Teknologi Pembuatan Benih Kentang Dikembangkan

- Editor

Senin, 16 Juli 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi akan memberikan pelatihan bagi para petani tentang cara pembuatan benih kentang yang cepat, murah, dan mudah. Melalui teknik itu, masa tanam yang diperlukan hanya dua bulan, lebih cepat satu bulan dibandingkan umbi.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan dukungan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, akan memberikan pelatihan tentang cara pembuatan benih kentang kepada para petani di Desa Sumber Brantas, Batu, Jawa Timur, Minggu (15/7/2018). BPPT juga akan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Batu.

Menurut Koordinator Kegiatan Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, Irni Furnawanthi Hindaningrum, petani akan diajarkan untuk membuat benih kentang hasil. Melalui teknik ini, masa tanam yang diperlukan hanya dua bulan, lebih cepat satu bulan dibandingkan dengan umbi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Teknik ex vitro dilakukan di ruangan dengan suhu dan kelembaban yang dikontrol agar optimal untuk daya tumbuh pembibitan kentang. Benih yang dihasilkan melalui teknik ini akan berkualitas, terbebas dari hama penyakit, jamur, dan bakteri,” kata Irni yang dihubungi, Kamis (12/7/2018), di Jakarta.

KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO–Umar (35) petani di Desa Dieng Kulon, Banjarnegara menyirami tanaman kentang menggunakan air dari sumur yang dipompa, Minggu (8/7/2018).

Dalam situs BPPT disebutkan, Balai Bioteknologi BPPT menerapkan aplikasi teknologi hasil kerekayasaan untuk pengadaan benih kentang berkualitas melalui teknik kultur jaringan ex vitro. Teknik ini dilaksanakan di ruang dengan kontrol mikro klimat dengan metode soil free propagation.

Teknik tersebut dapat menyediakan umbi mikro dan stek mikro kentang yang bebas patogen, seragam (sifat tanamam), dan tidak bergantung musim. Sistem produksi umbi bibit kentang yang dikembangkan Balai Bioteknologi adalah memproduksi bibit dimana hasilnya dapat langsung dipakai petani sebagai bibit.

Berdasarkan data BPPT, kebutuhan benih kentang rata-rata per tahun sebanyak 108.000 benih. Jumlah tersebut untuk disemai di lahan seluas 72.000 hektar. Namun, ketersediaan benih kentang bersertifikat nasional saat ini baru mencapai 15 persen.

Selain itu, biaya pengadaan benih kentang cukup tinggi, yaitu 40–50 persen dari total biaya produksi kentang. Namun jika menggunakan teknik ex vitro, maka biaya pembenihan bisa menjadi 15 persen dari total biaya budidaya kentang.

“Masalah utama produksi kentang ialah mahalnya harga benih yang mencapai Rp 20.000 per kilogram. Ini membuat para petani kadang memilih menyisihkan sebagian hasil panen untuk benih musim tanam berikutnya sehingga produksi kentang menjadi rendah,” kata Irni.

Masalah utama produksi kentang ialah mahalnya harga benih yang mencapai Rp 20.000 per kilogram.

Lebih murah
Peneliti dan Perekayasa dari BPPT Pusat Teknologi Produksi Pertanian, Dodo Rusnanda Sastra, mengatakan, biaya penerapan teknik ex vitro ini lebih murah karena tidak memerlukan fasilitas peralatan laboratorium serta tak butuh bahan kimia yang mahal.

“Meski pembibitan kentang dengan teknik ex vitro lebih murah, mudah, dan cepat, masih ada tantangan. Saat ini para peneliti terus berusaha meningkatkan mutu bibit kentang agar terbebas dari virus kentang,” kata Dodo.

Melalui pelatihan ini, diharapkan petani dapat menerapkan teknik perbanyakan vegetatif yang dilakukan di luar laboratorium (ex vitro) secara mandiri. Selain itu, melalui teknik ini, kemampuan produksi dapat mencapai 100.000 benih per tahun dengan kualitas baik. (Sharon Patricia)–EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 13 Juli 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB