Di tengah anggapan bahwa anak zaman sekarang memiliki minat baca rendah, sejumlah pelajar SMA membuktikan bahwa mereka tidak hanya gemar membaca, tetapi juga gemar berkarya. Hasil karya, seperti puisi, mereka unggah ke dunia maya.
”Pelajar sekarang memiliki minat membaca yang berbeda dari generasi terdahulu. Bentuknya mulai dari buku konvensional hingga blog,” kata Lies Nuryani, guru Bahasa Indonesia di SMAN 70 Jakarta, Selasa (6/1), di Jakarta.
SMAN 70 termasuk sekolah yang mendorong aktivitas sastra digital. Tugas-tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia dikerjakan sekreatif mungkin oleh siswa. Hasilnya kemudian mereka unggah ke berbagai situs dan media sosial, seperti Youtube dan Facebook.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Lies, tujuannya supaya karya-karya tersebut bisa dinikmati banyak orang. Di samping itu, dari komentar-komentar yang diberikan terhadap karya mereka, siswa juga belajar menerima kritik dan masukan.
Salah satu siswa yang gemar mengunggah karyanya ke media sosial adalah Hadisti Hanifa (16). Dia suka menulis puisi. Temanya bermacam-macam, umumnya tentang kehidupan remaja. Puisi-puisi itu diunggah ke blog pribadinya agar bisa dibaca oleh teman ataupun orang yang sedang berselancar di internet.
Hadisti mengatakan, alasan dirinya mengunggah karya ke blog ialah ia baru menulis puisi selama satu tahun terakhir sehingga masih harus banyak belajar. ”Kalau ada yang kasih kritik membangun, saya berterima kasih banget. Tapi, kalau komentarnya cuma untuk mengejek, enggak saya tanggapi,” ujar Hadisti.
Dia menambahkan, untuk memperkaya pengetahuannya tentang sastra, ia membaca karya-karya penyair Taufiq Ismail serta penulis Sjumandjaja dan Dewi Lestari. ”Saya pernah bertemu Taufiq Ismail. Nasihat beliau kepada saya, kalau mau menulis bagus, harus banyak membaca,” lanjut Hadisti.
Populer
Mayoritas pelajar sekolah menengah masih memilih membaca novel remaja daripada karya sastra. Alasannya, cerita dan bahasa yang digunakan mudah dicerna. ”Selain itu, ceritanya juga lekat dengan kehidupan sehari-hari,” kata Niken Aprilia (16), siswa SMAN 6 Tangerang Selatan.
Ia menyukai novel karya Orizuka (Okke Rizka Septiana), Ilana Tan, dan Lexie Xu. Buku-buku itu menginspirasi Niken untuk menulis cerita pendek (cerpen) yang ia unggah di blog dan Facebook. Temanya tentang kejadian yang ia alami sehari-hari. Namun, nama orang yang terlibat diganti tokoh fiktif.
Sementara teman Niken, Regina Nur Ashari (16), lebih memilih mengunggah cerpen yang ia tulis ke aplikasi digital Wattpad. ”Kalau orang lain mengomentari karya saya, rasanya makin pede buat menulis,” ungkapnya.
Siswa lain, Syafira (16), menyukai mengunggah cerpen karyanya di blog. Tema yang ia pilih adalah tema-tema tragis. Alasannya, tema tersebut lebih menantang sehingga ia harus banyak membaca untuk mengasah kemampuan.
Meningkat
Yunita, pengelola Komunitas Cerita Penulis, sebuah laman dalam jaringan, mengatakan, antusiasme penulis muda, terutama dari kalangan pelajar, untuk bergabung dalam komunitas tersebut tinggi. ”Umurnya mulai dari 14 tahun hingga 18 tahun,” kata Yunita.
Menurut dia, rata-rata bentuk karya yang diunggah berupa cerpen dan puisi. Pada tahun sebelumnya, banyak yang mengunggah fiksi penggemar (fan fiction), yaitu cerpen dengan tokoh idola nyata. Namun, karena hal itu melanggar Undang-Undang Hak Cipta, sudah tidak ada lagi yang mengunggahnya. (DNE)
Sumber: Kompas, 7 Januari 2015