Vicky Colbert: Mengubah ”Wajah” Sekolah Kolombia

- Editor

Selasa, 31 Desember 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SETIAP anak berhak atas layanan pendidikan dasar berkualitas. Pendidikan berkualitas seharusnya tidak eksklusif milik sekolah unggulan di wilayah urban, tetapi juga sekolah non-unggulan di desa pedalaman yang terpencil.

Keyakinan ini yang mendorong Vicky Colbert de Arboleda, sosiolog pendidikan asal Kolombia, mengadopsi model pembelajaran partisipatif untuk sekolah non-unggulan di Kolombia pada akhir tahun 1975. Karena dianggap berhasil, model ini lantas menjadi kebijakan pendidikan nasional Kolombia pada tahun 1980-an.

Ketika Kolombia didera konflik dan kekerasan politik, Colbert bergerilya ke sekolah-sekolah lain di pedalaman Kolombia mempraktikkan model pembelajaran partisipatif yang disebutnya ”Escuela Nueva”. Dia gelisah melihat kondisi pendidikan Kolombia yang seakan jalan di tempat, bahkan cenderung memburuk.

”Angka putus sekolah tinggi dan jumlah murid tinggal kelas makin banyak. Tak ada materi ajar yang baik. Cara mengajar guru juga konvensional. Tak satu pun kebijakan pendidikan berhasil,” kata Colbert seusai menerima penghargaan tertinggi dalam dunia pendidikan, World Innovation Summit for Education (WISE) Prize 2013, dari Qatar Foundation di Doha, Qatar, akhir Oktober lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penghargaan itu diberikan kepada pendiri dan direktur Yayasan Escuela Nueva itu atas keberhasilannya meningkatkan kualitas pendidikan dasar dengan model yang mengutamakan partisipasi aktif murid. Guru bukan lagi sosok dominan di ruang kelas yang terus berbicara tanpa henti. Guru berperan sebagai seorang fasilitator yang berpikiran terbuka, kreatif, dan tidak malas mendorong partisipasi aktif murid. Ruang kelas menjadi dinamis karena orangtua dan masyarakat pun diajak berpartisipasi agar peduli pada proses pembelajaran di sekolah.

Model pembelajaran partisipatif secara teori sesungguhnya tidak baru, tetapi selama ini hanya dipraktikkan di sekolah unggulan negeri dan swasta. Colbert mengadaptasi dan mempraktikkan model itu di sekolah dasar non-unggulan di pedalaman terisolasi dan termiskin. Di setiap sekolah yang didatangi hanya ada satu guru yang harus mengajar semua kelas. Model yang tadinya hanya dipakai di sekolah mahal diubah menjadi lebih sederhana, berbiaya murah, dan mudah ditiru semua guru bahkan yang tak berjenjang pendidikan sarjana sekalipun.

”Teori pedagoginya tidak baru. Semua guru pasti sudah hafal, tetapi tidak banyak yang tahu caranya. Semua bicara pentingnya pendidikan, tetapi tidak ada tindakan konkret,” kata ibu satu anak itu. Selama proses pembelajaran berlangsung, idealnya guru memberikan saran, masukan, dan motivasi kepada murid.
Posisi duduk

Upaya Colbert mengubah paradigma pendidikan dan proses pembelajaran awalnya tidak mudah. Mengubah posisi kursi di kelas menjadi melingkar dan dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil saja sudah membuat guru dan orangtua keberatan. Menurut orangtua murid, anak-anak justru terkesan seperti main-main, tidak serius belajar.

Namun, Colbert meyakinkan mereka bahwa pengaturan duduk secara berkelompok justru membuat interaksi antarmurid lebih dinamis karena mereka akhirnya bisa saling tatap muka, tidak lagi hanya melihat punggung teman.

”Anak belajar berinteraksi, berdialog, dan berdiskusi. Yang penting mereka bisa belajar hidup berdampingan dengan damai. Ini penting bagi kami karena negeri kami dilanda konflik tidak berkesudahan,” kata Wakil Menteri Pendidikan Kolombia di tahun 1980-an itu.

Selain mengubah posisi duduk, Colbert dan timnya menyusun materi ajar atau buku teks yang interaktif dengan banyak pertanyaan. Materi ajar itu berisi tema-tema yang dekat dengan lingkungan dan keseharian anak-anak agar ada kaitan antara apa yang diajarkan di sekolah dan kehidupan mereka. Murid diharapkan bisa mendiskusikan materi ajar atau tugas sekolahnya dengan rekan, orangtua, atau anggota kelompok masyarakat di lingkungan sekitar. Melalui cara ini, semua pihak diajak ikut terlibat berpartisipasi dan mengambil peran dalam pendidikan. Orangtua juga senang karena dilibatkan aktif dalam proses pembelajaran, tidak hanya dipanggil ke sekolah karena ada masalah dengan anaknya atau menghadiri rapat guru-orangtua.
Birokrasi

Untuk mendemonstrasikan model pembelajaran ini langsung ke guru, Colbert dan timnya yang terdiri dari guru pelatih harus berkeliling ke sekolah-sekolah. Guru harus melihat langsung cara praktiknya di kelas. Upaya keliling-keliling ini dinilai Colbert tidak cukup untuk membuat perubahan di Kolombia. Ia lalu masuk ke birokrasi dengan menjadi wakil menteri pendidikan. Tujuannya hanya satu, mempraktikkan model Escuela Nueva di semua sekolah. Akhirnya, pada tahap awal model ini mulai diberlakukan di 20.000 sekolah pada akhir 1980-an.

Kualitas pendidikan di Kolombia secara perlahan membaik dan menarik perhatian Bank Dunia dan UNESCO. Menurut penilaian kedua lembaga itu, model Escuela Nueva merupakan bentuk reformasi kebijakan publik paling berhasil dari semua negara berkembang yang ada. Ide lokal (bottom-up) dari masyarakat yang kemudian menjadi kebijakan nasional dianggap sebagai poin paling menarik.

Sejak diakui Bank Dunia dan UNESCO, sejumlah negara sebagian besar dari Amerika Latin, Pasifik, dan Karibia berdatangan ke Kolombia untuk mempelajari model itu. Menyusul kemudian Filipina, Vietnam, dan Timor Timur. Model Escuela Nueva itu kini telah ditiru dan diadopsi banyak negara melalui jalur pemerintah.

Upaya menyebarluaskan model itu, bagi Colbert, juga masih kurang. Saat menjadi birokrat, ia menyadari bahwa posisi inovasi pendidikan sangat lemah dan rentan terhadap perubahan politik di pemerintahan. Pemerintah seorang diri saja tidak akan sanggup membuat perubahan. Colbert lalu mendirikan Yayasan Escuela Nueva untuk menjaga keberlangsungan model ini.

Vicky ColbertVicky Colbert de Arboleda

? Anak: Clarita Arboleda Colbert (kini ikut menangani Yayasan Escuela Nueva)
? Pendidikan: Jurusan Sosiologi di Javeriana University, Kolombia (program S-1), dan Sosiologi Pendidikan serta Perbandingan Pendidikan Internasional di Stanford University, Amerika Serikat (program S-2)
? Karier: Wakil Menteri Pendidikan Kolombia (1980), Direktur Yayasan Escuela Nueva dan Penasihat Pendidikan Wilayah Regional Amerika Latin dan Karibia Unicef (hingga kini)
? Penghargaan:
– Outstanding Social Entrepreneur (dari Schwab Foundation milik Presiden Forum Ekonomi Dunia Klaus Schwab)
– Leading Social Entrepreneur and Senior Fellow dari Ashoka, the World Technology Award in Social Entrepreneurship dari World Technology Network tahun 2005
– The Skoll Foundation’s Skoll Award for Social Entrepreneurship
– Ditunjuk mantan Presiden AS Bill Clinton untuk menjadi anggota Badan Penasihat Kelompok Kerja Pendidikan tahun 2007
– Di Kolombia, ia termasuk dalam 100 tokoh perempuan paling berpengaruh dalam sejarah Kolombia

Sumber: Kompas, 31 Desember 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Sudirman; Membebaskan Dusun dari Kegelapan
Safwan Menghidupkan Perpustakaan Daerah
Agus Pakpahan; ”Komandan” Lalat Ingin Bangsa Ini Cerdas
Basu Swastha Dharmmesta; Profesor yang Jatuh Cinta pada Batik
Mohammad Ali; Dari Mangrove Menuju Kemandirian
Lestari Nurhajati, Perempuan Indonesia Peneliti Demokrasi di Nepal-Afganistan
Maria Yosephina Melinda GamparTotalitas Melayani Pasien
Endang Setyowati; Kepala Sekolah yang Gemar ”Nongkrong”
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 26 Desember 2014 - 09:24 WIB

Sudirman; Membebaskan Dusun dari Kegelapan

Jumat, 19 Desember 2014 - 07:11 WIB

Safwan Menghidupkan Perpustakaan Daerah

Selasa, 16 Desember 2014 - 05:51 WIB

Agus Pakpahan; ”Komandan” Lalat Ingin Bangsa Ini Cerdas

Selasa, 9 Desember 2014 - 07:26 WIB

Basu Swastha Dharmmesta; Profesor yang Jatuh Cinta pada Batik

Senin, 8 Desember 2014 - 07:27 WIB

Mohammad Ali; Dari Mangrove Menuju Kemandirian

Jumat, 5 Desember 2014 - 15:32 WIB

Lestari Nurhajati, Perempuan Indonesia Peneliti Demokrasi di Nepal-Afganistan

Jumat, 21 November 2014 - 05:23 WIB

Maria Yosephina Melinda GamparTotalitas Melayani Pasien

Jumat, 7 November 2014 - 15:29 WIB

Endang Setyowati; Kepala Sekolah yang Gemar ”Nongkrong”

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB