Kondisi Bumi terus memburuk tiap detiknya. Kini, waktu kita hampir habis karena kesenjangan antara target penurunan emisi yang disepakati dan realitasnya semakin melebar.
Ketika para pemimpin politik dan ekonomi dari berbagai negara tengah bernegosiasi untuk mengatasi perubahan iklim di Madrid, kondisi Bumi terus memburuk tiap detiknya. Kini, waktu kita hampir habis karena kesenjangan antara target penurunan emisi yang disepakati dan realitasnya semakin melebar.
Setahun terakhir, kita telah mengalami banyak bencana terkait iklim, dan pada tahun-tahun ke depan dipastikan bakal menguat. Dari kebakaran hutan dan lahan di Antartika, menguatnya intensitas banjir, kekeringan dan badai di berbagai negara, hingga suhu rata-rata terpanas di Bumi sejak akhir Zaman Es terakhir 12.000 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski telah diprediksi para ilmuwan, sebagian dampak perubahan iklim ini datang lebih awal. Kondisi itu disebabkan kita terus mengeluarkan emisi karbon, yang akhir tahun 2019 ini diperkirakan bakal mencapai rekor tertinggi baru, yaitu sekitar 41,5 miliar ton per tahun.
Akumulasi karbon rumah kaca itu bahkan mendekati ambang kritis, yang memungkinkan Bumi memanas dengan sendirinya, seperti efek bola salju. Pada saat itu, kita dinilai sudah akan sangat terlambat mengatasi perubahan iklim, karena Bumi akan semakin kehilangan daya dukung untuk kehidupan manusia.
Berikut ini, 10 fakta penting terkait perubahan iklim yang disarikan dari berbagai kajian ilmiah terbaru oleh Future Earth dan diluncurkan di sela-sela Konfrensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC-COP25) di Madrid.
Dunia tidak berada di jalurnya
Emisi gas rumah kaca terus meningkat dan kesenjangan antara tren saat ini dan target iklim yang disepakati melebar. Penggunaan batubara memang menurun secara global, tetapi minyak dan gas alam masih terus tumbuh. Dengan kondisi saat ini, peningkatan suhu global bisa mencapai 3 derajat celsius dibandingkan tahun 1800-an, dari penambahan suhu maksimal 1,5 – 2 derajat celsius yang disepakati dalam Kesepakatan Paris 2015.
Perubahan iklim lebih cepat dan kuat
Tanda-tanda pemanasan atmosfer dan lautan berkelanjutan, menyebabkan permukaan laut naik semakin cepat. Greenland dan sebagian lapisan es Antartika menunjukkan tanda-tanda destabilisasi jauh lebih cepat dari yang diperkirakan. Badai laut dan banjir rob yang dulu terjadi setiap 100 tahun dapat dialami setiap tahun di kota-kota besar di seluruh dunia pada tahun 2050.
–Indeks Kinerja Perubahan Iklim (CCPI) Indonesia menempati peringkat posisi Indonesia berada di peringkat ke-39 atau menurun dari sebelumnya ke-38. Sumber: Climate Action Network bersama German Watch, New Climate Institute, 2019
Hilangnya es di puncak gunung
Gletser rata-rata menyusut sekitar setengah meter per tahun pada 2006-2015. Perubahan pada gletser, salju, dan es di pegunungan kemungkinan akan mempengaruhi ketersediaan air bagi lebih dari satu miliar orang di bagian hilir pada pertengahan abad. Kondisi ini juga akan memengaruhi ekosistem gunung dan keanekaragaman hayati tanpa bisa pulih kembali, memicu kepunahan sejumlah spesies.
Hutan sekarat
Hutan jadi penyerap utama CO2, yaitu sekitar 30 persen dari total emisi yang dihasilkan manusia. Namun, perubahan iklim memperkuat kebakaran hutan. Di satu sisi, penambahan karbon dioksida atau CO2 bisa meningkatkan kapasitas fotosintesis hutan, tetapi itu terjadi seiring peningkatan suhu yang menyebabkan kematian pohon. Memerangi deforestasi dan mendorong reboisasi, bersama dengan pengelolaan hutan berkelanjutan dan solusi iklim alami lainnya yakni opsi penting dan hemat biaya demi mengurangi emisi bersih.
Cuaca ekstrem menjadi biasa
Cuaca ekstrem akan semakin parah dan seolah telah menjadi “normal”. Misalnya, Eropa mengalami peningkatan panas ekstrem sangat tinggi. Mitigasi dapat mengurangi risiko, tetapi dengan pemanasan di atas 1,5 derajat celcius, dampaknya tetap akan memaksa migrasi banyak populasi di dunia.
Keragaman hayati menyusut
Sebanyak 14 persen dari spesies darat lokal dapat hilang pada pemanasan 1-2 derajat celsius. Dengan pemanasan 2 derajat celsius, setidaknya 99 persen terumbu karang akan lenyap karena pengasaman laut, gelombang panas, dan tekanan lain. Sementara ikan air tawar yang mati bisa naik dua kali pada tahun 2050 karena suhu musim panas yang ekstrem.
Ancaman bagi keamanan pangan dan kesehatan
Peningkatan konsentrasi karbon dioksida akan mengurangi mutu nutrisi dan produksi sebagian besar tanaman sereal, sehingga memengaruhi ratusan juta orang. Perubahan iklim dan kenaikan konsentrasi karbon dioksida bakal mengurangi ketersediaan protein global 20 persen tahun 2050. Stok ikan global menurun seiring perubahan iklim, dengan tambahan 10 persen dari populasi global yang menghadapi defisiensi mikronutrien.
Kesenjangan sosial ekonomi melebar
Kerentanan terhadap dampak perubahan iklim terutama terjadi di negara-negara dan populasi dengan pendapatan rendah. Kegagalan memitigasi dan beradaptasi dapat mendorong 100 juta orang ke bawah garis kemiskinan pada tahun 2030. Perubahan iklim titik panas akan mendorong puluhan hingga ratusan juta untuk bermigrasi, terutama di dalam perbatasan pada tahun 2050.
Keadilan menadi kunci mitigasi dan adaptasi
Keberhasilan dan kegagalan kebijakan iklim harus menyoroti masalah sosial. Keadilan sosial merupakan faktor penting bagi ketahanan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim, sehingga butuh kolaborasi lokal dan global untuk memfasilitasi mitigasi dan adaptasi.
Waktu hampir habis
Siklus Bumi untuk melakukan pendingnan dan pemanasan secara alami telah rusak, sehingga menurunkan daya dukungnya bagi kehidupan manusia. Kondisi ini memicu kehawatiran global. Protes sipil besar baru-baru ini semakin dekat dengan ambang batas sistem sosial-ekonomi.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 12 Desember 2019