Surya, Fusi, atau Fisi

- Editor

Senin, 15 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kita dan semua makhluk hidup membutuhkan energi untuk sintas dan melaksanakan aneka kegiatan, padahal sumber- sumber daya energi kian menipis dan akhirnya akan habis.

Memang dengan habisnya sumber daya energi tidak berarti bahwa energinya juga habis sebab energi itu kekal. Namun, jika energi sudah dipakai untuk melakukan usaha, kualitasnya menurun, misalnya menjadi makin tersebar dan gradien sukunya makin melandai. Maka, walaupun energi itu tetap masih ada, ia sudah tidak tersedia lagi untuk melakukan usaha. Begitulah menurut hukum utama termodinamika.

Sumber daya energi yang dalam jangka waktu sangat panjang masih akan mampu memenuhi kebutuhan makhluk hidup di Bumi ada tiga: surya, fusi terkendali, dan fisi dengan reaktor pembiak cepat. Energi cahaya matahari akan terus sampai ke Bumi selama proses reaksi termonuklir di sana masih berlangsung. Dalam lingkungan plasma yang teramat sangat panas di matahari, terjadi fusi (perpaduan) proton (inti atom hidrogen), dan fusi itu melepaskan energi dalam bentuk cahaya (gelombang elektromagnetik atau foton).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ada dua mekanisme yang telah diketahui secara ilmiah, yakni reaksi proton-proton dan daur Bethe. Dalam daur (siklus) yang ditemukan fisikawan Hans Bethe (1906-2005), fusi proton-proton yang membentuk inti atom Helium (zarah alfa) terjadi melalui serangkaian reaksi nuklir yang rumit dengan karbon (C-12) sebagai katalisnya.

Fusi
Di Bumi fusi terkendali yang paling prospektif ialah fusi deuteron-triton. Deutron (D) ialah inti atom deuterium, yakni hidrogen yang intinya “ketambahan” satu neutron. Triton (T) ialah inti atom tritium, yakni hidrogen yang intinya “ketambahan” dua neutron. Deuterium cukup melimpah dalam bentuk air berat (D2O) di laut. Sedangkan tritium tidak terdapat (lagi), tetapi dapat “diciptakan” secara artifisial dengan mereaksikan litium dengan neutron.

Setelah diteliti selama berpuluh-puluh tahun, ada harapan bahwa fusi yang terkendali akan “segera” dapat direalisasikan dengan apa yang disebut reaktor fusi ber-beta tinggi. “Beta” (b) ialah parameter dalam Fisika Plasma. Reaktor ini kompak dengan kapasitas daya 0,16 We dan berbentuk silinder. Ruang di dalamnya hampa dan ada medan magnetiknya yang kuat, yang dibangkitkan dengan elektromagnet. Gas deuterium dipompakan masuk dan dipanaskan dengan gelombang radio seperti dalam oven mikrogelombang. Jika suhu gas itu mencapai lebih dari 1.100 derajat celsius, gas itu terionisasi menjadi pasangan-pasangan ion dan elektron yang disebut plasma. Plasma ini menekan medan magnetik di sekitarnya dan diimbangi oleh tekanan medan magnetik itu. Nah, parameter “beta” ialah nisbah tekanan plasma terhadap tekanan medan magnetik.

Reaktor fusi yang tengah dikembangkan Lockheed-Martin dirancang dengan “beta” yang tinggi, yakni sekitar 1. Kerapatan tenaga bahan-bakar reaktor ini (yakni deuteron dan triton) sejuta kali lebih besar daripada kerapatan tenaga BBM. Menurut perancangnya, Thomas McGuire, reaktor ini tidak bisa meledak seperti bom-H, dan tidak ada risiko terjadinya pelelehan teras seperti reaktor fisi.

Surya
Menurut Rinaldy Dalimi (Guru Besar UI dan anggota Dewan Energi Nasional) dalam artikelnya “Matahari Energi Dunia” (Kompas, 29/5), dengan panel sel surya dapat dihasilkan daya elektrik 1 MW/2 ha. Ini tampak rendah mengingat bahwa tetapan surya besarnya 1,4 KW/m2. Pernyebabnya bermacam-macam, seperti tiadanya sinar matahari pada malam hari, jatuhnya sinar matahari yang miring di permukaan Bumi (kecuali di tengah hari), bergesernya matahari secara berkala antara 23,5o LU dan 23,5o LS dalam setahun, terhalangnya sinar matahari oleh hujan, awan, dan polusi udara, serta kemampuan efisiensi konversi cahaya ke energi elektrik yang masih rendah (19,6 persen).

Faktor yang terakhir ini dapat dikurangi dengan membuat sel surya yang efisiensinya lebih tinggi dan mudah diproduksi dengan fabrikasi massal otomatis. Konon Australia (Universitas New South Wales di Sydney) sudah mampu mencapai efisiensi 40 persen. Secara teoretis, efisiensi ini dapat ditingkatkan lagi sebab konversi fotovoltaik tak melalui tahap bahang ke mekanis yang tunduk pada hukum kedua termodinamika.

Fisi
Fisi nuklir, yakni pembelahan inti atom berat menjadi sepasang sibir berupa inti-inti yang lebih ringan, juga dapat menghasilkan energi untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang. Namun, harus dipakai reaktor fisi pembiak cepat. Reaktor ini sambil menghasilkan energi fisi juga membentuk inti fisil (terbelahkan) dari inti fertil (subur) yang tercampur dalam bahan bakar fisilnya. Reaktor pembiak dengan bahan-bakar uranium alam atau uranium diperkaya dapat membiakkan inti plutonium-239 dari uranium-238 melalui tangkapan menyinar neutron yang diikuti peluruhan beta dua kali berturut-turut. Sementara reaktor torium membiakkan, bahan-bakar fisil uranium-233.

Karena “kepepet”
Reaktor fisi (tipe apa pun) menyisakan limbah yang sangat radioaktif, di antaranya ada yang berumur sangat panjang. Lagi pula, reaktor ini rentan terhadap musibah pelelehan teras dan sindroma China, seperti yang telah terjadi di Three Mile Island (Harrisburgh, Pensylvania, Amerika), di Chernobyl (Kriv, Ukraina) dan di Fukushima (Jepang).

Baguslah bahwa Indonesia membiarkan pilihan go nuclear tetap terbuka, tetapi menempatkan energi nuklir sebagai pilihan terakhir, yang baru akan diambil setelah benar-benar “kepepet”, dan mayoritas rakyat kita bersedia menerima risikonya. Tentulah konsensus ini harus dicapai melalui sosialisasi jujur dan referendum jurdil dan luber.

Rencana pembangunan reaktor suhu tinggi dinginan gas generasi 4 sebagai reaktor daya eksperimen(tal) dengan bantuan Rosatom sebaiknya dibatalkan saja. Kecuali kalau itu dilaksanakan di, untuk, dan dengan biaya negara lain, dan ahli nuklir Indonesia membantu sambil memperoleh pengalaman dan pengalihan teknologi.

Kalau sebagai give and take kita harus udhu (ikut memberi iuran), ya, tak apalah. Wajar, orang nebeng, ya, ikut membayar. Jer basuki mawa beya.

L Wilardjo, Fisikawan
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Juni 2015, di halaman 7 dengan judul “Surya, Fusi, atau Fisi”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB