Studi Genom, Babak Baru Kesehatan

- Editor

Minggu, 14 Maret 1999

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hampir sepuluh tahun berlalu dari saat mega proyek yang bertujuan memetakan dan menguraikan 100.000 gen manusia, dicanangkan tahun 1990. Saat itu, tak seorang pun percaya proyek tersebut bakal selesai sesuai tahun target: 2005.

Proyek bernama Human Genome Project (HGP), dulu memang dianggap di awang-awang. Bayangkan, dari 100.000 gen itu harus diuraikan tiga milyar urutan pasangan basa DNA (deoxyribonucleic acid) manusia
secara lengkap. Data itulah yang diharapkan bisa menjadi sumber ilmu biomedis abad ke-21.

Tiap individu memiliki hampir 100.000 gen yang diturunkan. Beberapa varian gen menjadi penentu tinggi badan, warna mata, sidik jari, golongan darah, dan sebagainya. Makin dekat hubungan kekerabatan, makin banyak kesamaan genetiknya. Sebaliknya, makin jauh hubungan makin beda pula sifat genetiknya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Inilah yang kemudian mendasari upaya para ahli HGP untuk mendokumentasikan variasi genetika spesies manusia. Para ilmuwan yang terlibat HGP, membentuk Human Genome Organization (Hugo) dengan
lebih dari 1.000 anggota dari 50 negara, termasuk Indonesia. Hugo menyelenggarakan pertukaran data untuk menyusun peta fisik genom, peta genetik, dan secara teratur bertemu untuk membahas masalah etis, legal, sosial, maupun paten penelitian genom manusia.
***
DI dunia ada sekitar 4.000-8.000 suku bangsa yang berbeda, yang variasi genetiknya diharapkan dapat membantu memahami sejarah biologis manusia maupun mencari penyebab penyakit dan bagaimana mengobatinya.
Indonesia, juga Cina dan India, seperti diungkapkan Direktur Lembaga Biologi Molekul Prof dr Sangkot Marzuki PhD DSc, termasuk negara yang menjadi sasaran sumber genom karena besarnya variasi genetiknya.
Indonesia sebagai tempat tinggal lebih dari 300 suku bangsa yang berbeda, tergabung dalam proyek raksasa itu, dan Lembaga Eijkman adalah motornya.

Suku-suku ini diketahui berasal dari gelombang migrasi yang berlangsung selama lebih dari 20.000 tahun. Dengan demikian, informasi variasi genomnya juga merupakan hal penting untuk memahami sejarah kependudukan di kepulauan Indonesia, dinamika migrasi, dan pola adaptasinya.

Menurut dr Herawati Sudoyo PhD dari Lembaga Eijkman, salah satu peneliti pada studi antropologi molekul itu, telah dilakukan studi terhadap 19 populasi-diambil 30 individu per populasi-dari berbagai lokasi geografis. Mulai dari suku Alor, Sumba, Bima, Minahasa, Kaili, Toraja, Makasar, Bugis, Sasak, Bali, Tengger, Jawa, Batak, Melayu-Bangka, Melayu-Palembang, Melayu-Pekanbaru, Minangkabau, Banjar, sampai Dayak.

“Mereka mewakili dua kumpulan gen utama yang mendasari seluruh populasi: Australoid dan Austranesian atau Mongoloid Selatan,” papar Herawati.

Hubungan kekerabatan ini dipelajari dengan memanfaatkan polimorfisme sekuens daerah hipervariabel DNA mitokondria (mtDNA). Polimorfisme mtDNA merupakan indikator berharga dalam studi antropologi molekuler
karena diturunkan melalui satu garis keturunan secara maternal dan laju mutasinya tinggi.

Dari data yang diperoleh bisa dilihat hubungan kekerabatan 19 populasi itu, yang umumnya sesuai dengan hasil pengamatan antropologi sosial budaya selama ini. Namun ada juga temuan yang mengejutkan seperti suku Batak dan Toraja yang selama ini diduga kerabat dekat, ternyata secara genetik sangat jauh. “Justru suku Toraja berkerabat dekat dengan suku Bugis dan Makasar,” kata Herawati.
***
DI luar studi antropologi, studi DNA pada berbagai suku juga membantu untuk memahami pola penyakit keturunan dan bagaimana menanganinya. Soal talasemia misalnya-suatu kelainan darah genetik di mana sel darah merah tak mempunyai cukup hemoglobin-setelah diteliti secara molekuler diketahui: mutasi-mutasi beta talasemia
spesifik sesuai kelompok etniknya.

“Mutasi beta talasemia orang Jawa berbeda spektrumnya dengan orang Melayu, berbeda lagi dengan beta talasemia di Ujungpandang,” kata Sangkot.

Dengan mengetahui mutasi ini, dikembangkan metode diagnostik prenatal yang menjadi kunci penanganan beta talasemia. “Diagnostik prenatal yang dikembangkan Lembaga Eijkman, merupakan penemuan pertama di dunia,” tambahnya.

Sedang untuk diabetes mellitus, diketahui ada gen di mitokondria yang bereaksi terhadap gaya hidup. Para peneliti di Lembaga Eijkman tengah meneliti mekanisme kerja gen ini. Yang sudah didapat: mutasi gen ini pada orang Eropa kira-kira 10 persen dan orang Asia 30 persen.

Di Indonesia antara 10-40 persen. “Di Bangka hanya 10 persen, di suku-suku bangsa tertentu 40 persen, dan di Jawa 30 persen,” jelas Sangkot. Makin tinggi persentase, makin mudah muncul diabetes mellitus.

Di banyak tempat, penelitian molekuler diarahkan pada berbagai penyakit kanker seperti kanker usus, payudara, leher rahim. Kalau di Indonesia, tentu bisa dicari gen-gen yang bertanggung jawab terhadap kerentanan pada malaria, tuberkulosis, dan seterusnya. Juga gen-gen yang bertanggung jawab terhadap sifat abstrak manusia: ada
homoseksualitas, skizofren, alkoholisme. Dan semua justru datangnya dari diversitas ini.
***
KINI, tahun 1999, ternyata HGP mencatat kemajuan yang amat signifikan. Menurut Yoshiyuki Sakaki PhD, Ketua Hugo Pasifik yang tanggal 24-26 Maret ini akan mengadakan pertemuan di Bali, para ilmuwan telah berhasil menyusun peta genetik beresolusi tinggi dan mengidentifikasi ratusan penyakit genetik.

HGP bahkan sudah sampai ke tahap sekuens dari seluruh genom. Walaupun baru 10 persen dari genom manusia yang berhasil disekuens sekarang, Sakaki yakin proses sekuensi ini akan selesai seluruhnya tahun 2003, dua tahun sebelum target tahun yang dicanangkan: 2005.

Ini berarti, babak baru penanganan penyakit manusia telah dimulai. Terima kasih pada ilmu biologi molekuler dan rekayasa genetika. Terima kasih Lembaga Eijkman, karena perannya membuat Indonesia tidak hanya jadi penonton dalam panggung ilmu pengetahuan mutakhir. (ij/nes)

Sumber: Kompas, Minggu, 14 Maret 1999

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB