Tim peneliti dari IPB University mengembangkan peranti untuk membantu menelusuri jejak penangkapan ikan. Inovasi teknologi itu bisa dimanfaatkan untuk mengoptimalkan hasil tangkapan ikan dengan biaya lebih rendah.
Perikanan skala kecil merupakan motor sosial ekonomi masyarakat. Namun, nelayan kecil kerap terkendala kurangnya sarana dan prasarana dalam aktivitas penangkapan ikan sehingga hasil tangkapan tidak optimal. Divisi Akustik, Instrumentasi dan Robotika Kelautan IPB University mengembangkan piranti TREKfish untuk mengatasi kendala tersebut.
Sejauh ini, aktivitas perikanan skala kecil berperan penting dalam menyediakan lapangan pekerjaan, khususnya di perikanan tangkap. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut, pada tahun 2016 subsektor perikanan tangkap menyerap sekitar 2,64 juta tenaga kerja langsung yang terdiri dari 2,26 juta orang nelayan laut dan 378.000 nelayan perairan umum pedalaman (PUD).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, nelayan kecil yang bekerja di sektor perikanan tangkap turut berkontribusi dalam menyediakan asupan protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Sebab, sekitar 60 persen ikan dan makanan laut lainnya yang dikonsumsi masyarakat berasal dari perikanan tangkap.
Meski demikian, KKP juga mencatat jumlah nelayan pada tahun 2018 menurun secara signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2017, jumlah nelayan mencapai 2,65 juta orang, terdiri dari 2,24 juta nelayan laut dan 407.000 nelayan PUD. Sementara pada 2018, jumlah nelayan turun menjadi 2,01 juta orang yang terdiri dari 1,68 juta nelayan laut dan 326.000 nelayan PUD.
Penurunan ini terjadi antara lain karena sebagian besar tingkat perekonomian nelayan yang belum masuk kategori sejahtera. Bahkan, nelayan kerap mengalami kerugian karena hasil tangkapan ikan tak sebanding dengan biaya pelayaran. Tidak adanya data dan informasi terkait jejak tangkapan ikan ini membuat nelayan berlayar tanpa koordinat pasti sehingga berimbas pada besarnya biaya bahan bakar minyak (BBM) yang dikeluarkan.
Berangkat dari kondisi itu, Divisi Akustik, Instrumentasi dan Robotika Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB University, membuat piranti bernama TREKfish. Sistem itu digunakan untuk pelacakan atau penelusuran jejak penangkapan sumber daya perikanan sehingga hasil yang ditangkap jauh lebih optimal. Nelayan juga dapat menghemat biaya pelayaran karena jejak tangkapan ikan telah terekam.
“ Teknologi ini bisa membantu nelayan agar tak lagi ke sana kemari dan mencoba-coba lokasi baru dalam menangkap ikan. Dengan pengetahuan dan database yang ada, nelayan bisa langsung ke lokasi sehingga tak banyak membuang bahan bakar,” ujar Kepala Divisi Akustik, Instrumentasi dan Robotika Kelautan sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan IPB University Indra Jaya, pekan lalu.
Indra menjelaskan, TREKfish dikembangkan karena selama ini perikanan skala kecil nyaris tak pernah tersentuh oleh perkembangan teknologi atau industri 4.0. Selain itu, sistem navigasi moderen yang berkembang seiring perkembangan elektronika dan teknologi satelit serta pengetahuan terkait jejak penangkapan belum banyak dimanfaatkan.
Dua komponen
TREKfish memiliki dua komponen berupa perangkat keras dan lunak yang saling terhubung. Perangkat keras yang dipasang di kapal atau perahu nelayan berfungsi untuk menyimpan koordinat posisi. Spesifikasi yang ada dalam perangkat keras itu meliputi antara lain sistem pemosisi global (GPS), catu daya ganda berupa baterai dan solar panel, dan wadah kedap air.
Sementara perangkat lunak berupa aplikasi android bernama fishER digunakan untuk melihat visualisasi hasil penelusuran kapal. Aplikasi juga mengintegrasikan visualisasi dan pencatatan secara elektronik (e-logbook) sehingga memudahkan proses pelaporan atau evaluasi penangkapan ikan.
TREKfish tidak membutuhkan jejaring komunikasi satelit untuk dapat berfungsi menelusuri jejak operasi penangkapan ikan. Data posisi kapal akan terus terekam meski tidak berada atau keluar dari area selular. Sistem akan kembali mengirimkan posisi kapal setelah perangkat tersambung atau masuk kembali ke jaringan seluler.
“Di device TREKfish ini ada semacam kartu memori untuk menyimpan posisi yang telah ditangkap memakai sensor GPS. Kami sengaja tidak menggunakan sistem satelit karena masih mahal. Jadi meski tidak terjangkau sinyal, posisi kapal akan tetap tercatat,” tutur Indra.
Keunggulan lainnya dari TREKfish yakni sistem ini dirancang agar dapat merekam posisi kapal setiap 5 menit sekali atau 12 posisi kapal per jam. Guna menunjang operasi dengan jangka waktu yang lama, catu daya perangkat keras TREKfish dipasok dari solar panel dan baterei Li sebagai cadangan.
Penggunaan TREKfish akan menghasilkan data dan informasi yang berupa posisi kapal sejak berlayar meninggalkan pelabuhan atau pesisir dan saat transit ke daerah penangkapan ikan. TREKfish juga merekam posisi kapal saat melaksanakan operasi penangkapan dan ketika kembali ke pelabuhan. Dengan demikian, TREKfish merekam jejak kapal secara keseluruhan dari awal sampai akhir pelayaran.
Jejak penangkapan ikan yang terekam bisa diakumulasikan kemudian dapat dibuat peta distribusi hasil tangkapan utama beserta hasil tangkapan sampingan (by catch). Dari hasil pencatatan itu dapat dihitung jumlah hasil tangkapan per satuan upaya (catch per unit of effort/CPUE). Informasi tentang CPUE sangat penting untuk mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan karena dapat membantu identifikasi kondisi stok ikan yang jadi target penangkapan.
Digunakan semua pihak
TREKfish telah dikembangkan sejak tahun 2019 dan selesai diuji coba selama enam bulan lebih di tiga lokasi yakni Rembang (Jawa Tengah), Pamekasan (Madura, Jawa Timur), dan Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara). TREKfish akan diproduksi oleh PT Panrita Nusantara Jaya dan dalam waktu dekat dapat digunakan oleh pelaku perikanan skala kecil secara luas.
Selain nelayan, TREKfish dapat digunakan pemerintah pusat maupun daerah serta akademisi. Pemerintah dapat memakai TREKfish untuk membantu penerapan manajemen melalui pengawasan dan pelaporan serta program ketelusuran (traceability). Sementara akademisi dapat memanfaatkan TREKfish ini untuk membantu penelitian seperti identifikasi siklus hidup ikan, pola migrasi ikan, dan menentukan dinamika populasi hingga pengkajian stok ikan.
Koordinator Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengatakan, pada 2010-2018, produksi perikanan tangkap laut terus meningkat rata-rata 3,6 persen per tahun. Di sisi lain, tingkat pemanfaatan potensi sumber daya ikan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan mayoritas nelayan belum menerapkan praktik penanganan terbaik dalam menangkap ikan sehingga kualitas dan harga hasil tangkapan akan rendah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala itu antara lain dengan menerapkan modernisasi dan peningkatan kapasitas nelayan tradisional dengan penggunaan teknologi perikanan. Penggunaan teknologi yang produktif, efisien, dan ramah lingkungan diharapkan meningkatkan pendapatan nelayan minimal 300 dolar AS atau sekitar Rp 4,4 juta per bulan.
Oleh PRADIPTA PANDU
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 21 September 2020