Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi akan memberikan pelatihan bagi para petani tentang cara pembuatan benih kentang yang cepat, murah, dan mudah. Melalui teknik itu, masa tanam yang diperlukan hanya dua bulan, lebih cepat satu bulan dibandingkan umbi.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan dukungan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, akan memberikan pelatihan tentang cara pembuatan benih kentang kepada para petani di Desa Sumber Brantas, Batu, Jawa Timur, Minggu (15/7/2018). BPPT juga akan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Batu.
Menurut Koordinator Kegiatan Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, Irni Furnawanthi Hindaningrum, petani akan diajarkan untuk membuat benih kentang hasil. Melalui teknik ini, masa tanam yang diperlukan hanya dua bulan, lebih cepat satu bulan dibandingkan dengan umbi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Teknik ex vitro dilakukan di ruangan dengan suhu dan kelembaban yang dikontrol agar optimal untuk daya tumbuh pembibitan kentang. Benih yang dihasilkan melalui teknik ini akan berkualitas, terbebas dari hama penyakit, jamur, dan bakteri,” kata Irni yang dihubungi, Kamis (12/7/2018), di Jakarta.
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO–Umar (35) petani di Desa Dieng Kulon, Banjarnegara menyirami tanaman kentang menggunakan air dari sumur yang dipompa, Minggu (8/7/2018).
Dalam situs BPPT disebutkan, Balai Bioteknologi BPPT menerapkan aplikasi teknologi hasil kerekayasaan untuk pengadaan benih kentang berkualitas melalui teknik kultur jaringan ex vitro. Teknik ini dilaksanakan di ruang dengan kontrol mikro klimat dengan metode soil free propagation.
Teknik tersebut dapat menyediakan umbi mikro dan stek mikro kentang yang bebas patogen, seragam (sifat tanamam), dan tidak bergantung musim. Sistem produksi umbi bibit kentang yang dikembangkan Balai Bioteknologi adalah memproduksi bibit dimana hasilnya dapat langsung dipakai petani sebagai bibit.
Berdasarkan data BPPT, kebutuhan benih kentang rata-rata per tahun sebanyak 108.000 benih. Jumlah tersebut untuk disemai di lahan seluas 72.000 hektar. Namun, ketersediaan benih kentang bersertifikat nasional saat ini baru mencapai 15 persen.
Selain itu, biaya pengadaan benih kentang cukup tinggi, yaitu 40–50 persen dari total biaya produksi kentang. Namun jika menggunakan teknik ex vitro, maka biaya pembenihan bisa menjadi 15 persen dari total biaya budidaya kentang.
“Masalah utama produksi kentang ialah mahalnya harga benih yang mencapai Rp 20.000 per kilogram. Ini membuat para petani kadang memilih menyisihkan sebagian hasil panen untuk benih musim tanam berikutnya sehingga produksi kentang menjadi rendah,” kata Irni.
Masalah utama produksi kentang ialah mahalnya harga benih yang mencapai Rp 20.000 per kilogram.
Lebih murah
Peneliti dan Perekayasa dari BPPT Pusat Teknologi Produksi Pertanian, Dodo Rusnanda Sastra, mengatakan, biaya penerapan teknik ex vitro ini lebih murah karena tidak memerlukan fasilitas peralatan laboratorium serta tak butuh bahan kimia yang mahal.
“Meski pembibitan kentang dengan teknik ex vitro lebih murah, mudah, dan cepat, masih ada tantangan. Saat ini para peneliti terus berusaha meningkatkan mutu bibit kentang agar terbebas dari virus kentang,” kata Dodo.
Melalui pelatihan ini, diharapkan petani dapat menerapkan teknik perbanyakan vegetatif yang dilakukan di luar laboratorium (ex vitro) secara mandiri. Selain itu, melalui teknik ini, kemampuan produksi dapat mencapai 100.000 benih per tahun dengan kualitas baik. (Sharon Patricia)–EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 13 Juli 2018