riang, ringan, dan berujung pada halusinasi. “Perasaan ringan melayang ini bisa berlanjut pada aksi melukai atau bunuh diri,” kata Mega.

Mega mengingatkan, jenis oplosan obat dan narkoba di Indonesia terus diperbarui dan berkembang.

“Yang rawan, obat keras yang seharusnya diperoleh dengan resep dokter, obat-obat keras oplosan industri rumahan, dan jenis narkoba baru yang banyak dijual lewat daring,” kata Mega.

Ia memberikan contoh meluasnya pasar obat alprazolam merek Xanax di kalangan remaja penyalah guna obat dan narkoba di Jawa Tengah dan Yogyakarta.(REN/DKA/ADH/WAD/WIN)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 September 2017, di halaman 1 dengan judul “2 Tewas, 57 Orang Dirawat”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 20 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB