Pada era disrupsi teknologi, sebagian warga menjemput peluang menjadi pelaku usaha Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif atau Laku Pandai. Tak sedikit yang sukses.
Kios kecil bertuliskan Agen BRILink Munir, yang diapit dua toko bahan pokok di Pasar THR, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (23/12/2019), yang buka pukul 8.00-21.00 Wita, tidak pernah sepi. Tamu datang silih berganti, bertransaksi keuangan di kios milik Mohammad Misbahul Munir (34) itu.
Sekitar pukul 11.00, seorang laki-laki datang menyerahkan segepok uang. ”Kirim ke nomor (rekening) ini, ya,” kata laki-laki itu. ”Rp 20 juta, ya, Pak,” sambut Munir setelah menghitung uang pecahan Rp 100.000. Munir lantas menekan tombol-tombol pada mesin electronic data capture (EDC) BRI di mejanya, lalu keluar kertas struk memuat informasi transaksi. ”Sudah, Pak. Biayanya Rp 20.000,” kata Munir sambil menyerahkan struk. Transaksi tidak sampai 5 menit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Datang lagi beberapa sopir truk dari Pelabuhan Trisakti dan Pelabuhan Martapura Baru. Ada yang transfer uang Rp 10,6 juta dan Rp 8,5 juta, ada pula yang tarik tunai Rp 500.000 sampai Rp 2 juta. Ada warga beli token listrik, pulsa telepon, dan membayar cicilan.
Siang itu, dalam 1 jam, tak kurang dari 30 orang bertransaksi di kios Munir. Nilai transaksi hampir Rp 50 juta. Ia tak sempat beranjak dari kursi karena sibuk melayani. Kios Munir semula hanya melayani pembelian pulsa telepon seluler. Mulai 2015, ia memfungsikan sebagai agen BRILink. Kios Munir pun melayani berbagai transaksi keuangan layaknya sebuah bank.
”Mas Munir sangat membantu dan mempermudah dalam urusan kirim uang setoran ke bos atau kirim uang ke istri dan anak. Dua tahun berlangganan,” kata Gunawan (47), sopir truk asal Surabaya.
Keberadaan Laku Pandai bak embusan angin segar, terutama di desa-desa kecil seperti di Desa Cikeris, Kecamatan Bojong, Purwakarta, Jawa Barat. Jarak dekat, kemudahan transaksi, dan rasa akrab dengan petugas merupakan ragam alasan para warga penikmat manfaat agen bank.
Maman Suryadi (61), warga Desa Cikeris, bergegas masuk ke ruko Agen BriLink Dea Cell masih mengenakan helm kuning. ”Saya mau transfer,” kata Maman sambil menunjukkan nomor rekening yang ia catat di ponselnya. Lebih dari dua tahun ia menggunakan agen bank tanpa kantor itu. Sejak ada agen, ia tak perlu menempuh 26 kilometer ke pusat Kota Purwakarta demi layanan perbankan.
Di agen Bank Mandiri Toko Ayah Bunda, Desa Bojong Barat, Purwakarta, sejumlah warga memadati tempat itu. Sekitar pukul 12.00, warga berbaris rapi menunggu giliran. Tak butuh waktu lama, dua petugas melayani cepat.
Teti Siti Rohmah, pemilik agen Bank Mandiri Toko Ayah Bunda, berupaya meningkatkan pelayanan dan kenyamanan nasabah dengan alat penghitung uang otomatis, memperbanyak kursi tunggu, dan memasang empat kamera pemantau (CCTV). ”Pernah ada komplain uang yang diterima kurang. Jadi, penting CCTV ini.” ucapnya.
Efisien
Keberadaan Laku Pandai membuat transaksi keuangan kian efisien. Salah satu agen Laku Pandai Bank BNI, Warsono, di Gresik, Jawa Timur, mengatakan, nasabahnya yang rata-rata warga desa kini dapat mengakses layanan perbankan dengan mudah. Tak hanya menabung dan mengirim uang, warga juga bisa transaksi perdagangan elektronik (e-dagang). ”Tidak perlu lagi ke kantor bank yang jauh. Hemat biaya,” katanya.
Salah satu agen Laku Pandai Bank BNI di Tuban, Iyan Pasiyan, mengatakan, nasabah Bank BNI di Tuban juga terbantu. Ada 915 agen Laku Pandai tersebar di desa-desa. Mereka biasanya pemilik toko kebutuhan pokok dan BUMDes.
Keberadaan Laku Pandai membuat warga desa kian mengenal transaksi keuangan. Jika dulu hanya tahu pembayaran tunai, kini mengenal transaksi nontunai, termasuk pencairan program bantuan pemerintah pusat.
Laku Pandai juga mendidik warga desa, terutama ibu rumah tangga, menabung. ”Sebagian besar menabung mingguan. Nilai setoran berkisar Rp 10.000-Rp 50.000,” kata Feni (38), pemilik kios kelontong di Desa Ngijo, Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Malang Raya, dengan 3 juta penduduk, meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu, Kawasan itu, termasuk daerah potensi besar berkembangnya Laku Pandai. Hingga triwulan ketiga 2019 ada 33.830 agen perorangan dan 753 agen badan hukum di wilayah OJK Malang. Jumlah nasabah yang tak memiliki batas minimum (BSA) 227.191 orang dengan nominal tabungan Rp 5,2 miliar. Nasabah kredit atau pembiayaan mikro 1.209 orang dengan besaran kredit Rp 24,6 miliar.
”Laku Pandai diminati karena banyak orang kian melek perbankan,” kata Kepala Subbagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Malang Fetri Andriani. Di tingkat nasional, OJK mencatat progres Laku Pandai cukup pesat. Bergulir Juni 2015, awalnya hanya 6 bank penyelenggara dengan 3.734 agen melayani hampir 40.000 nasabah dan total tabungan Rp 2,9 miliar.
Lalu, September 2019 ada 32 bank penyelenggara dengan sekitar 1,1 juta agen yang melayani lebih dari 25 juta nasabah. Total tabungan lebih dari Rp 2,2 triliun. Beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan digital jadi peluang besar di balik gelombang disrupsi itu sendiri. (JUM/MEL/ETA/SYA/WER)
Sumber: Kompas, 6 Januari 2020