Mikeda menunjukkan dua tumpukan buah di dua kotak berbeda, masing-masing setumpuk tomat dan apel. Kami diminta mengawasi kedua kotak tersebut dengan cermat. Dengan memencet sebuah tombol, kotak di sebelah kiri menyala.
Sekitar satu menit kami diminta mencermati apa yang terjadi dengan buah itu. Kami sempat bingung, tetapi permintaan itu tetap kami lakukan. Kami pun diminta berpindah melihat ke kotak kanan. Lalu lampu dinyalakan. “Apa bedanya?” ujar Mikeda Perdana Mahdi.
Kami tidak tahu harus menjawab apa karena dengan penglihatan selintas kedua kotak itu tidak berbeda banyak. Lalu Mikeda menghidupkan lampu di kotak kiri dan kotak kanan bersamaan. “Kalau sekarang terlihat tidak bedanya?” kata lelaki asal Padang, Sumatera Barat, ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kami terenyak. Hanya dengan teknologi pencahayaan berbeda, buah di kotak kiri dan kanan bisa tampak berbeda jauh. Buah di kotak kiri kelihatan lebih ranum dan warnanya sangat segar, sedangkan buah di kotak kanan terlihat seperti di mal biasa.
Lelaki yang kini menjadi salah satu peneliti di Seksi Produksi Strategis Divisi Lampu Panasonic Corporation di Osaka, Jepang, itu lalu menerangkan bagaimana cahaya lampu bisa mengubah tampilan. Dengan rinci dan cergas, Mikeda menjelaskan bagaimana warna buah, kain, dan ruangan bisa dibuat sesuai selera.
Artinya, lampu produksi mutakhir Panasonic ini bisa diformat sesuai keinginan pengguna. Pemilik ruangan, misalnya, dapat memilih warna yang sesuai dengan suasana yang diinginkan. “Perkembangan teknologi lampu dan cahaya maju pesat sejak Panasonic mengembangkan teknologi light emitting diode (LED) tahun 1996,” kata Mikeda.
Teknologi lampu yang dikembangkan Panasonic sudah dipakai di berbagai tempat, baik mal, stadion, dapur, tempat makan, rumah, maupun tempat lain. Di Stadion Sepak Bola Suita, misalnya, Panasonic memasang lampu di kanan-kiri gawang. Tak ada satu pun lampu di belakang gawang. “Ini untuk menghindari penjaga gawang silau,” kata Ichiro Suganuma, Presiden Direktur PT Panasonic Manufacturing Indonesia.
“Hanya dengan memperbanyak frekuensi cahaya merah, buah yang lama dipajang di tempat penjualan akan tetap terlihat segar. Begitu pula dengan pajangan baju ini, dengan teknologi pencahayaan yang tepat, baju-baju tersebut terlihat baru,” kata Mikeda, akhir Februari lalu.
Tomohiro Kondo, General Manager Overseas Engineering Group Lighting Engineering Operations Panasonic, menyampaikan pemaparan soal teknologi yang dikembangkan Panasonic.
Bagaimana lampu dapat mengubah suasana, hal itu terlihat jelas ketika kami berkunjung ke Panasonic Centre di pusat kota Osaka. Menempati empat lantai di sebuah gedung mewah di tengah kota, Panasonic Center menjadi tempat bagi umum untuk melihat produk mutakhir perusahaan elektronik Jepang ini.
Disambut seorang anggota staf, Hana Kai, kami dibawa berkeliling melihat produk-produk mutakhir Panasonic yang sudah dilempar ke pasaran. Ketika sampai di sebuah ruangan yang disulap seperti dapur sekaligus tempat makan, kami diberi tahu bahwa ruangan ini menggunakan teknologi lampu mutakhir.
“Lampu bisa membuat Anda merasa nyaman dan tenang karena pencahayaan lampu di sini tidak hanya mengubah cahaya lampu itu sendiri, tetapi juga dinding, lantai, lemari, bahkan meja makan. Energi yang digunakan pun sangat hemat,” kata Hana.
Tidak sekadar bercerita, Hana mulai memencet tombol lampu di ruangan itu. “Kalau mau tidur, kira-kira lampu yang cocok seperti ini,” kata Hana.
Benar, ketika sebuah tombol dipencet, seluruh isi ruangan berubah warna. Karpet yang awalnya berwarna coklat dan lemari yang berwarna kuning gading tiba-tiba berubah jadi semu merah. Hana pun kembali memencet tombol lampu dan ruangan berubah jadi lebih segar dengan warna putih kekuningan. “Teknologi seperti ini memungkinkan kita mengatur ruangan seperti mal, bioskop, atau ruang karaoke,” ujarnya.
