Layanan berbasis teknologi digital sedang naik daun. Transparansi, akuntabilitas, hingga kepraktisan, menjadi alasan utama teknologi ini jadi pilihan. Tidak hanya dari kalangan individu, kalangan pemerintahan pun mulai melirik fasilitas digital menjalankan operasional kegiatan.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA–Seorang warga membuka laman media sosial Facebook Jabar Quick Response (JQR) di Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (7/7/2019). Masyarakat dapat melaporkan sejumlah masalah, seperti kesehatan, kemiskinan, dan pendidikan lewat nomor aduan dan media sosial JQR,
Lemari Farisa Ulfa (29) sibuk mengakses telepon pintarnya. Dia mencari beberapa bukti perjalanan dinas dengan menggunakan aplikasi perjalanan. Dalam aplikasi tersebut, tertera beberapa informasi berupa harga tiket, jadwal, dan batas waktu pembayaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Farisa, salah seorang aparatur sipil negara di Bandung, mengaku memilih menggunakan aplikasi dalam pembelian tiket karena praktis. Sebagai milenial multitasking, ia tidak memiliki banyak waktu ke agen perjalanan. Dengan aplikasi, dia bisa mendapatkan tiket melalui genggaman. Dia juga tidak perlu membawa banyak uang tunai untuk memesan tiket perjalanan dan penginapan.
Pemesanan yang bisa dilakukan jauh-jauh hari menggunakan aplikasi ini juga memberikan kenyamanan baginya saat melakukan perjalanan. Jika menggunakan metode manual, dia sering kali khawatir tidak mendapatkan hotel atau penginapan saat terlalu malam tiba di lokasi dinas.
”Tetapi tidak semua perjalanan yang bisa menggunakan aplikasi daring. Beberapa kali saya perlu menggunakan sistem manual karena kantor membutuhkan bukti fisik berupa kuitansi. Tapi kalau boleh memilih, lebih sederhana pakai aplikasi,” katanya saat ditemui, Rabu (19/2/2020),
Tidak hanya kepraktisan pemesanan, detail transaksi yang didapat dengan menggunakan aplikasi membuat Farisa tidak perlu khawatir. Dia tinggal mencetak catatan perjalanan dan melaporkannya kepada bendahara kantor.
”Kadang kalau ada yang ceroboh, nota dari hotel atau agen perjalanan bisa lenyap. Entah hilang di jalan apa rusak, misalnya basah kehujanan. Nah, kalau pakai aplikasi, nota pembelian bisa dicetak ulang, tinggal lihat di e-mail aja,” katanya. Kelebihan dalam hal transparansi dan kepraktisan ini ditangkap Pemerintah Provinsi Jabar.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil memutuskan, penggunaan jasa pemesanan daring untuk perjalanan dinas. Pada Rabu (19/2), Pemprov Jabar menandatangani kerja sama layanan perjalanan dinas dengan tiga perusahaan, yaitu PT Aero Global Indonesia (Aerotravel), PT Global Tiket Network (Tiket.com), dan PT Trinusa Travelindo (Traveloka). Menurut Kamil, pembelian dalam menggunakan aplikasi diharapkan bisa menghemat anggaran perjalanan hingga 30 persen.
Dalam satu tahun, Pemprov Jabar menghabiskan kurang lebih Rp 37 miliar hanya untuk perjalanan dinas. Jika ditambah kebutuhan lainnya seperti akomodasi dan pertemuan, anggaran yang digelontorkan hingga Rp 190 miliar. ”Angka itu gabungan seluruh belanja Pemprov Jabar dan DPRD Jabar. Harga satu tiket bervariasi, bahkan ada yang sampai dua kali lipat dengan cara manual. Kalau menggunakan aplikasi, proses jual beli bisa terjamin secara kompetitif,” tuturnya.
Penggunaan aplikasi juga diharapkan bisa mengurangi kebiasaan asal beli atau tanpa melihat perbandingan harga dalam pengeluaran dinas. Tindakan tersebut rentan memicu pemborosan anggaran. Penggunaan aplikasi juga bisa dipertanggungjawabkan karena proses jual beli ada jejak digitalnya. Oleh karena itu, Kamil berharap daerah lain bisa menerapkan pola itu demi efisiensi dan akuntabilitas.
Transparansi
Layanan digital untuk perjalanan dinas bukan yang pertama diterapkan. Sebelumnya, Jabar juga menggunakan teknologi digital dalam kegiatan operasional. Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa di Sekretariat Daerah Jabar Ika Mardiah menuturkan, sejak tahun 2019, pihaknya telah menggunakan katalog elektronik (e-katalog) dan menggaet PT Brilliant Ecommerce Berjaya sebagai penyedia layanan pemesanan daring Mbiz Market untuk pengadaan barang dan jasa.
Ika menjelaskan, e-katalog digunakan untuk pengadaan barang dan jasa yang memiliki nilai lebih dari Rp 50 juta. Saat ini, Jabar menggunakan sistem ini dalam memenuhi empat komoditas, yaitu pengadaan proyek pengaspalan jalan (hotmix), jasa keamanan, produk kebersihan, serta penyediaan makanan dalam pendidikan dan pelatihan.
Sementara untuk pengadaan barang dan jasa di bawah Rp 50 juta, Pemprov Jabar menggunakan Mbiz Market. ”Kalau pakai e-katalog, persyaratan penyedia harus lebih ketat dengan standar yang tinggi. Kalau pakai Mbiz Market, kami bisa menyerap produk dari usaha kecil dan menengah (UMKM) untuk memenuhi kebutuhan kecil seperti makanan untuk rapat,” ujarnya.
Penggunaan teknologi digital, menurut Ika, memberikan keuntungan karena tidak perlu melakukan tender berulang- ulang. Selain menghemat waktu, pola ini menghemat biaya untuk pegawai pengawas tender. ”Biaya yang dihemat tidak hanya anggaran, tetapi juga waktu. Kalau sudah pakai aplikasi, tinggal pilih saja,” ujarnya.
Desa berinovasi
Tidak hanya di kalangan ASN, Pemprov Jabar juga mendorong pihak pemerintahan desa untuk lebih adaptif terhadap teknologi digital. Penyesuaian ini dilakukan agar desa mampu berinovasi sehinggga meningkatkan kesejahteraan warga.
Menurut Emil, perkembangan positif dari sejumlah desa di Jabar tidak terlepas dari teknologi digital. Salah satu program, pembangunan Desa Digital, dilaksanakan untuk membangun pusat digital di perdesaan. Balai desa bakal dilengkapi komputer dengan akses internet sehingga bisa dipergunakan untuk beberapa aktivitas, salah satunya berjualan daring.
Ke depan, Kamil berharap, sejahtera datang sejak dari desa. Tak perlu repot merantau ke kota jika desa saja sudah cukup membuat bahagia. Sejauh ini, langkah menuju keinginan itu diklaim sudah ada di jalur yang benar. Tahun ini, tidak ada lagi desa berstatus sangat tertinggal di Jabar. Tahun lalu, jumlah desa sangat tertinggal di Jabar ada 48 desa. Selanjutnya, dari 929 desa tertinggal setahun lalu, kini tinggal 326 desa.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA–Jabar Punya Informasi (Japri) edisi ke-31 digelar di halaman belakang Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/7/2019). Program ini mempertemukan narasumber dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan awak media untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat lewat pemberitaan.
”Sementara desa berkembang yang awalnya berjumlah 3.600 desa, saat ini meningkat menjadi 3.656 desa. Untuk desa maju, meningkat dua kali lipat dari 695 desa menjadi 1.232 desa. Kemudian desa mandiri, dari 37 desa menjadi 98 desa. Peningkatan kesejahteraan akan terus kami genjot dengan penerapan inovasi teknologi,” kata dia.
Kepala Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Asep Wahyono menuturkan, desa menjadi sangat terbantu dengan akses digital. Apalagi, untuk mengakses bantuan dana desa dari pemerintah pusat, pihaknya harus menggunakan aplikasi berbasis digital. Suntenjaya adalah salah satu desa penuh prestasi di Jabar. Di sana, dana desa digunakan membangun infrastruktur pertanian sekaligus pemberdayaan masyarakat setempat.
Salah seorang petani berprestasi di sana adalah Ulus Pirmawan (44). Pada 2017, dia mendapat penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Ulus dianggap sukses menerapkan konsep pertanian ramah lingkungan yang hasilnya diekspor. Komoditas seperti baby buncis, brokoli, hingga sawi sudah dikirim ke Singapura hingga Perancis.
Hal tersebut dilakukan untuk akses yang cepat dan transparan. Asep menuturkan, jajarannya harus memberikan detail setiap anggaran sesuai dengan hasil musyawarah desa. ”Kami mulai musyawarah dari tingkat RW, dusun, lalu di musyawarah desa kesepakatan itu akan masuk ke anggaran,” tuturnya.
Jika tidak memungkinkan untuk bertemu, musyawarah tidak jarang dilakukan menggunakan grup Whatsapp. Terkadang, menggunakan grup tersebut bisa menghemat anggaran dalam penyediaan surat Pengantar kepada setiap tokoh masyarakat. ”Kami memiliki grup yang isinya tokoh masyarakat di setiap kampung. Jadi, kalau sifatnya darurat, kadernya sudah tahu,” ujarnya.
Bagi Asep dan kepala desa lainnya, fasilitas teknologi digital menjadi sebuah kebutuhan. Bahkan, perangkat negara juga memanfaatkan kemudahan dari transaksi digital dalam operasionalnya. Akuntabilitas lewat jejak digital menjadi nilai tambah sehingga digitalisasi menjadi solusi untuk pemerintahan yang transparan.
Ridwan Kamil mengklaim, lompatan-lompatan status desa tersebut tak lepas dari efektivitas sejumlah program dan inovasi Pemprov Jabar berbasis perekonomian desa. Salah satunya, One Village One Company (OVOC). Tahun lalu, Pemprov Jabar mengirimkan 110 anak muda lulusan terbaik perguruan tinggi ke desa-desa. Mereka harus memiliki empat nilai yaitu kompetensi, kejuangan, kerakyatan, dan keikhlasan.
”Tahun ini, kami kirim lagi 300 anak muda patriot desa, yang akan tinggal di desa satu sampai dua tahun, kerjanya hanya satu, membangun start up,” ujarnya. Ada juga program One Pesantren One Product (OPOP). ”Kini, ada 1.200 pesantren sudah kami modali dan sekarang sudah punya pabrik roti, sabun, hingga pertanian daring. Dengan jumlah sumber daya manusia dan dukungan luar biasa, ponpes berpotensi memutar roda keahlian ekonomi yang bisa menjadi bekal para santri kelak,” kata Ridwan.
Teknologi digital tak zamannya lagi jadi kemewahan. Kini geliatnya berubah jadi sebuah kebutuhan. Bahkan, perangkat negara juga memanfaatkan kemudahan dari transaksi digital dalam operasionalnya. Akuntabilitas lewat jejak digital menjadi nilai tambah sehingga digitalisasi menjadi solusi untuk pemerintahan yang transparan.
Oleh MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Sumber: Kompas, 2 Maret 2020