”Terpanggang”

- Editor

Rabu, 12 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Waduk Gondang yang mengalami kekeringan di Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, Sabtu (15/9/2018). Hingga akhir Agustus air di Waduk Gondang tersisa 1.597.500 meter kubik dari kapasitas maksimal 23.712.500 meter kubik. Kondisi tersebut membuat fungi waduk sebagai sumber pengairan pertanian terhenti.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH)
15-09-2018

Waduk Gondang yang mengalami kekeringan di Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, Sabtu (15/9/2018). Hingga akhir Agustus air di Waduk Gondang tersisa 1.597.500 meter kubik dari kapasitas maksimal 23.712.500 meter kubik. Kondisi tersebut membuat fungi waduk sebagai sumber pengairan pertanian terhenti. KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH) 15-09-2018

CATATAN IPTEK
Sekitar 20 orang, mungkin lebih, meninggal karena gelombang udara panas (heatwave). Awal Juni dibuka dengan cerita ”teror” iklim. Sekitar 15 monyet mati di hutan, diperkirakan menjadi korban konflik memperebutkan air. Jalan harus disiram air agar aspal tidak meleleh. Seorang pria di India bagian selatan tewas karena menegur orang yang mengambil air banyak-banyak di tengah kekeringan.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–Sejumlah remaja menggelar aksi damai tentang bahaya bencana perubahan iklim di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta, 15 Maret 2019. Aksi mereka terinspirasi gerakan aktivis remaja Swedia, Greta Thunberg.

Di sebagian wilayah barat laut India, suhu udara mencapai rekor, lebih dari 50 derajat celsius—sebagai catatan, suhu udara Jakarta yang dikeluhkan panas menyengat berkisar 34-37 derajat celsius. Berita bertubi mengabarkan tentang India yang ”terpanggang”. Gelombang panas sebenarnya bukanlah fenomena baru karena merupakan bagian dari sistem iklim dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apa yang terjadi awal bulan ini di India telah dituliskan dalam laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada Oktober 2018. Hal itu untuk memenuhi permintaan dari lembaga Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) guna memberikan gambaran apa yang bakal terjadi saat suhu Bumi bertambah 1,5 derajat celsius di atas suhu Bumi di era pra-Revolusi Industri.

Waduk Gondang yang mengalami kekeringan di Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, Sabtu (15/9/2018). Hingga akhir Agustus air di Waduk Gondang tersisa 1.597.500 meter kubik dari kapasitas maksimal 23.712.500 meter kubik. Kondisi tersebut membuat fungi waduk sebagai sumber pengairan pertanian terhenti.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH)
15-09-2018

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA–Waduk Gondang di Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, mengalami kekeringan, 15 September 2018. Perubahan iklim bisa memicu bencana kekeringan sehingga mengancam produktivitas pertanian.

Selain dampak gelombang udara panas, penyakit tropis pun akan meluas ke lintang-lintang tinggi, ke daerah sub-tropis. Lebih banyak manusia akan terpapar penyakit-penyakit malaria, chikunguya, penyakit dari virus Ziaka, dan penyakit lain dengan vektor nyamuk karena habitat nyamuk meluas akibat semakin hangatnya suatu wilayah.

Gelombang udara panas yang mematikan bisa menyerang lebih dari 350 juta manusia karena kota-kota besar, seperti Shanghai (China) dan Lagos (Nigeria), akan mengalami gelombang udara panas ini pada 2050. Jika suhu naik 2 derajat celsius, Karachi (Pakistan) dan Kalkutta (India) diperkirakan mendapat serangan udara panas setiap tahun separah kejadian tahun 2015—ketika lebih dari 2.500 orang meninggal.

Ketika ancaman telah nyata di depan mata, ternyata manusia tak juga bergerak cepat untuk berubah. Yang dibutuhkan adalah perubahan drastis. Kabar tentang perubahan iklim sudah terungkap sejak lebih dari tiga dekade, tetapi hingga kini tidak ada gerakan perubahan yang berarti untuk mengatasinya.

Aronoff menuliskan opininya di The Guardian bahwa para miliuner, investor pemilik perusahaan, menunjukkan keengganan berganti haluan. Kelompok pemikir Australia dari Breakthrough National Center for Climate Restoration dengan lugas mengatakan, ”Kita semua akan mati”. Kemungkinan yang bakal terjadi pada tahun 2050 jika dalam 10 tahun ini dunia gagal mencapai kondisi netral-karbon, berarti tak terjadi penambahan gas rumah kaca di atmosfer. Dengan kata lain, kita saat ini sedang menyongsong ”kepunahan” kita manusia.–BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Sumber: Kompas, 12 Juni 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 4 Juli 2025 - 17:25 WIB

Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB