Pemantauan laut Indonesia akan ditingkatkan dengan sistem satelit penginderaan jauh terpadu. Hal itu untuk menangkal pelanggaran di laut, seperti penangkapan ikan secara ilegal, tanpa pelaporan hasil tangkapan, dan penggunaan kapal tak berizin tangkap (illegal, unreported, unregulated/IUU).
“Sistem penginderaan jauh terintegrasi memantau aktivitas kapal di Laut Arafura, Natuna, Laut Timor, dan utara Laut Sulawesi. Wilayah itu paling rawan pencurian ikan,” kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Balitbang Kementerian Perikanan Hari Eko Irianto, Jumat (13/11), di Jakarta.
Mengutip data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Hari Eko mengatakan, praktik IUU di perairan Arafura saja mengakibatkan kerugian 6,9 miliar dollar AS (Rp 93 triliun). Itu 30 persen total kerugian di dunia, yang sebesar 23 miliar dollar AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sistem pemantauan dipadu mekanisme monitoring, controlling, and surveillance untuk memerangi praktik penangkapan ikan ilegal. “Sistem ini terdiri atas sistem monitor kapal, basis data komputer, sistem komunikasi, dan data logistik perikanan dan operasi kapal,” ujarnya.
Sistem penginderaan jauh terpadu itu, menurut Kepala Bidang Tata Operasional di Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan KKP Berny Subki, terdiri atas sistem satelit radar, satelit optik, dan satelit navigasi. “Ketiganya punya kelebihan sehingga ketika diintegrasikan saling melengkapi,” katanya.
Satelit radar yang dioperasikan, Radarsat, milik Kanada. Satelit itu menggunakan gelombang radio untuk identifikasi obyek sehingga dapat memantau daerah perairan tertutup awan dan saat malam hari.
Digunakan pula sistem pemantauan kapal (vessel monitoring system/VMS) berbasis konfigurasi satelit sistem pelacak posisi global (GPS) untuk mengetahui koordinat posisi kapal.
Ketentuan internasional, di setiap kapal berbobot lebih dari 300 gros ton harus dipasang pemancar sinyal (transponder) sehingga dapat diterima satelit. Selanjutnya, data dikirim per menit ke stasiun bumi.
Semua data yang diterima stasiun bumi Infrastructure Development of Space Oceanography (Indeso) di Balai Penelitian dan Observasi Laut Perancak, Bali, diteruskan ke pusat kendali operasi di Jakarta. Penindakan melibatkan Satuan Tugas IUU KKP, TNI AL, polisi air, dan Badan Keamanan Laut.
Tahun 2016, KKP akan mengenalkan sistem pemantauan perikanan global. “Bekerja sama dengan Skytruth, Oceana, dan Google,” kata Hari Eko. (YUN)
————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 November 2015, di halaman 13 dengan judul “Sistem Terpadu Tangkal Praktik Ilegal di Laut”.