Panasonic, yang didirikan Konosuke Matsushita itu, mulai memproduksi lampu sejak 1936. Sejak saat itu, perusahaan ini terus mengembangkan beragam jenis lampu, termasuk lampu LED yang tahan badai dan gempa. Sebagai negara yang banyak dilanda gempa, wajar jika lampu tahan gempa Panasonic menguasai lebih dari 80 persen pangsa pasar di Jepang.
Beberapa stadion dan arena olahraga yang dipakai Olimpiade Musim Dingin 1998 di Nagano, Jepang, juga menggunakan lampu LED Panasonic. Yang terakhir, teknologi lampu Panasonic melengkapi Stadion Sepak Bola Suita di Osaka, yang dibangun pada 2015 lalu. Selain lebih awet, kelebihan lampu LED lain adalah lebih hemat energi, hingga 35 persen. “Lampu di kolam renang Yokohama International Swimming Pool juga kami yang bikin,” lanjut Mikeda.
Selama ini, teknologi lampu Panasonic memang banyak dipakai untuk penerangan di arena olahraga. Di Stadion Suita, misalnya, 2.300 lampu LED menerangi stadion tersebut. Meski hanya dipasang di posisi barat dan timur, tidak satu pun di belakang gawang, pencahayaan lampu di seluruh sisi lapangan mencapai sekitar 2.000 lux, jauh di atas standar FIFA ataupun IOC yang hanya sekitar 1.500 lux.
Dengan pencahayaan yang lebih dari cukup itu, tidak berarti stadion akan menjadi silau. “Kita bisa mengatur kesilauan agar tidak membuat atlet atau pemain terganggu,” ujarnya.
Bahkan, rancangan pencahayaan di Stadion Suita tidak membuat bola tak bisa dilihat karena silau. Singkatnya, pemain dimanjakan oleh cahaya tanpa mengganggu mata mereka. Pengalaman itu kami rasakan ketika menonton pertandingan antara Gamba Osaka dan Nagoya Grampus.
Beberapa tempat di Indonesia sudah menggunakan produk lampu Panasonic, seperti Candi Prambanan, Grand Indonesia, Lippo Mall Puri, dan AEON Mal BSD City.
Tahun 2018
Meski kondisi ekonomi global belum membaik, tepat pada peringatan 100 tahun Panasonic pada 2018, Panasonic Corporation menargetkan total penjualan mencapai 10 triliun yen. Tahun lalu, Panasonic membukukan total penjualan sekitar 7,8 triliun yen.
Untuk mencapai target itu, Panasonic terus berekspansi mengembangkan produk baru, bahkan menghidupkan produk lama yang cukup dikenal masyarakat dunia, seperti salon (pengeras suara) Technics atau Ramza. Merek tersebut, menurut Suganuma, sempat merajai dunia persalonan.
Di Panasonic Center, kami melihat salon Technics dan beragam merek lain dipertontonkan. Kualitas suara yang keluar dari salon itu luar biasa. “Mirip kita hadir di sebuah pertunjukan orkestra,” kata seorang teman.
Namun, ketika kami menanyakan berapa harga yang ditawarkan untuk salon tersebut, dengan tersenyum Hana Kai menjawab, “Kalau yang paling besar ini harganya sekitar 4 juta yen (sekitar Rp 450 juta).”
Produsen alat-alat elektronik dan semikonduktor Panasonic memburu pasar solusi bisnis. Mereka berharap ada peningkatan signifikan pada salah satu kategori produk tersebut.
Suganuma, yang juga Ketua Perwakilan Panasonic di Indonesia, kepada Kompas, di Jakarta, mengatakan, secara global Panasonic berharap pada 2018 bisa meraih penjualan 10 triliun yen (sekitar Rp 1.150 triliun).
Ia menambahkan, salah satu andalan Panasonic untuk mencapai target itu adalah produk solusi bisnis, peralatan hiburan di pesawat, dan produk elektronik untuk perkantoran. “Kami sekarang lebih fokus pada penjualan B to B atau B to G daripada ritel. Kami sadar, dengan harga yang ditawarkan cukup tinggi, agak sulit bersaing dengan produk dari negara lain,” katanya.(MBA)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Maret 2016, di halaman 26 dengan judul “Buah Bisa Terlihat Lebih Segar dan Ranum”.