Terapi bagi Penderita Autisme Makin Manusiawi

- Editor

Rabu, 10 April 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Intan, salah satu anak berkebutuhan khusus binaan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Cabang Jakarta menunjukkan kebolehannya bernyanyi di hadapan hadirin dalam acara penyerahan dana Rp 4,2 miliar dari pelanggan Indomaret untuk pembangunan sekolah khusus anak dengan autisme oleh YPAC

Kompas/Laraswati Ariadne Anwar (DNE)
08-07-2015

Intan, salah satu anak berkebutuhan khusus binaan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Cabang Jakarta menunjukkan kebolehannya bernyanyi di hadapan hadirin dalam acara penyerahan dana Rp 4,2 miliar dari pelanggan Indomaret untuk pembangunan sekolah khusus anak dengan autisme oleh YPAC Kompas/Laraswati Ariadne Anwar (DNE) 08-07-2015

CATATAN IPTEK
”Pada Hari Kepedulian Autisme Sedunia (2 April), kita menentang diskriminasi, merayakan keanekaragaman komunitas global, serta memperkuat komitmen untuk inklusi penuh dan partisipasi orang-orang dengan autisme. Mendukung mereka untuk mencapai potensi penuh adalah bagian penting dari upaya untuk menjunjung janji Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, yaitu untuk tidak meninggalkan siapa pun”. (Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres)

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan, 1 dari 160 anak di dunia menderita autisme. Kalau dipukul rata, bisa jadi dari 83 juta anak Indonesia, ada 520.000 anak mengalami autisme. Ini bukan jumlah yang sedikit mengingat anak-anak itu membutuhkan terapi agar mampu menjalani hidup dan mencapai kesejahteraan secara maksimal.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN–Anak-anak autis tampil memainkan musik angklung pada perayaan HUT Ke-15 Yayasan Autisma Indonesia (YAI) di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Rabu (13/3/2012). Pentas ini selain untuk menunjukkan anak autis mampu berkarya, juga menyosialisasikan agar masyarakat lebih memahami tentang autisme pada anak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut laman Lembaga Kesehatan Mental Nasional Amerika Serikat, pada 2013, revisi dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) diterbitkan. Revisi itu mengubah klasifikasi dan diagnosis autisme. Gangguan autisme, sindrom Asperger’s, gangguan perkembangan pervasif, dan gangguan disintegratif masa kecil dimasukkan menjadi satu kelompok, yaitu gangguan spektrum autisme (ASD).

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani, autos, yang berarti diri sendiri. Penderita autisme mengalami gangguan dalam interaksi sosial, perkembangan bahasa dan kemampuan komunikasi, serta menunjukkan perilaku kaku dan diulang-ulang. ASD bisa berbentuk gangguan ringan sampai berat hingga perlu perawatan khusus. Ada yang mengalami gangguan kognitif, sebaliknya ada yang memiliki kemampuan hebat di bidang seni serta kecerdasan tinggi.

Gejala ASD umumnya tampak pada tiga tahun pertama kehidupan. Bentuknya antara lain anak cenderung menghindari kontak mata, tidak responsif, tidak nyaman dengan sentuhan, terlalu fokus pada sesuatu yang diminati tanpa memberi perhatian pada hal lain, bernada suara datar seperti robot.

Autisme bisa terjadi pada semua ras dan strata sosial. Namun, autisme empat kali lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan. Sejauh ini, ilmuwan belum bisa memastikan penyebab autisme. Autisme diperkirakan bersifat genetik, bisa juga akibat ibu terpapar obat atau bahan kimia tertentu serta menderita campak jerman semasa hamil.

Dewasa ini, terapi bagi anak penderita autisme makin menyenangkan dan tidak menyiksa. Terapi utama adalah terapi perilaku dan komunikasi, yaitu mengajarkan perilaku, kemampuan komunikasi dan sosial, serta integrasi sensorik. Pelaksanaan terapi itu memerlukan kerja sama erat antara orangtua, guru, ahli terapi, dan ahli kesehatan mental.

Pada 1943, psikiater anak Leo Kanner dari Universitas John Hopkins, Amerika Serikat, menggunakan istilah autisme untuk menggambarkan anak dengan masalah emosi dan sosial pada sejumlah anak yang dia teliti.

Tahun 1960-1970-an, riset untuk mengatasi masalah autisme berfokus pada obat seperti LSD, penggunaan listrik, dan teknik perubahan perilaku yang menimbulkan penderitaan. Sepanjang 1980-1990-an, terapi perilaku dan lingkungan belajar yang diawasi ketat menjadi terapi utama bagi penderita autisme.

Intan, salah satu anak berkebutuhan khusus binaan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Cabang Jakarta menunjukkan kebolehannya bernyanyi di hadapan hadirin dalam acara penyerahan dana Rp 4,2 miliar dari pelanggan Indomaret untuk pembangunan sekolah khusus anak dengan autisme oleh YPAC–Kompas/Laraswati Ariadne Anwar (DNE)–08-07-2015

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Intan, salah satu anak berkebutuhan khusus binaan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Cabang Jakarta, menunjukkan kebolehannya bernyanyi di hadapan hadirin dalam acara penyerahan dana Rp 4,2 miliar dari pelanggan Indomaret untuk pembangunan sekolah khusus anak dengan autisme oleh YPAC.

Dewasa ini, terapi bagi anak penderita autisme makin menyenangkan dan tidak menyiksa. Terapi utama adalah terapi perilaku dan komunikasi, yaitu mengajarkan perilaku, kemampuan komunikasi dan sosial, serta integrasi sensorik. Pelaksanaan terapi itu memerlukan kerja sama erat antara orangtua, guru, ahli terapi, dan ahli kesehatan mental.

Selain itu, ada terapi tambahan jika diperlukan, meliputi obat dan diet, terapi okupasi (memperbaiki perkembangan motorik halus), juga terapi musik, seni, serta terapi dengan binatang, seperti naik kuda atau berenang dengan lumba- lumba. Dalam hal ini, obat tidak untuk menyembuhkan, tetapi membantu mengatasi gangguan perilaku yang menghambat perkembangan. Sementara itu, diet bebas gluten serta pemberian vitamin B dan magnesium dipercaya bisa memperbaiki perilaku anak penderita autisme.–ATIKA WALUJANI MOEDJIONO

Sumber: Kompas, 10 April 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB