Setahun Moratorium Sawit, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Setelah luas tutupan kelapa sawit diketahui, dilakukan rekonsiliasi peta tutupan kelapa sawit.
Rekonsiliasi data dari sejumlah kementerian/lembaga menunjukkan luas tutupan kelapa sawit di Indonesia saat ini mencapai 16.381.959 hektar. Namun kemajuan dari setahun pelaksanaan Instruksi Presiden Moratorium Sawit ini belum mencakup jumlah izin atau pemegang izin hingga jenis kebun. Data-data perizinan yang sebagian besar berada di pemerintah daerah tersebut masih terus dikumpulkan.
KOMPAS/ALIF ICHWAN–Diskusi yang digelar oleh Kompas dan WWF-Indonesia bertema tema “Setahun Moratorium Sawit, Intensifikasi Tanpa Ekspansi”, berlangsung di Hotel Santika, Jakarta, Kamis (10/10/2019). Hadir sebagai pembicara (dari kiri ke kanan) Ichwan Susanto (moderator), Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Prabianto Mukti, Direktur Tanaman tahunan dan penyegar Kementerian Pertanian Irmijati Rachmi Nurbahar, dan Direktur Komunikasi Yayasan Auriga Nusantara Syahrul Fitra. Diskusi juga di hadiri Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Mohammad Bakir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Inpres ini pun belum menyentuh pada penyelesaian berbagai dugaan pelanggaran serta ketelanjuran sawit yang eksisting maupun dibangun di kawasan hutan. Ketidakharmonisan sejumlah peraturan di tingkat menteri membuat penyelesaian acapkali mentok. Pemerintah sedang menyusun peraturan pemerintah untuk meniadakan ketidaksinkronan peraturan tersebut.
Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Prabianto Mukti, Kamis (10/10/2019), di Jakarta, mengatakan pemerintah masih terus mengerjakan pekerjaan rumah pelaksanaan Inpres Moratorium yang tersisa dua tahun lagi. Prabianto yang juga Ketua Tim Kerja Inpres Moratorium Sawit menjadi “dirigen” agar kementerian sektor serta pemerintah daerah menjalankan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Presiden.
“Saat ini pemerintah terus melakukan rekonsiliasi peta tutupan sawit nasional. Hal ini diperlukan untuk mengintegrasikan data dalam Kebijakan Satu Peta (KSP) yang nanti akan menjadi dasar pengambilan keputusan terkait kebun sawit,” kata Prabianto dalam diskusi “Setahun Moratorium Kelapa Sawit, Intensifikasi Tanpa Ekspansi” yang diselenggarakan WWF-Indonesia dan harian Kompas..
Dalam diskusi ini juga menghadirkan narasumber Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian Irmijati Rachmi Nurbahar, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, dan Direktur Komunikasi Yayasan Auriga Nusantara Syahrul Fitra. Diskusi ini mendorong agar moratorium perkebunan kelapa sawit dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit dan Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, berjalan lebih cepat.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Tutupan Kelapa Sawit Nasional Diambilkan dari bahan presentasi Asdep Tata Kelola Kehutanan Kementerian Koordianator Perekonomian Prabianto Mukti, Kamis (10/10/2019) di Jakarta.
Irmijati mengatakan, pemerintah juga tengah mempersiapkan PP tentang Penyelenggaraan Usaha Perkebunan. “PP ini turut menjadi salah satu langkah tindak lanjut dari Inpres Nomor 8 Tahun 2018. Sebagai gambaran, PP ini akan membahas perizinan perusahaan perkebunan. Saat ini, rancangan PP memasuki tahap harmonisasi aturan dan harapannya dapat terbit tahun ini,” katanya.
Kehadiran PP ini akan menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam mengelola lahan kelapa sawit secara berkelanjutan, utamanya dari sisi meningkatkan kepatuhan perusahaan terkait. Dengan PP, sanksi bagi perusahaan yang melanggar dapat berupa pidana atau denda. Tanpa PP, seperti saat ini, sanksi bersifat administratif dan berupa teguran hingga pencabutan izin di tingkat pemerintah daerah.
Apalagi dalam diskusi juga terungkap aturan terkait “20 persen” kewajiban pelaku usaha perkebunan sawit berbeda-beda tiap kementerian. Mengacu pada UU No 39/2014 tentang Perkebunan, terbit Peraturan Menteri Pertanian No 98/2013 yang mewajibkan kewajiban pembangunan perkebunan rakyat di luar area perusahaan pemegang izin usaha perkebunan sebesar 20 persen dari izin. Ini berlaku pada izin usaha perkebunan yang terbit pada tahun 2007-2017.
Dari sudut pandang perkebunan ini, Irmijati menunjukkan realisasi pelaksanaan sebesar 28,98 persen dari target seluas 2,14 juta hektar lahan kelapa sawit.
KOMPAS/PAPARAN DARI YAYASAN AURIGA NUSANTARA–Temuan, data, dan rekomendasi terkait moratorium perkebunan kelapa sawit dari Yayasan AURIGA Nusantara
Sementara dari sisi kehutanan, mengacu pada UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Menteri LHK No 51/2017 yang mewajibkan agar pemegang izin pelepasan kawasan hutan mengalokasikan 20 persen arealnya tersebut bagi kebun rakyat (di dalam bagian kawasan hutan yang dilepaskan). Terakhir dari sisi agraria, Permen ATR/BPN No 7/2017 mengatur bahwa pemegang hak guna usaha wajib menyediakan 20 persen areal lahannya untuk kebun plasma.
Mukti Sardjono mendukung pemerintah untuk menyelesaikan peraturan perundangan yang tak sinkron agar terdapat kepastian hukum. Pemerintah pun diminta melibatkan pelaku usaha sebagai pihak yang menjalankan peraturan di lapangan nantinya untuk dilibatkan dalam penyusunan PP yang sedang disusun pemerintah.
Perlindungan hutan
Direktur Komunikasi Yayasan Auriga Nusantara Syahrul Fitra berharap moratorium sawit juga bisa melindungi hutan-hutan alam tersisa yang belum telanjur dibuka untuk perkebunan. Ia menunjukkan temuan analisanya berupa 1.406.505 ha yang masih merupakan tutupan hutan alam di dalam pelepasan kawasan hutan.
“Perusahaan harus mempertahankan tutupan hutan alamnya menjadi hutan bernilai konservsi tinggi maupun berkarbon tinggi (HCV/HCS) atau kawasan ekosistem esensial (KEE),” kata dia.
Secara keseluruhan, Tim Kehutanan dan Perkebunan Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aldila Surya Hutami berpendapat, moratorium seharusnya menjadi momentum penilaian perusahaan perkebunan, utamanya dari sisi kepatuhan. Selain itu, moratorium juga menjadi momentum penyelesaian tumpang-tindih lahan.
Hingga Juli 2019, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendata, seluas 3,17 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit masih berada di kawasan hutan. Sebanyak 2,54 juta hektar di antaranya tidak berada dalam kategori permohonan pelepasan kawasan.
Menurut Aldila, tumpang-tindih ini mesti diselesaikan dengan prinsip kebijakan satu peta. “Perlu ada satu data lahan perkebunan kelapa sawit yang terpadu sehingga dapat menjadi dasar pemerintah dalam mengambil kebijakan,” katanya sebagai penanggap diskusi.–M PASCHALIA JUDITH J / ICHWAN SUSANTO
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 11 Oktober 2019