Penerapan teknologi generasi kelima atau 5G diyakini bisa menggerakkan perekonomian dunia secara signifikan. Sebagian kalangan memprediksi 5G dapat menghasilkan nilai tambah hampir 900 miliar dolar Amerika Serikat untuk kawasan Asia Pasifik dalam kurun waktu 15 tahun ke depan. Tidak heran jika operator seluler di Asia menyiapkan investasi hingga 370 miliar dolar AS untuk membangun jaringan 5G baru antara 2018 hingga 2025.
“Meskipun 4G masih memiliki banyak ruang untuk pertumbuhan di seluruh Asia, operator di kawasan ini sekarang berinvestasi miliaran dolar dalam membangun jaringan 5G. Mereka memfasilitasi layanan konsumen, mentransformasikan industri dan manufaktur, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Mats Granryd, Direktur Jenderal GSMA (penyelenggara acara), saat membuka Mobile World Congress (MWC) di Shanghai, China, Rabu (26/6/2019).
KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT–Pengunjung memadati arena penyelenggaraan “Mobile World Congress 2019” di Shanghai, China, Rabu (26/6/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Granryd, 5G menawarkan jangkauan layanan lebih cepat, lebih kaya, dan lebih mendalam. Tidak dapat disangkal, hal ini dapat mendorong pertumbuhan dan pendapatan di sektor industri.
Terobosan 5G juga dapat mengatasi sejumlah isu yang menjadi kebutuhan manusia seperti persoalan kesehatan dan pendidikan.
“Dengan menggunakan hologram misalnya, seseorang dapat mengunjungi kerabatnya yang sudah tua, terpisah jarak yang jauh, dan tinggal di rumah,” kata Granryd.
Sejalan dengan itu, China sedang mengujicoba 5G di seluruh kota besar, termasuk Shanghai. Adapun peluncuran secara komersial akan dimulai tahun depan. Dia memperkirakan 28 persen koneksi seluler China menggunakan jaringan 5G pada tahun 2025.
“Ketika 5G menjadi kenyataan, kami meminta kepada pemerintah dan regulator di kawasan untuk secara aktif membentuk lingkungan bisnis yang menguntungkan. Sehingga dapat mendorong investasi,” katanya.
KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT.–Lokasi acara “Mobile World Congress 2019” di Shanghai, China, Rabu (26/6/2019).
Laporan GSMA, sekitar 2,8 miliar pelanggan seluler di Asia pada akhir 2018. Angka ini setara dengan 67 persen dari populasi kawasan itu.
Jumlah pelanggan diperkirakan akan meningkat menjadi 3,1 miliar pada tahun 2025 (72 persen dari populasi), meskipun tingkat pertumbuhan melambat karena banyak pasar utama mendekati kejenuhan.
Dari data yang sama, terjadi penambahan pelanggan baru pada periode tahun 2018 hingga 2025 dari India, Cina, Pakistan, Indonesia, Bangladesh, dan Filipina.
Kesiapan operator menerapkan 5G secara komersial terlihat di arena pameran. Tidak hanya pada sistem operasi, melainkan juga pada unit pendukung lain untuk menunjang adanya kota cerdas misalnya. Banyak pengunjung menanyakan cara kerja perangkat digital yang didukung jaringan 5G.
MWC 2019 Shanghai berlangsung mulai 26 hingga 28 Juni di Shanghai New International Expo Centre (SNIEC). Acara yang mengusung tema “Intelegent Connectivity” ini dibuat dalam bentuk seminar, pameran, dan berbagai kegiatan lain.
Adapun isu kuat yang menjadi pembicaraan para pihak di ajang ini terkait dengan penerapan 5G secara komersial, internet of things (IoT), kecerdasan buatan, dan data raksasa (big data).
Acara yang menempati tujuh area di SNIEC ini diperkirakan akan dihadiri 60.000 orang dan 550 peserta pameran dari berbagai negara.
KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT–Pengunjung penasaran dengan salah satu teknologi berbasis 5G yang dipamerkan di salah satu gerai di ajang Mobile World Congress di Shanghai, China, Rabu (26/6/2019).
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Ismail menyampaikan Indonesia sedang menyiapkan diri menggunakan 5G. Masa percobaan ini, kata Ismail, dipastikan tidak akan terlalu lama.
“Dalam menerapkan teknologi baru harus tepat waktunya, tidak boleh terlalu cepat, dan juga tidak terlalu lama,” kata Ismail.
Hal yang perlu disiapkan adalah kesiapan sumber daya manusia dan kepastian ekosistem. Pemerintah, kata Ismail, menyarankan agar para operator bersikap rasional. Adapun dari sisi pemerintah, saat ini sedang fokus menyediakan frekuensi yang dibutuhkan.
Kebutuhan ini sejalan dengan yang disampaikan pemerhati teknologi telepon seluler, Lucky Sebastian. Semua tantangan yang ada mesti diatasi untuk menyongsong peluang yang lebih besar.
Klarifikasi Huawei
Ken Hu, Rotating Chairman of Huawei menjelaskan bahwa kondisi perusahaannya dalam kondisi baik-baik saja. Meskipun ada tekanan dari Pemerintah AS, namun kontrak bisnis dengan mitra tetap berjalan seperti biasa.
“Tidak ada yang terpengaruh karena situasi yang tidak stabil. Kami menjalankan bisnis seperti biasanya,” kata Hu di depan jurnalis.
–Ken Hu, Rotating Chairman of Huawei (tengah) memberi penjelasan mengenai kondisi perusahaan saat ini kepada jurnalis di Shanghai, China, Rabu (26/6/2019). –Kompas/Andy Riza Hidayat
Huawei telah mengantongi 50 kontrak komersial 5G dan mengapalkan lebih dari 150 ribu perangkat base transceiver station (BTS) di seluruh dunia. “Huawei akan mengirim 500 ribu perangkat BTS 5G ke seluruh dunia dan mendukung operator untuk menerapkan komersialisasi 5G, ” kata Hu.
Per 22 Juni, Huawei telah membuat kontrak bisnis dengan mitra usaha, 28 persen di antaranya dengan negara-negara di Eropa, 11 persen dengan negara-negara Timur Tengah, 6 persen Asia Pasifik, 4 persen negara di Benua Amerika, serta 1 persen negara di Benua Afrika.
Secara keseluruhan, ada 30 negara yang telah menjadi mitra Huawei untuk menerapkan 5G secara komersial. Dalam negeri, China telah mengujicoba menerapkan 5G di 40 kota. Dia memastikan penerapan 5G akan semakin luas tahun depan.–ANDY RIZA HIDAYAT DARI SHANGHAI
Editor ANTONIUS PONCO ANGGORO
Sumber: Kompas, 26 Juni 2019